JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Kesehatan (Kemenkes)  meluncurkan iklan bahaya merokok berjudul "Berhenti Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu". Iklan Layanan Masyarakat yang  ditayangkan di bioskop, sejumlah stasiun televisi swasta nasional dan media sosial sejak Jumat (10/10) dalam rangka melawan dominasi iklan ajakan merokok yang sangat kuat oleh produsen rokok.

Iklan berupa testimoni dari seorang Hiras Panjaitan, mantan perokok aktif yang menderita kanker tenggorokan lantaran kegiatannya merokok. Di tahun 2010 Panjaitan didiagnosa kanker pita suara stadium 4A. Hiras harus kehilangan pita suaranya akibat dari merokok karena nikotin dan tar. Dari pantauan Gresnews.com di youtube.com, Sabtu (11/10), Hiras dengan lubang dilehernya tampak kesulitan berbicara untuk menyampaikan pesannya.

"Media memiliki peran efektif mengkampanyekan bahaya rokok dan akan ditayangkan selama 30 hari berturut-turut di 7 stasiun televisi swasta nasional," kata Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi kepada wartawan usai meluncurkan iklan di Biltz Megaplex Pasific Place Jakarta, Jumat (10/10).

Iklan lewat televisi, bioskop, dan media sosial itu, kata Nafsiah, menyasar kalangan muda. Kalau para pengunjung bioskop tidak akan merokok atau timbul keinginan berhenti merokok karena iklan tersebut sudah menjadi pencapaian besar,” ujar Nafsiah.

Menkes menjelaskan, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukan bahwa perokok di atas usia 15 tahun sebanyak 36,3 persen.

Sebagian besar dari mereka adalah perokok laki-laki dengan prevelansi 64,9 persen dan merupakan yang terbesar di dunia. Prevelansi perokok perempuan meningkat menjadi 6,9 persen di 2013 dari sebelumnya 5,2 persen pada 2007. Sekitar 6,3 juta wanita Indonesia usia 15 tahun ke atas merokok. Sementara berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2014, lanjut Menkes, epidemi tembakau telah membunuh sekitar enam juta orang pertahun. Sebanyak 600 ribu diantaranya adalah perokok pasif.

Di sisi lain, ia mengakui, iklan layanan masyarakat tersebut masih mendapat tantangan berat dari kuatnya promosi, iklan dan sponsor perusahaan yang menyasar perokok pemula.

Upaya menghentikan iklan dari media televisi ini bukan tidak ada. Enam orang warga negara yang diadvokasi oleh Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (Sapta Indonesia) sempat mangajukan pengujian Pasal 46 ayat (3) huruf c Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Para Pemohon beranggapan ketentuan iklan niaga yang memperagakan wujud rokok menyebabkan produsen bahan adiktif (termasuk rokok) dengan leluasa dapat mengiklankan dan mempromosikan produknya dengan berbagai macam cara dan metode. Akibatnya hal itu mendorong peningkatan konsumsi rokok di kalangan masyarakat secara umum, terutama terhadap anak-anak dan mahasiswa sebagai calon perokok pemula.

Namun Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan Perkara nomor: 71/PUU-XI/2013 yang dibacakan pada sidang pengucapan putusan,Kamis, (9/10) lalu. Mahkamah berpendapat, walaupun rokok mengandung zat adiktif, tetapi tetap merupakan produk legal yang dapat diiklankan dengan syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pertimbangan Mahkamah tidak ada larangan rokok untuk diperjualbelikan atau menempatkan tembakau dan cengkeh sebagai produk pertanian yang dilarang. Terbukti dengan dikenakannya cukai terhadap rokok dan tembakau. Pendapat itu diakui MK juga tercantum dalam Putusan MK Nomor 54/PUU-VI/2008 dan 6/PUU-VII/2009.

BACA JUGA: