JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Wakil Bupati Cirebon Tasiya Soemadi Algotas alias Gotas akhirnya ditetapkan sebagai buronan Kejaksaan. Gotas tiga kali mangkir panggilan penyidik Kejari Cirebon, Jawa Barat. Saat tim jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri Cirebon bersama Kejaksan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mencari di kediamannya, Gotas tidak ada.

Lalu pada 1 Februari 2017 Gotas resmi dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO). "Pada Februari 2017, Kejari Kabupaten Cirebon telah menyatakan yang bersangkutan masuk DPO," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Setia Untung Arimuladi dalam keterangannya kepada media, Senin (13/2).

Status tersebut ditetapkan berdasarkan petikan putusan Nomor 436 K/KPID.SUS.2016. Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum Kejari Kabupaten Cirebon dengan putusan penjara selama 5 tahun 6 bulan. Selain kurungan badan, Gotas dikenakan denda Rp200 juta subsidair enam bulan penjara.

Dalam putusan hakim MA, menyatakan terdakwa Tasiya Soemadi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Putusan MA itu membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Bandung No.117/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Bdg pada 12 November 2015 yang memvonis bebas kader PDI Perjuangan itu. "Berdasarkan putusan MA tersebut, perkara ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena itu jaksa selaku eksekutor sesuai undang -undang melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap," ujar Untung.

Pada November 2016, hakim Mahkamah Agung di tingkat kasasi mememerintah Gotas untuk ditahan. MA mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi dalam hal ini jaksa penuntut umum. Gotas divonis 5 tahun 6 bulan penjara, vonis itu menganulir putusan hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memvonis bebas, setahun lalu.

Dalam putusan hakim MA, yang dipimpin hakim Syarifuddin menyatakan terdakwa Gotas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Kemudian menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara 5 tahun 6 bulan. Selain kurungan pidana, juga dikenakan denda sebesar Rp 200 juta dengan subsider 6 bulan penjara.

Selanjutnya dalam putusan itu, majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti Rp 159 juta. Bila tidak dibayar dalam satu bulan sesudah pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Bila terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana penjara 1 tahun.

Pada Kamis 12 November 2015 silam, Gotas dibebaskan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Majelis hakim lewat putusannya menilai baik dakwaan primer dan subsider yang didakwakan jaksa yaitu Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor, tidak terbukti. Meskipun dalam putusan ini ada dissenting opinion dari satu hakim yakni Djoko Indiarto.

Djoko menyatakan Gotas mempunyai peran aktif dari mulai membuat kebijakan soal dan hibah, sosialisasi, hingga eksekusi. Sementara dua hakim lain Basari Budi dan Kiswan Damanik berbeda pendapat. Gotas menurut pendapat mereka tidak berperan apa-apa karena kalah suara, Gotas akhirnya dinyatakan bebas.

Dalam putusannya, Djoko menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi baik sesuai dakwaan primer dan subsider. "Pengadilan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan. Majelis hakim juga meminta terdakwa segera dibebaskan dan dipulihkan kedudukan, harkat dan martabatnya," demikian ucap Djoko.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai keterangan saksi-saksi yang menyatakan bahwa Gotas berperan dalam pemotongan dana bansos APBD 2009-2012 Kabupaten Cirebon hingga Rp1,5 miliar tidak cukup bukti. Alasannya, karena hanya satu saksi yang menyatakannya, dan tidak ada saksi lainnya yang menguatkan. Saat itu Gotas merupakan Ketua DPRD Kabupaten Cirebon sekaligus Ketua DPC PDIP Cirebon.

Sementara dalam tuntutannya, jaksa menuntut Gotas 9 tahun penjara. Terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan penjara. Kemudian terdakwa juga dikenakan uang pengganti sebesar Rp559 juta dan bila tidak dibayar maka akan disita harta kekayaan terdakwa. Bila tidak ada hartanya yang bisa disita, maka harus diganti dengan kurungan tambahan selama 4 tahun.

KEYAKINAN JAKSA - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan ada bukti kuat keterlibatan Gotas bersama terpidana lainnya. Prasetyo meyakini ada kesalahan dalam putusan itu, karena dalam perkara lain, terdakwa lain dinyatakan bersalah. Perkara itu atas nama mantan Wakil Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kab Cirebon Emon Purnomo dan mantan Ketua PAC PDIP Kedawung Subekti Sunoto.

Kedua terdakwa dalam perkara yang sama dengan Tasiya itu dijatuhi 4 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider 2 bulan. Keduanya juga harus membayar uang pengganti kepada negara yang besarannya sama persis dengan dana yang mereka terima dari pemotongan dana hibah APBD Cirebon 2009-2012, yaitu Rp317 juta untuk Emon dan Rp325 juta untuk Subekti.

Ketua Majelis Hakim Djoko Indiarto menilai keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan JPU. Vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU yaitu 7 tahun penjara.

Dalam berkas dakwaan JPU, Emon dan Subekti yang merupakan pengurus partai di bawah Gotas, yang merupakan Ketua DPC PDIP Kabupaten Cirebon melakukan pertemuan dengan ketua ranting lainnya di rumah dinas Gotas pada 2009. Mereka membahas soal anggaran dana bansos dan hibah. Dalam pertemuan itu disepakati, pemberian dana hibah dari pengajuan proposal yang melalui disposisi Gotas akan dikenai pemotongan untuk kepentingan partai. Hal ini terus terjadi pada anggaran tahun 2010-2012.

Pemkab Cirebon menganggarkan belanja hibah dan bansos pada tahun 2009-2012 sebesar Rp298,4 miliar. Pimpinan DPRD sebagai badan anggaran mengajukan usulan penerima dan hibah.

Jaksa Penuntut Umum menyatakan Gotas mengumpulkan ketua ranting partai dan memutuskan ada pemotongan dana hibah, seperti dari Rp100 juta dipotong menjadi Rp85 juta. Dari Rp130 juta dipotong menjadi Rp108 juta. Uang-uang dari hasil pemotongan penerimaan dana bansos itu dikumpulkan mencapai sejumlah Rp1,564 miliar. Rinciannya, pemotongan dana sebesar Rp1,3 miliar, penyaluran dana fiktif Rp160 juta dan digunakan tidak sesuai peruntukannya Rp59,6 juta.

Dari hasil pemotongan dana hibah tersebut, Emon mendapatkan Rp 317 juta dan Subekti mendapatkan Rp 325 juta. Terdakwa punya peran aktif melalui tingkat kebijakan sampai eksekusinya. Yaitu memberikan rekomendasi, padahal tidak mengenal betul pemohon tapi tetap merekomendasi.

BURONAN LAIN - Tak hanya Gotas, sejumlah terpidana koruptor dinyatakan buron oleh Kejaksaan Agung. Di antaranya terpidana perkara lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Handoko Lie, yang telah dihukum selama 10 tahun oleh Mahkamah Agung (MA), Desember 2016.

Kemudian tiga tersangka kasus cessie Victoria yakni Rita Rosela dan Suzana Tanojo (dari Victoria Seluritas Indonesia) serta Haryanto Tanudjaja (Analis Kredit BPPN). Kejaksaan Agung meminta bantuan Interpol memburu mereka yang diduga berada di luar negeri.

"Permintaannya sudah kita sampaikan ke Polri yang punya jaringan Interpol. Kita minta Polri masukkan Red Notice (buronan)," kata Jaksa Agung M. Prasetyo, di Kejagung.

Dalam kasus penguasaan lahan PT KAI di Medan, Sumut, yang merugikan negara sebesar Rp1,3 triliun, terdapat dua tersangka lainnya, yakni mantan Walikota Medan Rahudman Harahap dan Abdillah. Kedua tersangka tengah dalam proses hukum.

Sedangkan Handoko Lie sempat ditahan saat penyidikan sampai akhirnya Pengadilan Tinggi (PT) DKI membebaskan dari segala tuntutan dan dilepas dari tahanan, Desember 2015. Handoko adalah putra raja properti di Medan dan Jakarta. Dia juga dikenal pengusaha kuat di Medan.

BACA JUGA: