JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mempercepat penanganan dugaan perkara korupsi pengadaan rompi, topi, tas dan ATK petugas daerah (INDA) dan Panitia Sensus Ekonomi 2016 pada Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun Anggaran 2015 senilai Rp53 miliar. Satu dari tiga tersangka akhirnya ditahan setelah sebelumnya mangkir tak memenuhi panggilan penyidik.

Satu tersangka itu adalah Lukcy ‎Permana (LP) selaku Pejabat Pembuat Komitmen di BPS. Dua tersangka lain yakni ‎Birman Warganegara (BW) selaku Direktur PT Pyramida Karya Mandiri, Pantun Banjar Nahor selaku Dirut CV Elya Berkat telah ditahan lebih dulu.

"Saudara LP oleh penyidik telah dilakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Nomor: Print-64/F.2/Fd.1/12/2016 tanggal 22 Desember 2016," terang Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum, Senin (26/12).

Tersangka LP ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI selama 20 hari. Tim Penyidik melakukan penahanan dengan pertimbangan dikhawatirkan tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Rum mengatakan untuk menguatkan bukti-bukti keterlibatan tersangka, penyidik telah memeriksa 27 saksi. Saat ini, perhitungan sementara kerugian negara diperkirakan mencapai kurang lebih senilai Rp6,7 miliar.

Kata Rum, dalam kasus ini ditemukan sejumlah bukti perlawanan melawan hukum diantaranya pengaturan pemenang lelang. PT Pyramida Karya Mandiri yang dinyatakan menang sejak awal telah masuk daftar blacklist menang pada lelang kedua. PT Pyramida telah memalsukan dokumen. Namun akhirnya rekanan ini menang paket pengadaan tas dan Alat Tulis Kantor (ATK) senilai Rp27 miliar.

Awalnya panitia dengan nilai HPS Rp81 miliiar lebih ini telah menetapkan pemenang lelang yakni PT CBJ dengan harga penawaran Rp68 miliar lebih, meskipun ada penawaran terendah yakni PT PKM senilai RP 52 milliar lebih. PT PKM tidak menang karena pokja menemukan bukti adanya pemalsuan kwitansi kepemilikan mesin.

Pada lelang kedua atau pada saat proyek dipecah, ternyata paket-paket tas dan ATK dimenangkan oleh PT PKM senilai Rp27 miliar lebih. Sedangkan pengadaan proyek rompi dan topi dimenangkan oleh CV EB senilai Rp 26 miliar lebih.

PT PKM bukan kali tersandung kasus korupsi. Pada 2013 silam Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Mabes Polri mengusut dugaan korupsi dalam proyek pengadaan Rompi, Topi Petugas dan Instruktur Daerah untuk Sensus Tahun 2013 pada Badan Pusat Statistik (BPS). Proyek yang dimenangkan PT Pyramida Karya Mandiri dengan kontrak Rp20,8 miliar tersebut diduga kuat sarat muatan korupsi. Selain itu, proses tender sejak awal ditengarai sudah bermasalah, karena dilakukan dengan praktik persekongkolan.

Salah satu penyimpangan yang akan mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan rompi dan topi tersebut adalah manipulasi jenis dan mutu bahan yang digunakan. Dalam pelaksanaannya, PT Pyramida Karya Mandiri diduga kuat menggunakan bahan kain ‘abal-abal’ dengan harga miring.

DUGAAN KRIMINALISASI - Sebelumnya, salah satu kuasa hukum tersangka berniat melakukan praperadilan atas penetapan tersangka atas kliennya. Sang kuasa hukum menuding kasusnya dipaksakan karena belum ada audit kerugian negara dalam kasus ini.

Apalagi pelaksanaan Sensus Ekonomi 2016 ini berjalan sukses. Bahkan Presiden Joko Widodo mengapresiasinya. Pelaksanaan Sensus Ekonomi 2016 melibatka 400 ribu orang dengan anggaran mencapai Rp3,4 triliun. Anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan rompi, topi, tas dan ATK petugas Daerah (INDA) dan Panitia Sensus Ekonomi 2016.

Sementara Kejaksaan Agung menyatakan penanganan kasus korupsi di BPS telah cukup bukti dan siap dimajukan ke pengadilan. Soal dugaan kriminalisasi dalam penetapan dan penahanan tersangka dibantah.

"Penahanan dilakukan karena ditemukan bukti kuat keterlibatan tersangka, tidak ada yang dipaksakan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum dikonfirmasi, sebelumnya.

Diketahui, saat dilakukan penahanan dua tersangka dua pekan lalu sempat diawali adu mulut. Penyebab adu mulut karena kuasa hukum menuding jaksa melakukan kriminalisasi terhadap kliennya. Kuasa hukum itu menuding kasus ini dipaksakan karena belum ada audit resmi dari BPK.

BACA JUGA: