JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan rompi & topi dan pengadaan tas dan alat tulis kantor (ATK) petugas instruktur daerah (INDA) dan Panitia Sensus Ekonomi 2016 Badan Pusat Statistik (BPS) tahun anggaran 2015. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti-bukti keterlibatan ketiga tersangka.

Mereka adalah Direktur Utama CV Elya Berkat berinisial PB dengan Sprindik Nomor: Print-137/F.2/Fd.1/11/2016, lalu Direktur PT Pyramida Karya Mandiri (PKM) berinisial BW dengan Sprindik Print-136/F.2/Fd.1/11/2016 dan Pegawai Negeri Sipil di Badan Pusat Statistik selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tahun 2015 bernama Lucky Permana (LP).

"Kami tetapkan tersangka untuk tiga orang, penyidik masih dalami peran masing-masing tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum, Jumat (11/11).

Untuk memperkuat bukti-bukti keterlibatan tersangka, tim penyidik telah memeriksa sebanyak 20 saksi. Di antaranya Slamet Hutajulu selaku Direktur PT Sagapo Express dan Dyana Arjani selaku Direktur PT Duta Karya Packindo. Kedua perusahaan ini terlibat dalam proses pengepakan dan pengiriman ke sejumlah daerah di Indonesia untuk menunjang kegiatan sensus ekonomi 2015.

Dalam kasus ini, Rum menduga telah terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan. Tim penyidik telah memeriksa panitia lelang dan tim pemeriksa pengadaan barang dan jasa di BPS tersebut. Panitia lelang yang diperiksa antara lain Ari Setiadi Gunawan, Wahyu Indrianto dan Nurmulistyadin. Sementara tim pemeriksa barang adalah Syafidyanto selaku ketua pemeriksa, Pramdya dan Mulyana selaku anggota.

Pengadaan tas, ATK dan rompi di BPS tahun 2015 ini dibagi dua. Pertama, pagu anggaran sebesar Rp27 miliar diserahkan pelaksanaannya kepada PT Piramida Karya Mandiri. Kemudian yang kedua dengan pagu sebesar Rp26 miliar diserahkan pelaksanaannya kepada CV Elya Berkat.

"Perhitungan sementara kerugian negara dalam kasus ini semunya sebesar Rp6,7 miliar," kata Rum.

LELANG DIATUR - Kasus ini dilaporkan Jakarta Procurement Monitoring (JPM) ke Kejaksaan Agung. JPM dalam laporannya memaparkan sejumlah kejanggalan dalam proyek tersebut. Di antaranya pemenang lelang dalam paket pengadaan tas dan Alat Tulis Kantor (ATK) senilai Rp27 miliar lebih adalah perusahaan yang sebelumnya pemenang pada lelang pertama yang telah dinyatakan memalsukan dokumen lelangnya. Perusahaan yang telah cacat administrasi bisa ikut dan malah dimenangkan setelah proyek pengadaannya dipecah.

Awalnya panitia dengan nilai HPS Rp81 miliiar lebih ini telah menetapkan pemenang lelang yakni PT CBJ dengan harga penawaran Rp68 miliar lebih, meskipun ada penawaran terendah yakni PT PKM senilai RP 52 milliar lebih. PT PKM tidak menang karena pokja menemukan bukti adanya pemalsuan kwitansi kepemilikan mesin.

Pada lelang kedua atau pada saat proyek dipecah, ternyata paket-paket tas dan ATK dimenangkan oleh PT PKM senilai Rp27 miliar lebih. Sedangkan pengadaan proyek rompi dan topi dimenangkan oleh CV EB senilai Rp 26 miliar lebih.

PT PKM bukan kali tersandung kasus korupsi. Pada 2013 silam Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Mabes Polri mengusut dugaan korupsi dalam proyek pengadaan Rompi, Topi Petugas dan Instruktur Daerah untuk Sensus Tahun 2013 pada Badan Pusat Statistik (BPS). Proyek yang dimenangkan PT Pyramida Karya Mandiri dengan kontrak Rp20,8 miliar tersebut diduga kuat sarat muatan korupsi. Selain itu, proses tender sejak awal ditengarai sudah bermasalah, karena dilakukan dengan praktik persekongkolan.

Salah satu penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan rompi dan topi tersebut adalah manipulasi jenis dan mutu bahan yang digunakan. Dalam pelaksanaannya, PT Pyramida Karya Mandiri diduga kuat menggunakan bahan kain "abal-abal" dengan harga miring.

Terbongkarnya kasus korupsi di BPS ini makin menegaskan sistem pengadaan dan jasa secara elektronik di institusi pemerintahan tidak ada jaminan terbebas dari praktik korupsi. Merujuk pada data Indonesia Corruption Watch (ICW) 2015 lalu, pelaku yang paling banyak diadili oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) selama tahun 2015, adalah PNS di lingkungan pemerintah daerah (Pemda), baik di Kotamadya, Kabupaten dan Provinsi.

 

BACA JUGA: