JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung berupaya secepatnya menuntaskan dugaan korupsi pengadaan rompi, topi, tas dan alat tulis kantor (ATK) petugas Inspektur Daerah (INDA) dan Panitia Sensus Ekonomi 2016 pada Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun Anggaran 2015 senilai Rp 53 miliar. Belum genap sebulan menyandang status tersangka, penyidik menahan tersangka untuk segera diadili di Pengadilan Tipikor.

Dalam kasus ini penyidik menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah ‎Birman Warganegara (BW) selaku Direktur PT Pyramida Karya Mandiri dan Pantun Banjar Nahor selaku Dirut CV Elya Berkat serta Lukcy ‎Permana selaku Pejabat Pembuat Komitmen di BPS.

"Kita lakukan penahanan dua tersangka, satu lagi kita panggil tidak datang," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (30/11).

Dia menjelaskan penahanan dilakukan karena penyidik khawatir tersangka melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti serta mengulangi tindak pidana.

Dua tersangka yang ditahan adalah ‎Birman dan Pantun. Mereka awalnya menolak ditahan. Sempat terjadi adu mulut antara penyidik dengan kuasa hukum. Namun akhirnya Birman dan Pantun ditahan.

Birman dan Pantun yang mengenakan kemeja putih lengan panjang hanya bungkam saat awak media massa menanyakan soal penahanannya oleh penyidik. Birman langsung menaiki mobil tahanan Kejaksaan Agung. Kuasa hukum yang mencoba dikonfirmasi juga tidak memberikan tanggapan penahanan kliennya.

Sementara untuk tersangka Lukcy Permana mangkir dari panggilan tim penyidik dan pekan depan akan dipanggil kembali. "Tersangka Lucky belum ditahan karena hari ini dia tak hadir pemanggilan, nanti kita undang lagi," kata Armin.

Arminsyah mengatakan berdasarkan hasil audit BPK kerugian negara senilai Rp2,7 miliar.

LELANG DIATUR - Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Moh Rum menyampaikan modus korupsi kasus dengan mengatur pemenang lelang. Berdasar laporan Jakarta Procurement Monitoring (JPM) ke Kejaksaan Agung ditemukan sejumlah kejanggalan dalam proyek tersebut. Di antaranya pemenang lelang dalam paket pengadaan tas dan Alat Tulis Kantor (ATK) senilai Rp27 miliar lebih adalah perusahaan yang sebelumnya pemenang pada lelang pertama yang telah dinyatakan memalsukan dokumen lelangnya. Perusahaan yang telah cacat administrasi bisa ikut dan malah dimenangkan setelah proyek pengadaannya dipecah.

Awalnya panitia yang menggelar lelang dengan nilai proyek Harga Patokan Sendiri (HPS) Rp81 miliar lebih ini telah menetapkan pemenang lelang yakni PT CBJ dengan harga penawaran Rp68 miliar lebih, meskipun ada penawaran terendah yakni PT PKM senilai Rp52 miliar lebih. PT PKM tidak menang karena pokja menemukan bukti adanya pemalsuan kwitansi kepemilikan mesin.

Pada lelang kedua atau pada saat proyek dipecah, ternyata paket-paket tas dan ATK dimenangkan oleh PT PKM senilai Rp27 miliar lebih. Sedangkan pengadaan proyek rompi dan topi dimenangkan oleh CV EB senilai Rp26 miliar lebih.

PT PKM bukan kali tersandung kasus korupsi. Pada 2013 silam Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Mabes Polri mengusut dugaan korupsi dalam proyek pengadaan Rompi, Topi Petugas dan Instruktur Daerah untuk Sensus Tahun 2013 pada Badan Pusat Statistik (BPS). Proyek yang dimenangkan PT Pyramida Karya Mandiri dengan kontrak Rp20,8 miliar tersebut diduga kuat sarat muatan korupsi. Selain itu, proses tender sejak awal ditengarai sudah bermasalah, karena dilakukan dengan praktik persekongkolan.

Salah satu penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan rompi dan topi tersebut adalah manipulasi jenis dan mutu bahan yang digunakan. Dalam pelaksanaannya, PT Pyramida Karya Mandiri diduga kuat menggunakan bahan kain ‘abal-abal’ dengan harga miring.

BACA JUGA: