JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) Marthen Dira Tome akhirnya berhasil. Upaya Marthen untuk lolos kedua kalinya dari jeratan KPK dengan cara mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Nusa Tenggara Timur ke Pengadilan Jakarta Selatan, kandas.


Dalam putusannya pada persidangan hari ini, Rabu (21/12) hakim tunggal Nelson Sianturi menyatakan, penetapan Marthen sebagai tersangka oleh KPK sah dan tidak bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP). Nelson menyatakan, KPK menetapkan status tersangka atas Marhten berdasarkan dua alat bukti yang cukup.

KPK juga dinilai hakim dalam menetapkan Marthen sebagai tersangka, telah melaksanakan putusan praperadilan Nomor 65, yang mengharuskan KPK menyerahkan berkas penyidikan yang lama ke Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.

"Dalam eksepsi menolak eksepsi pemohon. Dalam pokok perkara menolak permohonan pemohon seluruhnya dan membebankan biaya perkara yang ditimbulkan sebanyak nihil" kata Nelson saat membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jalan Ampera Raya.

Dalam pertimbangan hukumnya, Nelson beralasan, dua alat bukti yang dijadikan dasar bagi KPK untuk menetapkan Marthen sebagai tersangka sah. KPK juga sudah menerbitkan surat perintah penyelidikan dan memeriksa saksi-saksi yang belum pernah diperiksa.

"Penetapan tersangka telah berdasarkan bukti yang cukup yang sebelumnya tidak pernah diminta keterangan belum di kejati," ujar Nelson.

Selain itu, hakim menyatakan, penetapan tersangka atas Marthen tidak bertentangan dengan putusan praperadilan Nomor 65 Pid.Prap/2016/PN.JKT.SEL. "Tidak bertentangan dengan putusan praperadilan nomor 65," imbuhnya.

Marthen Dira Tome ditetapkan sebagai tersangka pada 30 Oktober 2016 terkait dugaan korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT tahun 2007 silam. Dalam kasus ini, negara diduga dirugikan negara sebesar Rp77 miliar. Penetapan tersebut merupakan kedua kalinya setelah KPK kalah dalam praperadilan pada Mei lalu.

KPK berdalih berwenang untuk menetapkan kembali Marthen sebagai tersangka meskipun perkara tersebut pernah dimenangkan oleh Marthen melalui praperadilan. KPK merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016 yang menetapkan, penyidikan ulang bisa dilakukan jika praperadilan telah membatalkan status tersangka.

Sebelumnya, Ketua tim kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi Rasamala Aritonang mengungkapkan, tidak ada batasan bagi KPK untuk menetapkan kembali tersangka termasuk Marthen. KPK telah melakukan penyelidikan dan penyidikan baru dengan memperbaiki beberapa poin yang diminta hakim pada putusan praperadilan pertama.

"Ada banyak, ada 60 surat yang diajukan ada saksi yang sebelumnya belum pernah diperiksa sebagai bukti baru. Kasusnya masih yang lama tapi buktinya yang baru sesuai perintah praperadilan," kata Rasamala Aritonang kepada gresnews.com, di PN Jakarta Selatan Jalan Ampera Raya, Jumat (16/12).

Menurut Rasamala, KPK masih berwenang untuk menetapkan tersangka meskipun perkara tersebut pernah dimenangkan oleh Marthen. Dia merujuk pada putusan MK nomor 21 dan peraturan MA nomor 4 tahun 2016 bahwa penyidikan ulang bisa dilakukan jika praperadilan telah memutuakan terutama terkait aspel formilnya. "Bisa dilakukan penyidikan ulang dengan melengkapi apa yang dipersoalkan di praperadilan," tukas Rasamala.

SOAL PERTIMBANGAN HAKIM - Penasihat hukum Marthen Dira Tome, Yohanes Rihi menyayangkan putusan hakim. Menurut Rihi, putusan tersebut pelaksanaan putusan praperadilan Nomor 65 itu tidak pernah dilaksanakan oleh KPK. Pasalnya sejauh ini tidak ada berita acara yang menyatakan bahwa putusan praperadilan Nomor 65 telah dilaksanakan.

Karena itu, menurut pihak Marthen Dira Tome, penetapan tersangka oleh KPK tidak sesuai prosedur. KPK menetapkan tersangka pada 31 Oktober 2016, sementara berkas penyidikan yang lama baru diserahkan kepada Kejati 9 Desember 2016.

Dengan begitu, menurut Rihi penetapan tersebut masih menggunakan berkas penyidikan yang lama tanpa menyerahkan ke Kejati sebelumnya sebagaimana putusan praperadilan. "Ini tidak ada berita acara eksekusi putusan 65 itu," kata Yohanis kepada gresnews.com di PN Jakarta Selatan.
Selain itu, soal pemanggilan Marthen oleh KPK, Yohanes Rihi juga dianggap janggal. Merthen dipanggil hanya satu kali. "Seharusnya pemanggilan tidak tidak hanya sekali kalau saksi masih belum bisa hadir. Tapi harus ada panggilan selanjutnya," ujarnya.

Marthen Dira Tome sendiri, kata Yohanes Rihi, mengaku kaget dengan tindakan KPK yang telah menetapkannya sebagai tersangka kedua kalinya. Apalagi kemudian, Marthen ditangkap pada Senin 15 November 2016 malam, di bilangan Jakarta Barat.

Padahal, menurutnya, penyidik KPK belum pernah memeriksa dirinya sebelum dinaikkan statusnya sebagai tersangka. "Mereka melakukan pelanggaran hukum dalam hal penetapan tersangka terhadap klien kami," ujar Yohanis.

Meski menyesalkan putusan hakim, Rihi mengaku pihaknya menghormati putusan hakim. "Bagaimanapun kami menghormati putusan ini," katanya.

Terkait bantahan pihak Marthen, kuasa hukum KPK Rasamala Aritonang menyatakan, KPK telah memanggil Marthen pada bulan Juni untuk memberikan keterangan dalam proses penyelidikan. Terhadap pemanggilan itu, Marthen tidak hadir tetapi menyatakan tidak keberatan keterangan terdahulu yang disampaikan kepada KPK dijadikan keterangan dalam pemeriksaan penyelidikan.

"Mereka tidak dapat hadir dan setuju dengan keterangan terdahulu sebagai keterangan dalam pemeriksaan ini," kata Rasamala kepada gresnews.com.

Terkait putusan ini, Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi Setiadi mengungkapkan apresiasinya terhadap putusan hakim. Setiadi memastikan KPK akan melanjutkan penyidikan terhadap Marthen Dira Tome yang sempat tertunda oleh putusan praperadilan sebelumnya.

"Proses penyidikan terhadap MDT tetap dilanjutkan sampai tuntas," ungkap Setiadi kepada gresnews.com usai persidangan.

Kasus ini sendiri bermula saat Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marthen Dira Tome diperiksa terkait dugaan korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT tahun 2007 oleh Kejaksaan Negeri Kupang dan kemudian Kejaksaan Tinggi NTT.

Dalam perkembangannya, kasus ini kemudian mandek dan diambil alih oleh KPK. KPK mengambil alih kasus Bupati Sabu Raijua mengacu pada Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 6, 7, 8 dan 9.

Oleh KPK, Marthen sempat ditetpkan sebagai tersangka, namun Marthen akhirnya lolos karena menang gugatan praperadilan di PN Jaksel. KPK tak menyerah dan kembali membuka penyidikan atas kasus Marthen dan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangak untuk kedua kalinya.

BACA JUGA: