JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menghukum dua pejabat PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno dengan pidana penjara berbeda. Sudi yang merupakan Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya dihukum selama tiga tahun denda Rp150 juta.

Selain itu, majelis juga menghukum Manajer Pemasaran PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno sedikit lebih ringan yaitu selama 2,5 tahun dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan. Keduanya terbukti memberi suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Tomo Sitepu.

Pemberian suap dilakukan untuk menghentikan perkara PT Brantas Abipraya yang sedang dalam proses hukum di Kejati DKI Jakarta. "Mengadili, menyatakan terdakwa I Sudi Wantoko dan terdakwa 2 Dandung Pamularno terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dakwaan pertama," kata Ketua Majelis Hakim Yohanes di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (2/8).

Dakwaan pertama yang dimaksud yaitu Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Untuk pertimbangan memberatkan, perbuatan keduanya dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Pertimbangan meringankan, keduanya belum pernah dihukum, menyesali dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya, mempunyai tanggungan keluarga dan jujur selama proses persidangan.

Selain Dandung dan Sudi, terdakwa lain yang merupakan perantara pemberian suap yaitu Marudut Pakpahan dalam sidang lainnya dijatuhi hukuman 3 tahun penjara denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis Hakim menilai Marudut telah terbukti bertindak sebagai perantara suap dari dua pejabat PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno. Uang sebesar Rp2 miliar yang telah diserahkan kepada Marudut, ditujukan untuk Kepala Kejati DKI dan Aspidsus Kejati DKI.

Atas perbuatannya, Marudut dinilai melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

BERBEDA PENDAPAT - Khusus untuk putusan Sudi dan Dandung, majelis hakim tidak secara bulat mengenakan dakwaan kesatu yaitu pemberian suap. Dua anggota majelis yang merupakan hakim karir yaitu Casmaya dan Edi Supriyono menganggap jika keduanya masih sebatas percobaan penyuapan.

Casmaya awalnya menyetujui fakta persidangan adanya pertemuan antara Marudut, Sudung dan Tomo di kantor Kejati DKI Jakarta. Tetapi dalam pertemuan itu dianggap tidak ada kesepakatan secara konkrit untuk pemberian uang dengan maksud untuk menghentikan perkara tersebut.

"Menimbang bahwa niat melalui Marudut berawal dari inisiatif dan persepsi Marudut. Kata Tomo yang mengatakan ´makanya tanya seperti apa bantuannya´," kata Casmaya.

Oleh karena itu, belum bisa dikatakan perumusan memberi atau menerima telah terjadi. Perbuatan Sudi dan Dandung yang melalui Marudut masih hanya sebatas perbuatan permulaan pelaksanaan suap.

"Demikan pula terdakwa dua menyerahkan uang untuk disampaikan pada Sudung dan Tomo merupakan perbuatan permulaan pelaksanaan. Maka menurut hakim anggota yang terbukti Pasal 5 Ayat (1) a UU Nomor 31/99 Jo Pasal 53 ayat (1) (percobaan penyuapan) dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana," tutur Casmaya.

Hal senada disampaikan hakim anggota lainnya Edi Supriyono. Menurut Edi, tidak terlaksananya pemberian suap bukan atas kehendak mereka sendiri. Suap tidak terjadi karena Marudut telah lebih dulu ditangkap tim satgas KPK sebelum proses pemberian kepada Sudung dan Tomo.

Edi berpendapat, niat yang sama para terdakwa yaitu Sudi, Dandung dan Marudut sudah ada berupa meminta bantuan kepala Kejati dan Aspidsus untuk menghentikan perkara. Permulaan pelaksanaan niat menyuap Sudung dan Tomo sudah ada, dengan diserahkannya uang dari Dandung pada Marudut sebesar Rp2 miliar.

"Tetapi perbuatan itu tidak selesai penyerahan uang kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Aspidsus bukan keinginan terdakwa tapi karena Marudut ditangkap. Jadi belum selesainya, sehingga menurut kami sependapat bahwa dakwaan yang terbukti alternatif kedua Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU 31/99 jo Pasal 53 ayat (1) (percobaan penyuapan) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana," pungkas Hakim Edi.

Meskipun begitu, dua perbedaan pendapat ini tetap kalah jumlah dengan dua hakim anggota lain dan satu hakim ketua. Sudi dan Dandung akhirnya tetap diputus secara sah dan meyakinkan memberi suap kepada Kajati DKI Jakarta dan Aspidsus Tomo Sitepu untuk menghentikan perkara PT Brantas Abipraya.

"Karena terjadi perbedaan pendapat, putusan hasil pemufakatan kecuali tidak dapat dicapai, putusan diambil suara terbanyak," kata Hakim Yohanes.

BACA JUGA: