JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung merotasi sejumlah pejabat di tingkat eselon II dan III. Salah satu nama yang ikut dalam gerbong mutasi itu adalah nama mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jakarta Sudung Situmorang. Nama Sudung menjadi perhatian dan kritik masyarakat karena sebelumnya ia sempat disebut-sebut dalam kasus suap penanganan perkara PT Brantas Abipraya.

Kendati sempat memperoleh tudingan miring, Sudung ternyata justru dipromosikan menjadi Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Sesjampidsus) pada Kejaksaan Agung RI. Ia menggantikan Arnold Angkouw yang memasuki masa pensiun.

Sementara Jabatan Kajati DKI Jakarta kemudian diisi oleh Toni Spontana yang sebelumnya menjabat Kajati DIY. Selain itu Tomo Sitepu yang sebelumnya menjabat Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kajati DKI Jakarta juga mengikuti jejak seniornya dengan menjadi Koordinator pada Jampidsus.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlihat cukup gerah mendengar kabar ini. Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif memang mengakui jika rotasi yang diberikan merupakan kewenangan penuh Jaksa Agung HM Prasetyo. Tetapi ia menyayangkan mengapa Sudung yang dicurigai tersangkut kasus korupsi mendapatkan posisi tersebut.

"Kami tidak ikut campur tangan dengan sistem mutasi tapi kami berharap kalau dicurigai dan masih dalam proses memperjelas status seseorang mungkin bagusnya tidak dapatkan posisi strategis," kata Syarif.

Meskipun demikian, ia mengembalikan semua ini kepada internal Kejaksaan Agung. Syarif berharap penunjukkan itu dilakukan berdasarkan kapabilitas seseorang. "Tergantung internal Kejagung. Kita berharap orang-orang yang ditempatkan berdasarkan kemampuannya," terang Syarif.

Nama Sudung dan Tomo memang disebut terlilit kasus suap PT Brantas Abipraya. Bos perusahaan BUMN tersebut yaitu Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno berencana menyuap Sudung dan Tomo agar kasus PT Brantas dihentikan. Pemberian uang sebesar Rp2,5 miliar memang tidak secara langsung diberikan petinggi PT Brantas, tetapi melalui seorang perantara bernama  Marudut.

Sayangnya sebelum uang sampai ke tangan mereka, KPK terlebih dahulu melakukan penangkapan kepada Marudut yang dilanjutkan pada Sudi dan juga Dandung. Dalam proses persidangan ada sejumlah percakapan antara Marudut dengan Tomo maupun Sudung untuk menghentikan proses perkara.

TAK PENGARUHI PENYIDIKIKAN KPK - Sementara itu dalam keterangan kepada wartawan Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan posisi Sudung dan Tomo yang naik jabatan di tingkat pusat tidak mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan. Menurut Febri, hingga saat ini penyelidikan kepada dua orang tersebut masih terus berjalan dan tidak berhenti begitu saja.

Febri secara tidak langsung bahkan menyebut potensi menetapkan Sudung dan Tomo masih terbuka lebar. Apalagi jika dalam proses penyelidikan nanti ada dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan dan otomatis menjadikan keduanya sebagai tersangka kasus korupsi.

"Penetapan seseorang sebagai tersangka tidak bergantung pada jabatan apa yang bersangkutan kami semata-mata berdasarkan bukti permulaan yang cukup bila ditingkatkan ke penyidikan," kata Febri di kantornya, Selasa (25/1).

Febri melanjutkan dalam putusan Sudi Wantoko, Dandung Pamularno dan Marudut terdapat adanya perbedaan pendapat dari para hakim. Dua hakim karir, Casmaya dan Edi Prayitno menganggap kasus ini hanyalah percobaan penyuapan, bukan perkara penyuapan murni. Tetapi dua hakim ad hoc dan Ketua Majelis Hakim Yohanes berpendapat sebaliknya jika kasus ini adalah penyuapan murni bukan percobaan penyuapan.

Nah, hal inilah yang menjadi salah satu pertimbangan KPK akan melanjutkan perkara tersebut. "Terkait penerima suap masih dalam pendalaman di KPK, info mana yang terbukti karena ada perbedaan pendapat diantara hakim," tuturnya.

Febri pun merasa yakin jika pihaknya memang meningkatkan kasus ini hingga ke tingkat penyidikan, maka dalam persidangan nanti segala dakwaan yang diajukan KPK akan terbukti. "Jika kami meningkatkan ke penyidikan kami yakin perkara itu diterima sampai di putusan pengadilan kami masih pelajari putusan dan fakta-fakta persidangan tersebut dan penetapan tersangka dan penyidikan," jelasnya.
 

KEJAKSAAN AGUNG TIDAK TEMUKAN PELANGGARAN ETIK - Terkait kasus ini Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan secara intensif tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan dua pejabatnya, Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu. Hasil penyelidikan itu menurutnya, tidak menemukan pelanggaran etik yang dilakukan keduanya.

Oleh karena itu pihaknya tidak bisa memberikan sanksi kepada dua pejabatnya. "Kalau nggak salah masak kena sanksi. Kalau salah kita tindak, pasti tidak ada kompromi kalau salah," kata Prasetyo di kantornya.

Prasetyo juga mengatakan bahwa pihaknya belum memiliki rencana untuk memindahkan keduanya terkait kasus tersebut. Apalagi dari proses pemeriksaan Sudung dan Tomo tidak terbukti melakukan pelanggaran etika sesuai peraturan instansi yang dipimpinnya.

"Kita lihat dulu kalau tidak salah kenapa harus dicabut kenapa harus dicabut (dipindahkan)," kata Prasetyo.

Prasetyo mengatakan bahwa pihak Sudung dan Tomo dianggap tidak mengetahui bahwa mereka akan diberikan suap oleh pihak PT Brantas Abipraya. "Sejauh yang diklarifikasi dan diperiksa oleh Jamwas tidak ada masalah apa-apa. Bahwa ada orang yang berusaha menyuap, tidak harus yang bersangkutan itu tahu," imbuhnya.

Meskipun begitu, Prasetyo mempersilahkan jika KPK terus mendalami keterlibatan keduanya. Politisi Partai Nasional Demokrat ini menyatakan menghargai jika lembaga antirasuah tersebut mempunyai pendapat lain. "Selanjutnya silahkan mereka (KPK) mengkaji lebih jauh. Tapi temuan kami seperti itu," tuturnya.

BACA JUGA: