JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus suap PT Brantas Abipraya selesai sudah tanpa menyeret petinggi Kejaksaan Tinggi yang diduga sebagai penerima suap. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menutup peluang untuk mengembangkan perkara ini.

Alhasil, ini adalah kali pertama suatu perkara suap hanya ada pihak pemberi tanpa adanya penerima. Para pemberi yang terdiri dari dua petinggi PT Brantas, Dandung Pamularno sebagai Manajer Pemasaran dan Sudi Wantoko selaku Direktur Keuangan telah dihukum masing-masing selama 2,5 dan 3 tahun.

Kemudian seorang perantara suap Marudut Pakpahan divonis selama 3 tahun. Marudut adalah pengantar uang sekaligus sebagai pihak yang berkomunikasi langsung dengan Sudung Situmorang selaku Kepala Kejaksan Tinggi DKI Jakarta dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan hingga kini penyidik belum menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan pihak penerima yang diduga mengarah kepada Sudung dan Tomo Sitepu. Oleh karena itu, KPK belum bisa menetapkan keduanya sebagai tersangka.

"Ekspos penyidik sudah menyatakan tidak, ya tidak dilanjut lagi. Penyidik tidak menemukan dua alat bukti untuk penerimaan itu," kata Basaria di kantornya, Kamis (27/10).

Dalam putusannya, majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta menyatakan kasus tersebut merupakan pemberian suap murni, bukan percobaan penyuapan seperti tuntutan Jaksa KPK dan Basarian pun mengamini hal tersebut. Artinya bila merupakan pemberian suap seharusnya ada penerima suapnya yang dapat diseret ke meja hijau.

Ia mengakui jika putusan hakim bisa menjadi yurisprudensi (acuan) untuk mengembangkan perkara ini. Meskipun begitu pihaknya masih enggan melakukan hal tersebut. "Ya pengembangan nanti tapi untuk sementara belum," terangnya.

TERPUTUS - Basaria mengakui jika penuntut umum telah memberi paparan mengenai kasus tersebut. Dari paparan yang ada, memang ada dugaan pemberian dari PT Brantas melalui Marudut kepada Sudung dan Tomo Sitepu. Tetapi belum ada pendukung lain yang mendukung hal itu.

"Jadi gini, kalau misalnya ya ada yang mengatakan saya terima uang, tapi faktanya saya tidak terima dan penyidik tak bisa buktikan itu tidak terima, penyidik tidak bisa berbuat apa-apa. Pola kerjanya seperti itu," pungkas Basaria.

Ia pun menampik jika ada sesuatu yang terputus dari rangkaian kasus suap tersebut, yaitu tidak adanya pihak pemberi dalam perkara ini. "Bukan terputus namanya, tapi memang tidak ada linknya nyampe ke sana yang ditemukan penyidik, beda terputus dengan tidak ditemukan," pungkasnya.

Dalam suatu kasus korupsi yang ditangani KPK, memang baru kali ini ada fenomena pemberian suap tanpa adanya penerima suap. Hal ini pun diamini Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati.

"Ya, memang sepertinya begitu, seingat saya baru ini (tidak ada penerima suap)," kata Yuyuk beberapa waktu lalu.

Padahal, majelis hakim telah menyatakan kasus ini adalah suap murni dan telah sempurna terjadi. Ketua Majelis Hakim Yohanes dalam pertimbangannya menyatakan pemberian suap adalah delik berpasangan, yaitu ada si pemberi dan juga penerima.

Dalam pertimbangannya, hakim ketua Yohanes menyatakan penilaiannya. Menurut Yohanes, niat Marudut sebagai perantara untuk memberi suap kepada Sudung dan Tomo sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara telah memenuhi semua unsur yang diperlukan.

"Hal ini lebh nyata, setelah Marudut menerima uang dari Dandung, Marudut menelepon Sudung. Tetapi karena tidak diangkat, selanjutnya Marudut menelepon Tomo untuk memastikan yang bersangkutan berada di kantor dan telah pula mengirimkan bbm kepada Sudung yang dijawab ´yess´. Setelah mendapat kepastian keberadaan di kantor, Marudut bermaksud ke Kejati DKI," kata Hakim Yohanes dalam amar putusannya 2 September 2016 lalu.

Dari sikap Marudut tersebut, maka waktu penyerahan, tempat penyerahan, diterima atau ditolaknya penyerahan, termasuk ditangkapnya Marudut oleh petugas KPK dianggap bukanlah elemen menentukan untuk meniadakan sikap batin Marudut memberikan atau menyerahkan sejumlah uang kepada Tomo dan Sudung.

Dengan demikian perbuatan Marudut yang hendak memberikan uang ke Sudung dan Tomo, kata Yohanes telah melakukan semua unsur untuk dalam suatu perbuatan jahat sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU nomor 31/99 yang telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Tipikor, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

"Menanggapi sikap batin terdakwa, tidak perlu si pegawai negeri benar-benar melakukan apa yang dihendaki. Yang penting terdakwa sudah menyampaikan maksudnya kepada pegawai negeri. Dengan demikian semua unsur dalam dakwaan alternatif kesatu telah terpenuhi," jelas Hakim Yohanes.

BACA JUGA: