JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Tirtamarta Wisesa Abadi (TWA) menggugat laporan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Provinsi DKI Jakarta (BPKP). Dalam laporan tersebut, PT TWA disebut sebagai perusahaan yang berperan menentukan harga dalam pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Utara.

Merasa laporan yang mendiskreditkan tersebut, PT TWA kemudian menggugat laporan BPKP terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2014 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Laporan yang diaudit pada 2015 ini dinilai merugikan pihak PT TWA. Perusahaan ini dituding berperan dibalik kasus pengadaan UPS, lantaran BPKP menyebut PT TWA berperan mengatur harga perkiraan sendiri (HPS) dalam pengadaan proyek UPS Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Kuasa hukum PT TWA, Nathan A.P menjelaskan kliennya dirugikan dengan adanya laporan BPKP. Menurutnya PT WTA bukan merupakan anggota lelang UPS di Sudin Pendidikan wilayah administratif Kotamadya Jakarta Barat. Saat itu PT TWA dibatalkan mengikuti lelang lantaran merupakan distributor yang tidak dibolehkan sebagai peserta lelang.

"Soal klien kami yang mengatur itu hanya omongan. Fakta hukumnya ada surat menyurat (antara 25 perusahaan dengan Sudin Jakarta Barat)," kata Nathan saat diminta keterangan usai persidangan di PTUN Jakarta Jalan Sentra Primer Baru Timur, Kamis (18/8).

Nathan menilai laporan itu tidak berdasar karena kliennya tidak masuk dalam 25 perusahaan yang memenangkan tender. Bahkan dia mengaku ke-25 perusahaan yang memenangkan tender tersebut tidak membeli UPS ke PT TWA tapi langsung membeli ke Singapura. Sedangkan laporan BPKP menyatakan bahwa PT TWA berada dibalik proyek tersebut lantaran mengatur harga UPS yang diberikan kepada perusahaan yang ikut dalam lelang.

Dia juga mengaku aneh dengan penetapan kerugian negara dalam proyek tersebut. Harga yang diberikan kepada perusahaan peserta lelang pun sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh perusahaan Hydro 3D Solution Pte. Ltd di Singapura.

"Kalau ada kerugian negara itu harga pembandingnya apa?," tanya Nathan.
Sedangkan PT TWA, ujar Nathan tidak pernah dikonfirmasi soal harga oleh pihak BPKP, namun tiba-tiba BPKP mengeluarkan laporan adanya kerugian negara.

Dalam kasus ini, Bareskrim Polri menetapkan lima tersangka dalam kasus UPS. Mereka adalah mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman. Tidak hanya Usman Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Jakarta Menengah Jakarta Pusat Zaenal Soleman.

Kasus Alex Usman ini diperkirakan membuat kerugian negara senilai Rp 81.433.496.225. Alex terbukti melakukan perbuatan memperkaya diri dan orang lain serta korporasi dalam proyek pengadaan untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat pada APBD Perubahan Tahun 2014.

Saksi fakta yang dihadirkan pihak penggugat, Ari Ponco mantan pekerja di PT TWA mengaku tidak pernah berhubungang dengan Sudin Pendidikan Jakarta Barat soal lelang UPS. Namun Ari mengaku PT TWA pernah mengajukan penawan kepada Dinas Pendidikan karena diminta sendiri oleh pihak Sudik Jakarta Barat. Tapi dalam perjalanannya, PT TWA tidak masuk sebagai peserta lelang karena posisinya sebagai distributor yang tak bisa mengikuti proses lelang.

"Tidak pernah berhubungan dengan Sudin Pendidikan Jakarta Barat. Tidak pernah realisasi dalam bentuk sebagai pemenang tender. Karena dia distributor tidak boleh ikut lelang," aku Ari.

Selain itu, saat ditanya penggugat apakah pihak BPKP pernah melakukan observasi dan konfirmasi terkait dengan laporan BPKP, Ari mengaku tidak pernah. "Pihak BPKP tidak pernah melalukan observasi dan konfirmasi ke PT Tirtamarta Wisesa Abadi," tegasnya.

KERUGIAN NEGARA - Pakar hukum tata negara yang dihadirkan pihak penggugat sebagai saksi ahli, Muhammad Rullyandi ahli tata negara dari Universitas Pancasila (UP) mengatakan PT TWA tidak bisa dinilai sebagai institusi yang terlibat secara langsung dalam kasus UPS karena perusahaan ini bukan bagian dari perusahaan peserta lelang.

"PT TWA tidak punya kaitan langsung. Dia hanya distributor posisinya diluar bukan bagian subjek hukum dalam kasus tersebut," kata Rully saat menjadi saksi dalam persidangan itu.

Ahli diminta pendapatnya terkait soal aspek hukum tata negara dalam hal hasil audit yang dikeluarkan BPKP. Saksi menerangkan soal siapakah yang berhak menentukan kerugian negara antara BPKP atau BPK.

Lebih jauh Rully berpendapat, proses laporan BPKP tersebut melanggar asas umum pemerintahan yang baik. Dia menilai yang paling berwenang menentukan apakah ada kerugian negara dalam laporan adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bukan BPKP.

Menurut Rully, BPKP merupakan bagian dari eksekutif sehingga laporan yang dikeluarkan sangat subjektif. Dengan begitu laporan untuk menentukan ada tidaknya kerugian negara mesti dari auditor eksternal yakni BPK.

"BPK lah yang berhak menentukan adanya kerugian negara atau tidak karena BPKP merupakan auditor internal. Laporan itu mesti objektif maka harus BPK yang berhak menentukan kerugian negara," ujar Rully.

Dia menguatkan pendapatnya soal instansi yang paling berwenang menentukan kerugian negara. Kalau ada dua instansi yang nantinya berwenang menentukan kerugian negara maka akan terjadi tumpang tindih. Itu, imbuhnya akan membuat egosektoral antar institusi negara.

Kalau hasil laporan dibuat oleh BPKP tanpa berkordinasi dengan pihak BPK menurutnya itu bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan leh BPKP. Apalagi laporan BPKP menyatakan pihak PT TWA yang mengatur harga UPS.

"Bagaimana mungkin perusahaan tidak ikut peserta lelang lalu dihubungkan dengan output perserta lelang. Itu maladministratif dan itu dikategorikan itu perbuatan melawan hukum karena cacat yuridis," ungkap Rully.

Berikut ini daftar 25 perusahaan yang terlibat pada lelang pengadaan UPS di Suku Dinas Pendidikan Tinggi Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun Anggaran 2014:

1. PT Vito Mandiri Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMK 45 senilai Rp 5.822.608.000
2. Wiyata Agri Satwa Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMkN 42 senilai Rp 5.833.448.500
3. PT Dinamika Airufindo PersadaPengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 35 senilai Rp 5.832.750.000
4.PT Debitindo Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 17 senilai Rp 5.831.408.000
5. PT Hamparan Anugerah SentosaPengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 13 senilai Rp 5.831.408.000
6. Lumban Ambar Berbakti Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 11 senilai Rp 5.794. 822.000
7. CV Air Putih Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 9 senilai Rp 5.830.044.000
8. Bentina Agung Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 112 senilai Rp 5.831.760.000
9. CV Padang Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 101senilai Rp 5.831.760.000
10. PT Multi Langgeng Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 96 senilai Rp 5.833.410.000
11.CV Artha Prima Indah Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 94 senilai Rp 5.832.035.000
12. PT Tinada Kuta Dairi Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 85 senilai Rp 5.830.880.000
13. PT Tavia Belva Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 84 senilai Rp 5.833.520.000
14.PT Greace Solusindo Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 78 senilai Rp 5.826.810.000
15. PT Astrasea Pasirindo Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 65 Rp 5.833.311.000
16. PT Elisa Mitra Inovatif Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 57 senilai Rp 5.830.858.000
17. CV Wisanggeni Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 56 senilai Rp 5.829.967.000
18. CV Tunjang Langit Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 33 senilai Rp 5.832.618.000
19. PT Paramitra Multi Prakasa Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 23 senilai Rp 5.834.290.000
20. CV Parameswara Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 19 senilai Rp 5.832.200.000
21. PT Aurel Duta Sarana Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 17 senilai Rp 5.832.805.000
22. CV Anugrah Mandiri Jaya Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 16 senilai Rp 5.831.034.000
23. PT Barkanatas Dharma Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 2 senilai Rp 5.837.337.550
24. Anugrah Cipta Karya Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 60 senilai Rp 5.833.300.000
25. CV Bukit Terpadu Utama Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 53 senilai Rp 5.833.289.000.

PROSES AUDIT BPKP - Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta mulai melakukan audit investigatif terhadap pengadaan perangkat suplai daya listrik (uninterruptible power supply/UPS) tahun anggaran 2014 pada awal 2015 lalu. BPKP menyelidiki dugaan penyimpangan pengadaan UPS ini yang bisa merugikan keuangan negara setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menduga penyusupan anggaran siluman terkait UPS terjadi setelah sidang paripurna persetujuan APBD DKI 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pada 27 Januari lalu.

Kepala Perwakilan BPKP DKI Jakarta, Bonny Anang Dwijanto mengaku sedang mengumpulkan data termasuk dokumen terkait kontrak dan keterangan dari berbagai pihak terkait dengan pengadaan UPS yang nilainya berkisar Rp 5,8 miliar per perangkat tersebut. Terutama dari Dinas Pendidikan DKI sebab sejumlah sekolah mengaku menerima UPS pada APBD 2014 atas surat dari Disdik DKI. "Bila diperlukan akan kami minta penjelasan," katanya, Minggu (1/3).

Kasus ini ramai setelah Ahok menduga ada penyusupan anggaran siluman terkait UPS terjadi setelah sidang paripurna persetujuan APBD DKI 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pada 27 Januari lalu. Ahok menduga DPRD memotong sejumlah anggaran dari program unggulan Pemprov sebesar 10-15 persen untuk dialihkan ke program lainnya, seperti pembelian UPS. Total nilai dana siluman pada APBD dari draf DPRD DKI disebut mencapai Rp 12,1 triliun.

Ahok lantas menunjukkan pengadaan serupa yang diduga sengaja disusupkan pada tahun 2014 dengan kisaran harga per perangkat mencapai Rp 5,8 miliar. Pada Jumat (27/2) Ahok langsung melapor ke KPK sekaligus membawa bukti terkait dana siluman APBD 2015 juga anggaran UPS pada APBD tahun sebelumnya. (dtc)

BACA JUGA: