JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, menghukum Kepala Seksi Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat Alex Usman dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.  Selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ia dinyatakan majelis hakim terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) pada sekolah-sekolah menengah di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.

Hakim menganggap Alex telah melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain, dan korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam pengadaan ini. "Mengadili, menyatakan terdakwa Alex Usman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana," kata Ketua Majelis Hakim, Sutardjo, Kamis (10/3).

Dalam persidangan itu, majelis hakim memaparkan bagaimana terjadinya kasus korupsi yang dilakukan oleh Alex Usman. Menurut majelis hakim, pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah menengah di lingkungan Sudin Dikmen Jakbar diusulkan terkait kebutuhan suplai tambahan daya listrik. Rencana pengadaan ini kemudian dibahas dalam pertemuan para kepala sekolah di Jakbar.

Anggaran UPS, menurut hakim, bisa dialokasikan dalam APBD perubahan tahun 2014 setelah Alex Usman melakukan lobi ke sejumlah anggota DPRD DKI. Untuk meloloskan permintaan ini, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Fahmi Zulfikar Hasibuan dan Firmansyah meminta fee terkait pengadaan UPS dalam pertemuan yang juga dihadiri Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima, Harry Lo.

Kongkalikong ini berlanjut ke tangan Firmansyah yang saat itu menjabat Ketua Komisi E DPRD. Anggaran UPS akhirnya berhasil lolos dan dimasukkan dalam APBD perubahan tahun 2014 pada tanggal 13 Agustus 2014 meski tidak pernah dibahas dalam rapat Komisi E dengan SKPD Pemprov DKI.

Dalam proses pengadaan, Alex Usman selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) membuat kerangka acuan kegiatan (KAK) pengadaan UPS dasar 3 (tiga) surat penawaran dari ketiga distributor yang diterima dari Harry Lo yakni CV Istana Multi Media, PT Duta Cipta Artha dan PT Offistarindo Adhiprima.

"Ketiga distributor tersebut di bawah kendali Harry Lo sehingga harga yang terbentuk tidak sesuai dengan harga pasar yang wajar," ujar Hakim Anggota Sigit.

Alex juga membuat Rincian Anggaran Biaya (RAB) Pengadaan UPS untuk 25 paket pelelangan dengan nilai untuk masing-masing paket sebesar Rp5,9 miliar. Menurut Majelis Hakim kerugian keuangan negara terjadi karena penyimpangan pada proses pelelangan dan penentuan harga. Selain itu 25 perusahaan pemenang lelang diketahui hanya pinjam bendera karena penyedia UPS merupakan 3 distributor yang dikendalikan Harry Lo.

"Harga UPS yang dilelang tersebut bersumber dari distributor dan perusahaan pemenang lelang  tidak mengerjakan hanya dipinjam benderanya saja karena yang mengerjakan sesungguhnya adalah 3 distributor. Bahwa adanya fee kepada koordinator yang mengatur perusahaan hal ini berakibat terjadinya kemahalan harga dari proses lelang yang menyimpang tersebut yang mengakibatkan kerugian keuangan negara," tegas Sutardjo.

Dalam memberikan putusan, ada beberapa perimbangan dari majelis. Untuk hal memberatkan, perbuatan Alex dianggap bertentangan dengan program Pemerintah yang sedang giat memberantas tindak pidana korupsi. Perbuatan ini, kata Hakim Sutardjo juga memboroskan keuangan negara. Untuk hal meringankan, selama proses persidangan berlangsung Alex berlaku sopan, belum pernah dihukum karena melakukan perbuatan pidana, dan terakhir Alex Usman juga masih mempunyai tanggungan keluarga.

Usai sidang, Sutardjo memberikan kesempatan bagi Alex untuk berdiskusi dengan penasehat hukumnya sebelum memberikan tanggapan mengenai putusan ini. Alex memang mempunyai beberapa opsi, langsung menerima putusan, pikir-pikir selama 7 hari, ataupun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

"Setelah berkonsultasi dengan kuasa hukum, saya menerima (putusan) Yang Mulia," kata Alex. Sementara itu, Jaksa pada Kejaksaan Agung yang diwakili Tasjrifin masih pikir-pikir atas putusan ini.

DUA NAMA BARU - Dalam persidangan ini, ada nama-nama baru yang terungkap yang diduga ikut diuntungkan dari perbuatan korupsi yang dilakukan Alex Usman. Kedua nama baru itu adalah anggota DPRD Fraksi Demokrat bernama Sandy, dan Sekretaris DPC Partai Demokrat Jakarta Pusat bernama Awang. Nama mereka disebutkan hakim terkait aliran dana pemberian fee untuk memuluskan pembahasan proyek ini di DPRD.

"Uang pencairan UPS juga mengalir kepada beberapa pihak di antaranya M Firmansyah melalui Sari Pitaloka marketing PT Offistarindo yang diserahkan melalui Ahmad Marzuki sekuriti rumah kos milik anak terdakwa dibungkus dengan bungkusan warna cokelat seperti kertas satu rim yang dimasukkan ke dalam tas kecil warna hitam selanjutnya diserahkan kepada Devita. Lalu Devita menyerahkan Erwin Mahyudin," kata Hakim Ketua Sutardjo.

Penyerahan uang oleh Sari Pitaloka menurut Majelis Hakim--dalam analisa yuridis mengenai unsur memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau korporasi--selalu dilakukan di dalam mobil Nissan X Trail warna hitam nomor polisi B 1110 BFJ yang ditumpangi Sari Pitaloka.

"Selanjutnya uang yang diterima beberapa kali oleh Erwin Mahyudin dan Devita (keponakan Alex Usman) lalu diserahkan satu kali kepada Sandy anggota DPRD Fraksi Demokrat, satu kali kepada Awang Sekretaris DPC Partai Demokrat Jakarta Pusat. Lalu diserahkan ke Firmansyah dengan cara diantar ke Jl. Bacang No. 27 Jakarta Pusat atau seluruhnnya diterima Trisnawati kakak Firmansyah caleg Partai Demokrat Dapil Jakarta," papar Hakim.

Namun Hakim tidak menyebutkan rinci soal jumlah uang yang diterima Firmansyah. Sementara dalam fakta hukum yang dipaparkan Majelis Hakim, Alex Usman disebut pernah bertemu dengan anggota Komisi E Fahmi Zulfikar Hasibuan. Dalam pertemuan yang dihadiri Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima, Harry Lo dibahas usulan anggaran UPS untuk dimasukkan dalam APBD Perubahan Tahun 2014.

Dalam pertemuan disinggung pula permintaan fee sebesar 7 persen dari pagu anggaran UPS yang diajukan anggota DPRD untuk meloloskan permintaan tersebut. "Terdakwa bertemu anggota Komisi E Fahmi Zulfikar yang juga dihadiri Harry Lo. Terdakwa meminta kepada Komisi E agar pengadaan UPS dianggarkan dalam APBDP 2014," terang Sutardjo membacakan fakta hukum putusan.

Selain itu adapula pertemuan Alex Usman dengan Firmansyah terkait cara pengajuan usulan anggaran UPS. "Terdakwa Alex Usman mengajukan dokumen pengajuan pengadaan UPS dari sekolah-sekolah kepada anggota Komisi DPRD Fahmi Zulfikar. Terdakwa juga bertemu Firmansyah dan dalam dokumen permohonan UPS sudah tercantum dengan harga per unitnya Rp 6 miliar," papar Sutardjo.

JADI TERSANGKA KASUS LAIN - Nasib Alex Usman memang bak sudah jatuh tertimpa tangga. Pasalnya menjelang vonis kasus UPS, pihak Direktorat Tipidkor Bareskrim Polri yang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan alat digital education classroom di SMA se-Jakbar, juga menetapkan Alex Usman sebagai tersangka.

"Alex Usman selaku PPK (pejabat pembuat komitmen) di proses pengadaan digital education classroom anggaran 2013-2014, berdasarkan hasil gelar (perkara) telah ditetapkan sebagai tersangka," kata Dirtipidkor Bareskrim Brigjen Ahmad Wiyagus di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (8/3).

Di tengah menelusuri kasus dugaan korupsi pengadaan UPS di DKI Jakarta, Penyidik juga mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan alat digital education classroom. Penyidikan itu terkait kasus dugaan korupsi di 20 SMA/SMKN Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat tahun 2013.

"Kasus ini temuan penyidik saat dilakukan penyelidikan UPS. Penyelidikan kasus digital education classroom naik ke penyidikan pada 27 Januari 2016," kata Wakil Direktur Tipidkor Bareskrim Komisaris Besar Erwanto Kurniadi.

Polisi juga sudah menetapkan tersangka Alex Usman di kasus korupsi printer dan scanner untuk sekolah-sekolah menengah di Jakarta Barat. (dtc)

BACA JUGA: