JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta akhirnya menggelar sidang perdana kasus korupsi dalam pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat. Alex Usman, saat perkara ini bergulir merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menjadi terdakwa pertama dalam kasus ini.

Ia dianggap melakukan korupsi secara bersama-sama dengan sejumlah pihak termasuk yang berasal dari swasta maupun penyelenggara negara. Bersama Alex, Jaksa juga menyebut Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima Harry lo, Direktur CV Istana Multimedia Center Harjady, Zulkarnaen Bisri, Andi Susanto, Hendro Setiawan, Fresly Nainggolan, Sari Pitaloka, dan juga Ratih Widya Astuti melakukan tindak pidana korupsi.

Tak hanya itu, nama anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Fahmi Zulfikar Hasibuan yang juga merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD serta Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta HM Firmansyah juga turut disebut sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Alex dalam proyek yang bernilai Rp150 miliar ini.

"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara," kata Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Tasjrifin Halim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, (29/10).

MEMINTA FEE - Jaksa Tasjrifin membeberkan bagaimana kronologi kejadian kasus ini. Yaitu berawal 18 Juni 2014 Alex melakukan pertemuan dengan Harry Lo bersama Sari Pitaloka sebagai Marketing PT Offistarindo Adhiprima di Taiwan untuk melihat pameran dan melakukan kunjungan ke pabrik UPS serta membicarakan pengadaan di Sudin Dikmen Jakarta Barat Tahun Anggaran 2014.

Namun Sudin Dikmen tidak pernah mengajukan permohonan anggaran atau dana untuk pengadaan UPS sehingga Alex Usman meminta supaya UPS dapat dijadikan sebagai barang pengadaan. Maka sepulang dari Taiwan pada awal Juli 2014 melakukan beberapa kali pertemuan. Pertama bertempat di Hotel Redtop bersama Fahmi Hasibuan, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta juga menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar). Dalam pertemuan tersebut dihadiri Harry Lo dan Sari Pitaloka.

Selanjutnya dalam pertemuan tersebut membicarakan supaya dianggarkan pengadaan UPS dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2014 untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat dengan harga per unitnya sebesar Rp6 miliar.

"Dalam pertemuan Fahmi menyanggupi akan memperjuangkan anggaran untuk pengadaan UPS dan menyampaikan bahwa jika anggaran UPS berhasil maka meminta 7 persen sebagai fee dari pagu anggaran sebesar Rp300 miliar. Permintaan komitment fee tersebut disetujui oleh Harry Lo," ujar Jaksa.

Selanjutnya, agar anggaran pengadaan UPS dalam anggaran APBD-Perubahan tahun 2014 bisa diloloskan sebagaimana yang telah disepakati dalam pertemuan di Hotel Redtop, Fahmi bekerja sama dengan H.M. Firmansyah selaku Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta. Caranya dengan mengajukan pengadaan UPS untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.

Namun tidak pernah dibahas dalam rapat Komisi E dengan Satuam Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mitra hingga akhirnya disetujui dan dituangkan dalam APBD perubahan tahun 2014 pada 13 Agustus 2014. "Bahwa pengadaan UPS untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2014 telah dianggarkan dalam APBD perubahan tahun 2014 sebanyak 25 kegiatan dan anggarannya sejumlah Rp150 miliar," terang Jaksa.

MODUS ALEX USMAN - Pada pelaksanaannya pengadaan Alex dengan Harry Lo juga telah menyepakati bahwa sebelum diadakan lelang, dilakukan perencanaan untuk meloloskan perusahaan Harry sebagai pemenang lelang. Harry sendiri diketahui juga pernah memberikan uang sebesar Rp4 miliar kepada Alex di restoran lantai dasar Hotel Pullman pada Februari 2015.

Uang itu merupakan uang terima kasih karena pekerjaan UPS telah selesai. Namun Alex belum mau menerima dan menyampaikan supaya uang tersebut dipegang dulu oleh Harry Lo.

Menurut Jaksa, perbuatan Alex tersebut telah memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi. Alex selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menggelembungan harga dalam pengadaan UPS, serta melakukan penunjukkan langsung dalam proses lelangnya.

Sebelumnya, Alex Usman telah melakukan pertemuan dengan Fahmi Zulfikar Hasibuan, Harry dan Sari Pitaloka kemudian 8 Juli 2014 berangkat ke Shenzen China melalui Hongkong dan 9 Juli dijemput oleh Harry Lo bersama Sari Pitaloka dan Johny selanjutnya bersama-sama mendatangi tiga pabrik UPS dan satu pabrik batere.  

"Bahwa setelah kembali dari Shenzen, terdakwa  melakukan pertemuan lagi dengan Harry Lo, Sari Pitaloka di Hotel Red Top Pecenongan lalu terdakwa memperkenalkan Andi Sutanto kepada Harry Lo sambil membicarakan mengenai rencana pengadaan UPS dan pada saat itu Harry Lo menawarkan kepada Andi Sutanto untuk ikut berpartisipasi dalam pengadaan UPS dengan dijanjikan keuntungan berkisar antara 11 persen sampai dengan 12 persen," imbuh Jaksa.

Menilik besarnya keuntungan tersebut Andi Sutanto menyatakan ikut dalam pekerjaan pengadaan UPS.  Kemudian setelah pertemuan tersebut, Andi kemudian menghubungi Fresly Nainggolan, Ayu dan Kusnandar menawarkan untuk berbagi modal dalam pengadaan UPS di Sudin Dikmen Jakarta Barat dengan menyampaikan keuntungan kurang lebih 11 persen  sampai dengan 12 persen dan mereka menyatakan berminat .

Pada 15 Juli 2014, Slamet Widodo (Kasudin Dikmen Jakbar) menandatangani surat undangan Nomor 2781/074.22 yang ditujukan untuk seluruh Kepala SMAN/SMKN di lingkungan Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat untuk menghadiri pertemuan atau rapat pada hari Selasa, 22 Juli 2014 jam 15.00 di Hotel Ciputra, Jakarta Barat.

Pertemuan atau rapat di Hotel Ciputra pada 22 Juli 2014 menggunakan event organizer PT Sinar Sapa Marwa dengan menggunakan biaya pribadi Alex Usman. Selain Alex, pertemuan itu dihadiri Slamet Widodo, Yusen Hardiman (Kasi SMA), Jhony (karyawan PT Offistarindo) dan para kepala sekolah atau yang mewakili dari sekolah yang diundang dimana dalam pertemuan tersebut.

"Bahwa pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah menengah di lingkungan Sudin Dikmen Jakarta Barat tidak direncanakan sesuai kebutuhan riil sekolah karena yang dibutuhkan adalah perbaikan jaringan listrik dan penambahan daya listrik sehingga pengadaan UPS bukan yang dibutuhkan oleh sekolah-sekolah SMAN/SMKN Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat," cetus Jaksa.

Dengan sepengetahuan Alex, Andi Sutanto, Fresly Nainggolan, Ayu dan Kusnandar untuk membantu permodalan serta menjadi koordinator untuk mencarikan perusahaan – perusahaan yang digunakan untuk proses pelelangan dalam pengadaan (UPS) untuk 25 SMAN/SMKN oleh Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat. Maka dari itu, Harry Lo juga melakukan kerja sama dengan Harjady dari CV Istana Multimedia Center dan Zulkarnaen Bisri dari PT Duta Cipta Artha untuk menjadi Distributor UPS.

"Terdakwa dengan Harry Lo menyepakati sebelum diadakan pelelangan dilakukan perencanaan untuk meloloskan perusahaan pemenang lelang sehingga menunjuk Adi Hartoko (staf Sudin Pendidikan Menengah Jakarta Barat) untuk menerima data data untuk dijadikan HPS dan spesifikasi, sementara Harry Lo menunjuk Ratih Widyastuti yang selalu menyerahkan data-data harga dan spesifikasi tehnis yang sudah disusun atau dipersiapkan," pungkas Jaksa.

Selaku PPK Alex juga memerintahkan Adi Hartoko menurunkan nilai RAB untuk dijadikan nilai HPS. Dan pada 16 Oktober 2014, ia dengan diketahui Slamet Widodo selaku Kasudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat menetapkan HPS UPS untuk 25 paket pelelangan dengan masing-masing HPS sebesar Rp5.974.760.000,00 sudah termasuk PPN 10 persen.

Menurut Jaksa, perbuatan Alex tersebut, menyebabkan kerugian negara hingga Rp81 miliar. Atas perbuatan itu pula Alex didakwa jaksa telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

TAK BANTAH - Usai pembacaan dakwaan, Ketua Mejelis Hskim Sutarjo menanyakan pendapat Alex mengenai tudhan yang diarahkan kepadanya. "Apa saudara mengerti surat dakwaan yang dibacakan penuntut umum?" tanya Hakim Ketua Sutarjo.

Sutarjo kemudian memberikan kesempatan bagi Alex untuk menyanggah seluruh surat dakwaan. Pada awalnya, Alex menyatakan ia mengerti surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum. Tetapi yang menarik, salah satu pemilik media ini tidak akan membantah tudingan tersebut.

"Saya tidak akan mengajukan eksepsi (nota keberatan) Yang Mulia," tukas Alex. Ia juga bersedia persidangan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi yang kembali digelar Senin 10 November 2015. Setelah sidang, Alex enggan memberikan keterangan kepada wartawan. "Nanti saja pada pembuktian saksi," pungkas Alex sambil berlalu.

BACA JUGA: