JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta menghukum anggota DPR Komisi VII Dewi Yasin Limpo beserta stafnya, Bambang Wahyu Hadi dengan pidana penjara masing-masing enam tahun dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus suap terkait pembangunan pembangkit tenaga listrik di Deiyai, Papua.

Keduanya terbukti mendapatkan uang dari seorang pengusaha bernama Setiadi Jusuf bersama dengan Kepala Dinas Pertambangan Deiyai, Irenius Adii. "Mengadili, menyatakan Dewie Yasin Limpo dan Bambang Wahyu Hadi terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama," ujar Ketua Majelis Hakim Mas´ud di Pengadilan Tipikor, Senin (13/6).

Dalam memberikan hukuman ada beberapa pertimbangan yang diambil majelis. Untuk meringankan, Dewi dan Bambang belum pernah dihukum dan juga masih mempunyai tanggungan keluarga. "Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi," ujar Hakim Mas´ud.

Hukuman ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yang meminta Dewi dan Bambang dihukum selama 9 tahun dan denda Rp600 juta subsider 3 bulan. Mereka menerima uang suap sebesar Sin$177.700 untuk memuluskan proyek pembangunan listrik di Deiyai.

Atas perbuatan tersebut keduanya terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

HAK POLITIK TAK DICABUT - Namun tidak semua permintaan penuntut umum disetujui majelis. Dalam tuntutannya, jaksa juga meminta agar hak politik untuk dipilih dan memilih Dewi Yasin Limpo agar dicabut. Tetapi majelis berpendapat lain dan tidak menyetujui permintaan itu.

"Majelis Hakim tidak sependapat dengan pendapat Jaksa Penuntut Umum. Maka, pencabutan hak politik sepatutnya untuk ditolak," ujar anggota majelis Hakim Siti.

Menurut majelis, pencabutan hak politik mempunyai peraturan perundang-undangan tersendiri dan selain itu mereka menilai bahwa masyarakat saat ini sudah cukup cerdas dalam memilih seseorang menjadi wakilnya. Oleh karena itu, pencabutan hak politik dianggap tidak perlu diputuskan majelis.

Usai sidang, Dewi masih terus membantah keterlibatannya dan meminta uang pengamanan dalam proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai meskipun sudah terbukti dalam proses persidangan. Ia kembali menyalahkan staf lainnya, Rinelda Bandaso yang melakukan perjanjian dengan pengusaha yang bernama Setiadi Jusuf.

"Jangankan nerima, melihat uangnya aja enggak. Itu kan yang punya perjanjian antara Rinelda sama Setiadi. Disitu di surat perjanjiannya tidak mengatakan untuk Ibu Dewi kok, bahwa ini untuk pengurusan proyek di Kementerian ESDM," kilah Dewi.

Ia kembali mengaku bahwa dirinya hanyalah korban dari perkara ini. "Saya korban. Udah diberentikan jadi anggota DPR, saya pun dipenjara. Demi rakyat saya dipenjara, tapi saya ga korupsi. Saya bukan koruptor, saya gak merugikan uang negara, saya gak rampok uang rakyat," tuturnya.

Meskipun begitu, Dewi enggan untuk menyatakan banding secara langsung. Ia dan tim pengacaranya akan pikir-pikir terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan tersebut. "Nanti pikir-pikir dulu ya, de. sayang, ya. Masih emosi atau apa. kita kan harus tenang. Jangan suudzon. Pokoknya kita serahkan yang terbaik menurut Allah," imbuh Dewi.

BACA JUGA: