JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus korupsi rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kabupaten Deiyai, Papua  diduga tak hanya melibatkan anggota DPR Dewie Yasin Limpo. Proyek yang sempat dibahas Komisi VII DPR itu juga diduga melibatkan anggota DPR lain. Namun hingga saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menetapkan tersangka lain, selain 5 orang yang ditetapkan tersangka terkait operasi tangkap pada 20 Oktober lalu.  

Dewie, diduga menerima sejumlah uang senilai Rp1,7 miliar agar memuluskan usulan penganggaran proyek pembangunan infrastruktur energi terbarukan tahun anggaran 2016 di Kabupaten Deiyai, Papua. Uang itu diberikan melalui tangan kanannya yaitu Rinelda Bandaso.

Terkait kasus ini KPK juga telah  memeriksa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said. Usai pemeriksaan oleh KPK, Sudirman kepada wartawan mengakui bahwa Dewie Yasin Limpo dalam forum rapat juga telah menjelaskan secara panjang lebar mengenai perlunya membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kabupaten Deiyai.

Selain Dewie menurutnya, juga ada pihak lain yang mengusulkan pembangunan itu. Yakni Jamaluddin Jafar, anggota DPR Komisi VII  yang berasal dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Namun menurut Said, setelah dievaluasi oleh Dirjen Energi Baru dan Terbarukan ESDM, proposal tersebut masih banyak kekurangan.

"Saya jelaskan proposal proyek yang menjadi perkara itu memang belum masuk ke dalam APBN Kementerian ESDM," kata Sudirman di Gedung KPK, Jumat (14/11), malam.

Mantan Direktur PT Pindad ini  menjelaskan, alasan tidak dimasukannya usulkan proyek tersebut ke dalam APBN Kementerian ESDM  yang salah satunya terkait urusan administratif. Seperti, proposal pengajuan tidak lengkap, dan beberapa syarat administratif lainnya belum sesuai dengan peraturan yang ada.

"Admnistrasinya mesti beres, studi kelayakan, detail engineering, segala macem," kata Sudirman.

Sudirman juga membeberkan bahwa proyek PLTMH itu tidak hanya sekali diajukan, tetapi berkali-kali oleh Pemda Deiyai dalam hal ini Dinas Pertambangan. Namun lagi-lagi, karena banyak kekurangan, hingga kini proyek tersebut tidak pernah masuk dalam APBN 2016.

Mengenai jumlah anggaran dalam proyek tersebut yang mencapai Rp200 miliar, Sudirman mengaku tidak mengetahuinya secara rinci. Ia juga membantah melakukan pertemuan pribadi dengan Dewie Yasin terkait rencana pembangunan PLTMH itu.

"Tidak, tidak pernah. Saya tidak pernah tahu, karena semua kita bahas dalam forum formal," tambah Sudirman.


AKTIF DIUSULKAN - Risalah rapat yang merupakan tindak lanjut hasil keputusan Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM tanggal 26 sampai 28 Januari 2015 dan isu strategis lainnya seperti Rancangan Undang-undang Migas dan harga minyak. Juga terekam bahwa pengusulan proyek PLTMH itu aktif diusulkan oleh sejumlah orang.

Dalam risalah tersebut, Dewie mengatakan bahwa Kabupaten Deiyai minim listrik termasuk di kantor bupati. Dewie mengaku sebelumnya pernah menemui rombongan masyarakat setempat dan ingin menampung aspirasinya.

"Luar biasa ini kalau Kantor Bupati saja tidak punya listrik. Kemarin itu sempat saya berikan kepada Bapak itu titipan dari mereka (warga Deiyai) saya tidak kenal siapa mereka tapi saya pikir ini harus diperjuangkan," ujar Dewie seperti dikutip dalam risalah itu.

Menanggapi hal tersebut, Jamaluddin angkat bicara. Ia juga mendukung usul dari politisi Hanura itu. "Tentang Deiyai, ada Danau Paniai itu memungkinkan itu bisa menyuplai Timika, Deiyai, Dogiayi, Paniai, Nabire, apalagi itu, ada 6 kabupaten bisa dimungkinkan untuk di suplai kalau itu Danau Paniai itu dibangun," kata Jamal.

Jamaluddin melanjutkan, banyak sungai kecil-kecil yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik mikro hidro yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat nantinya. Apalagi, Papua memang memiliki banyak sungai kecil yang berpotensi sebagai PLTMH.

"Di Deiyai itu sungai yang bisa dimanfaatkan ke hidromikro dan tidak terkecuali Papua itu masih banyak yang namanya sungai-sungai yang bisa," kata Jamaluddin dalam risalah tersebut.

Sebelumnya, KPK telah memeriksa Mulyadi anggota Kimisi VII lainnya. Mulyadi yang memimpin rapat dengar pendapat dengan Kementerian ESDM mengakui ada permohonan dari Dewie Yasin Limpo soal proyek listrik di Kabupaten Deiyai, Papua, saat rapat Komisi Energi DPR dengan Kementerian ESDM.

Mulyadi yang dikonfirmasi sesuai menjalani pemeriksaan selama 6 jam oleh penyidik KPK, pada  Rabu (4/11) mengakui memberi masukan bahwa daerah Papua itu umumnya ada potensi untuk pembangkit listrik dari tenaga air karena banyak sungai-sungai kecil. "Itu dalam rapat terbuka di komisi bulan April lalu," ujar Jamaluddin.


BARU DEWI TERSANGKANYA - Terkait kasus tersebut, KPK belum ada  anggota Komisi VII lainnya sebagai tersangka. Penetapan Dewie ini tak lepas dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan tim penyidik KPK pada Senin (20/10).

Dari hasil penangkapan, penyidik menyita sejumlah uang dalam pecahan SGD50, SGD100 dan SGD1000 dengan nilai total SGD177.700 atau sekitar Rp1,7 miliar.

Selain Dewie ada dua orang lagi yang juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga  penerima suap. Mereka adalah Rinelda Bandaso yang merupakan sekretaris pribadi Dewie, serta Bambang Wahyu Hadi staf ahli Dewie. Ketiganya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Selanjutnya, selain pihak penerima, KPK juga telah menetapkan pihak pemberi suap yang dalam hal ini pihak swasta yaitu Setiadi dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Papua Iranius. Mereka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Dalam proses penangkapan, KPK sebenarnya meringkus delapan orang, tetapi ternyata hanya lima orang yang diduga tekait kasus penyuapan itu. Tiga orang lainnya adalah supir rental mobil, seorang anggota polisi yaitu Devianto yang merupakan ajudan Setiadi, dan  Harry yang juga seorang pengusaha.

BACA JUGA: