JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidikan kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom jalan di tempat. Kejaksaan Agung (Kejagung) belum juga mengungkap dan menetapkan tersangka. Padahal Kejagung mengaku telah mengantongi cukup bukti dugaan transaksi fiktif untuk mengajukan restitusi pajak.

Terakhir, Kejagung mengaku masih mendalami akibat transaksi palsu tersebut dan kaitannya dengan bursa saham. Hal itu sesuai dengan rekomendasi Panitia Kerja (Panja) DPR yang menyatakan kasus restitusi pajak PT Mobile-8 adalah wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena kasusnya masuk window dressing. PT Mobile-8 Telecom pada periode kasus ini, tahun 2008-2009, sudah tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya (sekarang Bursa Efek Indonesia) dengan kode saham FREN.

Window dressing dalam pengertian pasar modal, akuntansi, dan keuangan diartikan sebagai suatu rekayasa akuntansi sebagai upaya menyajikan gambaran keuangan yang lebih baik daripada yang dapat dibenarkan menurut fakta dan akuntansi yang lazim. Caranya dengan menetapkan aktiva atau pendapatan terlalu tinggi dan menetapkan kewajiban atau beban terlalu rendah dalam laporan keuangan.

Namun hingga kini OJK belum bersikap atas penyidikan restitusi pajak PT Mobile-8. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Haddad enggan membeberkan rekomendasi lembaganya atas kasus ini. Muliaman hanya menjelaskan soal koordinasi penanganan perkara pidana di sektor jasa keuangan.

"Yang jelas selalu berkoordinasi dan kami cermati, untuk detail tidak bisa disampaikan ke publik," jelas Muliaman saat disoal kasus restitusi Pajak PT Mobile-8 usai penandatangan MoU antara Kejagung dan OJK, Jumat (3/6).

Muliaman tetap tak mau buka suara soal hasil koordinasi penyidik Jampidsus dengan OJK. Termasuk rekomendasi apa yang disampaikan OJK kepada penyidik. "Nanti saya akan jelaskan," jawab Muliaman sambil memasuki mobilnya.

Sementara itu Jaksa Agung HM Prasetyo juga tak mau menjelaskan hasil koordinasi dengan OJK. Prasetyo mengatakan penyidik Kejagung dan OJK masih melakukan pembahasan.

"Tadi masih dibahas kan, OJK sudah ngomong juga mereka membantu untuk mencermati kasus Mobile-8 dan mereka punya kapasitas untuk itu," kata Prasetyo.

SIKAP PANJA DPR - Komisi III DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengawasi proses hukum kasus restitusi pajak PT Mobile-8. Salah satu rekomendasinya adalah Kejagung diminta berhati-hati menangani kasus ini. Selain masuk ranah pidana pidana, kasus ini bisa juga masuk kewenangan OJK.

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa mengatakan masalah penegakan hukum dalam kasus ini harus dilihat lebih jernih oleh Kejagung. Misalnya kalau ada window dressing bukan wilayah kejaksaan melainkan wilayah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Desmond menilai, dalam kasus restitusi pajak PT Mobile-8 bukanlah ranahnya kejagung melainkan OJK yang lebih berwenang menangani. Oleh karenanya, Kejagung dinilai salah alamat tangani kasus Mobile 8.

Namun dalam Raker terakhir antara Komisi III dan Jaksa Agung HM Prasetyo dikatakan kasusnya masih penyidikan dan sedang dikembangkan. Anggota Panja Arsul Sani meminta Kejagung objektif menanganinya.

Jika dalam waktu tertentu penyidik Kejaksaan Agung belum menemukan bukti untuk menetapkan tersangka, Panja akan bersikap. "Panja (bisa) meminta tak dilanjutkan supaya tidak ada kesan kriminalisasi, tapi kalau ditemukan alat bukti ya harus dituntaskan," tegas Arsul.

BUKTI FIKTIF - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto saat itu mengatakan, penyidik masih membutuhkan sejumlah klarifikasi data dari sejumlah orang. Sebab ada dokumen milik PT Investasi Hasil Sejahtera (MNC Group) yang digunakan sebagai lampiran untuk mengajukan restitusi pajak.

Dua saksi yang diperiksa adalah mantan Direktur Keuangan PT Investasi Hasil Sejahtera Dipa Simatupang dan mantan Direktur Marketing PT Investasi Hasil Sejahtera Michael Stefan Dharmajaya.

"Pemeriksaan kedua saksi pada pokoknya terkait dengan pemeriksaan dokumen-dokumen pengeluaran PT Investasi Hasil Sejahtera dalam bentuk cek/bilyet giro yang diduga telah dipergunakan oleh PT Mobile Telecom sebagai bahan lampiran pengajuan permohonan kelebihan pembayaran pajak yang seolah-olah transaksi tersebut berasal dari PT Djaja Nusantara Komunikasi," kata Amir di Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.

Dalam pemeriksaan sejumlah saksi-saksi diketahui ada peran Hary Tanoe. Hary diduga memerintahkan Direktur Utama PT Mobile-8, Hidayat Tjandrajaja, untuk mengajukan restitusi pajak. Namun Hary menyangkal kesaksian Hidayat tersebut.

BACA JUGA: