JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung belum juga mengungkap nama dua tersangka kasus dugaan korupsi dengan modus pengembalian (restitusi) kelebihan pembayaran pajak yang melibatkan PT Mobile 8  Telecom. Meski belum diungkap namanya, justru dua orang yang merasa ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, sudah melawan duluan.

Dua orang itu, Hary Djaja, ipar pemilik MNC Group Hary Tanoesoedibjo selaku Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) dan Anthony Candra, Direktur PT Mobile 8 saat itu. Mereka, mendadak mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan diri mereka sebagai tersangka kasus tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Uniknya meski kedua orang tersangka kasus PT Mobile 8 itu sudah mengajukan perlawanan dengan mengajukan gugatan praperadilan, Jaksa Agung M Prasetyo tetap bungkam ketika ditanyakan kepastian apakah kedua orang itu benar telah ditetapkan sebagai tersangka. Saat dikonfirmasi soal dua nama tersebut, Jaksa Agung M Prasetyo tetap mengelak menjawab.

Prasetyo mengatakan kasus ini masih penyidikan umum. "Lah ada tahapan-tahapan ini kan penyidikan umum istilahnya," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (19/11).

Namun saat disoal adanya gugatan praperadilan oleh dua orang yang mengaku sudah ditetapkan sebagai tersangka, Prasetyo menyatakan pihaknya siap menghadapi. Prasetyo menegaskan, dalam kasus restitusi pajak PT Mobile 8 bukan soal pajak namun masalah korupsi.

"Tax amnesty kan masalah pajak sejak awal kita katakan bahwa kasus itu bukan masalah pajak tapi masalah korupsi," Prasetyo.

Soal ditetapkannya dua kerabat Hary Tanoe sebagai tersangka itu justru terungkap dari Humas PN Jaksel Made Sutrisna. Made mengatakan, PN Jaksel menerima berkas gugatan praperadilan dari Hary Djaja dan Anthony atas penetapan mereka sebagai tersangka kasus korupsi bermodus pajak PT Mobile 8.

Sidang perdana gugatan praperadilan itu, kata Made, akan digelar pada Senin (21/11) setelah sebelumnya ditunda. Dia membenarkan pemohon gugatan adalah kedua nama itu, dalam berkas terpisah, yaitu bernomor 141 atas nama Hary Djaja dan nomor  140 atas nama pemohon Anthony Candra.

Penetapan dua tersangka itu dilakukan setelah penyidik gedung bundar menerima laporan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan kerugian negara akibat dugaan korupsi tersebut senilai Rp86 miliar. Penyidik memeriksa sejumlah saksi, salah satunya Hary Tanoe Soedibjo. HT membantah terlibat kasus restitusi pajak PT Mobile 8.

Kasus dugaan korupsi ini berawal setelah penyidik Kejagung menemukan adanya transaksi palsu terkait permohonan restitusi pajak antara PT Mobile 8 dengan PT Jaya Nusantara pada periode 2007-2009. Di mana, dalam kurun waktu tersebut, PT Mobile 8 diduga telah memalsukan bukti transaksi dengan PT Jaya Nusantara hingga mencapai Rp80 miliar.

PT Jaya Nusantara sebenarnya tidak mampu untuk membeli barang dan jasa telekomunikasi milik PT Mobile 8. Namun transaksi direkayasa, seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.

Temuan transaksi palsu diperkuat keterangan saksi dari Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK), Ellyana Djaja. Ellyana Djaya mengatakan ada traksaksi senilai Rp80 miliar yang merupakan hasil manipulasi untuk menyiasati seolah-olah ada transaksi sejumlah itu.

Bulan Desember 2007, PT Mobile-8 Telecom dua kali mentransfer uang, masing-masing sejumlah Rp50 miliar dan Rp30 miliar. Untuk menyiasati agar seolah-olah terjadi jual-beli, maka dibuat invoice atau faktur yang sebelumnya dibuat purchase order.

Setahun kemudian, yakni 2008, PT DNK, menerima faktur pajak dari PT Mobile8 Telecom yang total nilainya Rp114,98 miliar. Padahal, PT DNK tidak pernah melakukan pembelian dan pembayaran, serta merima barang.

TIDAK TRANSPARAN - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menyayangkan tak diungkapnya nama tersangka kasus PT Mobile 8. Padahal penyampaian nama tersangka dengan inisial merupakan informasi publik sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Informasi tersebut bukanlah informasi yang dikecualikan menurut undang-undang ini, karena tidak ada substansi dan bukti hukum penanganan perkara yang harus dibuka oleh penyidik Kejaksan pada publik. Alasan kejaksaan tidak mengungkap nama tersangka karena intruksi presiden (Impres) No 1 2016 tentang proyek strategi nasional tak bisa diterima nalar.

Pasalnya,  tidak semua penanganan korupsi ada kaitannya dengan proyek strategis nasional. "Harusnya disampaikan bisa dengan inisial. Impres tersebut jangan jadi tameng kejaksaan sembunyikan tersangka," kata Wana kepada gresnews.com.

Wana mengatakan, tak diungkapnya inisial tersangka kasus korupsi makin memperburuk kinerja Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Prasetyo. Dua tahun ini kinerja  Kejaksaan kiat buruk. "Saya kira selama dua tahun terakhir M Prasetyo telah gagal," kata Wana.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menegaskan, telah mengantongi nilai kerugian negara dari kasus restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom (kini PT Smartfren). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengaudit dan menghitung kasus korupsi restitusi ini memperkirakan nilai kerugian negara mencapai Rp86 miliar.

Atas dasar perhitungan kerugian negara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, Kejagung akan segera menetapkan tersangka. Kejagung sendiri bersikukuh mengaku belum mentapkan tersangka. Arminsyah mengatakan, dari bukti dokumen dan keterangan saksi-saksi telah ditemukan benang merah yang mengarah pada siapa orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini.

Hanya saja, penyidik memang sudah memeriksa intensif Hary Djaja dan Anthony. Hary juga mantan Komisaris PT Bhakti Investama yang merupakan bagian dari MNC Grup. Hary Djaja adalah adik ipar Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Menurut Armin penyidik telah memverifikasi dokumen-dokumen transaksi antara PT DNK dengan PT Mobile 8 Telecom yang dipergunakan sebagai salah satu lampiran-lampiran data dalam pengajuan permohonan kelebihan pembayaran Pajak.

Dalam lampiran tersebut terdapat transaksi yang diduga bukan berasal dari PT DNK melainkan oleh PT Investasi Hasil Sejahtera yang ditandatangani oleh Hary. PT Investasi Hasil Sejahtera juga bagian dari MNC Grup setelah diambilalih pada 2010.

Dalam pemeriksaan sejumlah saksi-saksi juga disebut ada peran Hary Tanoe. Hary diduga memerintahkan Direktur Utama PT Mobile 8, Hidayat Tjandrajaja untuk mengajukan restitusi pajak. Belakangan, Hary Tanoe telah menyangkal kesaksian mantan Direktur Utama PT Mobile 8, Hidayat. "Siapa bilang (ada instruksi)? Tidak ada," kata Hary Tanoe beberapa waktu lalu usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.

Hary mengatakan, persoalan aliran dana perusahaan masuk dalam ranah operasional yang bukan urusannya. "Saya lebih pada arah kebijakan daripada grup itu harus dibawa kemana. Operasional saya tidak terlibat," katanya.

BACA JUGA: