JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kalah dalam gugatan praperadilan oleh dua tersangka kasus dugaan korupsi Restitusi Pajak PT Mobile 8-Telecom, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tidak akan mundur. Tim penyidik akan melanjutkan penyidikan kasus dengan menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru.

Kejagung menyatakan kasus restitusi pajak PT Mobile-8 murni korupsi bukan pajak. "Kita akan terbitkan Sprindik baru. Walau pun demikian, kita tetap menghormati putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejaksaan Agung, Selasa (29/11) malam.

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan permohonan pra peradilan dua tersangka kasus Mobile 8 Telecom dan menyatakan penetapan tersangka kepada Hary Djaja (Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) dan Anthony Candra tidak sah. Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan, kasus restitusi pajak yang disidik bukan kewenangan pihak Kejaksaan Agung.

Sesuai Pasal 44 Undang -Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mengatur soal kewenangan penyidikan. Menurut ketentuan pasal tersebut, ketika terjadi tindak pidana perpajakan maka yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan adalah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan.

Ada pun bunyi Pasal 44 adalah :
(1) Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.

Maka Hakim tunggal praperadilan meminta Kejagung hentikan penyidikan kasus restitusi pajak PT Mobile-8.

Namun Arminsyah mengaku sudah menerima surat dari Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan. Yang isinya menyatakan bahwa Kejagung berwenang menyidik kasus restitusi pajak PT Mobile-8. "Dalam surat itu ditandatangai Kasubdit Penyidikan selaku ahli di bidang pajak Abdul Aziz," kata Arminsyah.

Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Moh Rum dalam konferensi persnya menegaskan soal tax amnesty yang dikatakan pihak tersangka bahwa setelah mengikuti program tax amnesty maka penyidikan kasus PT mobil 8 Telecom gugur adalah salah besar. Pasalnya surat Kementerian Keuangan menyatakan pengajuan tax amnesty PT Djaja Nusantara Komunikasi tidak menggugurkan tindak pidana korupsi PT Mobile 8 Telecom.

"Kita punya surat orang pajak itu menyatakan itu kasus korupsi.‎ Mereka bilang tax amnesty menggugurkan (penyidikan), kita langsung kirim surat ke Kemenkeu dan dibalas tax amnesty tidak menggugurkan tindak pidana korupsi," tegasnya.

BERKACA KASUS CHEVRON - Penasihat hukum Antoni Chandra, Hotman Paris Hutapea mengapresiasi putusan hakim yang telah mengabulkan sebagian permohonannya. Menurut Hotman, putusan hakim tersebut pada dasarnya menjelaskan bahwa perkara yang sedang disidik oleh Kejaksaan Agung merupakan tindan pidana perpajakan, bukan tindak pidana korupsi.

Kuasa hukum yang lainnya, Andi Simangunsong berharap setelah adanya dua putusan hakim PN Jakarta Selatan terhadap dua kliennya tersangka kasus restitusi pajak dapat segera dihentikan. "Mudah-mudahan pihak Kejaksaan Agung bisa dengan segera menghentikan penyidikan perkara ini," kata Andi kepada wartawan.

Namun Rum lagi-lagi menegaskan jika dalam kasus restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom merupakan kasus tindak pidana korupsi bukan perpajakan berdasarkan surat Kemenkeu dan alat bukti yang ada dikantong penyidik.

"Ini transaksi fiktif, kita sudah minta BPK untuk menghitungnya, kerugiannya Rp 86 miliar. Jadi jelas tersangka itu melakukan transaksi fiktif," kata Rum.

Rum mengatakan setelah diterbitkan Sprindik baru, tim penyidik akan mempercepat pemberkasan tersangka untuk segera dibawa ke pengadilan. Rum meyakini kasus ini merupakan perkara korupsi bukan pidana pajak semata.

Langkah pantang mundur ini bukan tanpa alasan. Pada saat kalah praperadilan melawan PT Victoria Securities Indonesia, Kejagung tetap sidik kasus ini.

Lalu berkaca pada kasus bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia, Kejagung tetap sidik kasus ini dengan tersangka saat itu Bachtiar Abdul Fatah. Bachtiar menang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hakim tunggal sidang praperadilan saat itu Sungkoharsono memenangkan gugatan Bachtiar dan membebaskannya dari status tersangka. Namun Jaksa Agung Muda Pidana Khusus saat itu Andhi Nirwanto memutuskan untuk melanjutkan dan segera melimpahkan perkaranya ke pengadilan.

Dan dalam prosesnya Kejaksaan Agung berhasil membuktikan dalam persidangan Bachtiar Abdul Fatah bersalah. Dalam kasus ini, Bachtiar masih menempuh upaya hukum luar biasa dengan melakukan peninjauan kembali.

BACA JUGA: