JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidikan kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom oleh Kejaksaan Agung hingga kini masih berkutat pada pemeriksaan saksi untuk merumuskan penetapan tersangka. Kejagung seperti ragu melangkah untuk segera menentukan siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp10 miliar itu.

Sikap ragu Kejagung ini membuka ruang bagi pihak DPR untuk menekan. Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk Komisi III DPR meminta Kejaksaan Agung tak melanjutkan penyidikannya jika memang tidak cukup bukti.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyampaikan, Panja telah memberikan rekomendasi kepada Jaksa Agung M Prasetyo dalam kasus restitusi Pajak PT Mobile-8. Kejagung diminta hati-hati dan menunggu penyidikan yang dilakukan Ditjen Pajak atas kasus ini. Namun Panja hanya sebatas memberi rekomendasi karena keputusan tetap di tangan Jaksa Agung.

Salah satu rekomendasinya, Panja Kasus Mobile-8 merekomendasikan untuk tidak melanjutkan karena kasus ini masuk dalam lingkup perpajakan atau administrative penal law sehingga penanganannya mengacu pada ketentuan Pasal 44 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

Namun dalam Raker terakhir antara Komisi III dan Jaksa Agung dikatakan kasusnya masih penyidikan dan sedang dikembangkan. "Oke jalan kita beri kesempatan. (Penyidikan) itu kita hormati," kata Arsul kepada gresnews.com, Minggu (15/5).

Sementara proses penyidikan berjalan, pihak Panja juga tak tinggal diam. Kata Arsul, Panja ikut mengawasinya. Jika dalam waktu tertentu penyidik Kejaksaan Agung belum menemukan bukti untuk menetapkan tersangka Panja akan bersikap. "Panja (bisa) meminta tak dilanjutkan supaya tidak ada kesan kriminalisasi, tapi kalau ditemukan alat bukti ya harus dituntaskan," tegas Arsul.

Arsul mengatakan, Panja yang dibentuk Komisi III tidak bertujuan untuk mengintervensi Kejaksaan Agung. "Namun kerja Panja ikut membantu Kejaksaan Agung," tegas Arsul.

Pihak Kejagung sendiri menegaskan belum akan menyerah dalam menyelidiki kasus ini. Kejagung mengaku masih terus memeriksa saksi-saksi untuk memperkuat bukti-bukti yang dimiliki penyidik.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto mengatakan, penyidik masih membutuhkan sejumlah klarifikasi data dari sejumlah orang. Alasannya, ada dokumen milik PT Investasi Hasil Sejahtera (MNC Group) yang digunakan sebagai lampiran untuk mengajukan restitusi pajak.

Dua saksi yang diperiksa adalah mantan Direktur Keuangan PT Investasi Hasil Sejahtera Dipa Simatupang dan Mantan Direktur Marketing PT Investasi Hasil Sejahtera Michael Stefan Dharmajaya.

"Pemeriksaan kedua saksi pada pokoknya terkait dengan pemeriksaan dokumen-dokumen pengeluaran PT Investasi Hasil Sejahtera dalam bentuk cek/bilyet giro yang diduga telah dipergunakan oleh PT Mobile 8 Telecom sebagai bahan lampiran pengajuan permohonan kelebihan pembayaran pajak yang seolah-olah transaksi tersebut berasal dari PT Djaja Nusantara Komunikasi," kata Amir.

BENANG MERAH - Selain memeriksa sejumlah saksi, penyidik juga tengah merumuskan unsur kerugian negara setelah berkoordinasi dengan Ditjen Pajak, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, dari bukti dokumen dan keterangan saksi-saksi telah ditemukan benang merah yang mengarah pada penetapan tersangka.

Siapa orang yang paling bertanggung jawab, Armin masih belum buka suara. ‎"Siapa yang paling bertanggungjawab, (sudah ada) nanti akan kita infokan, masih kita mantapkan buktinya," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (2/5).

Penyidik, kata Arminsyah, yakin akan mampu mengungkap kasus ini hingga tuntas. Dua pekan lalu juga penyidik telah memeriksa mantan Dirut PT Djaja Komunikasi Nusantara (DNK) Hary Djaja. Dia juga mantan Komisaris PT Bhakti Investama yang merupakan bagian dari MNC Group. Hary Djaja yang juga adik ipar Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo sebelumnya sempat beberapa kali mangkir dari pemeriksaan.

Menurut Armin, penyidik telah memverifikasi atas dokumen-dokumen transaksi antara PT DNK dengan PT Mobile 8 Telecom yang dipergunakan sebagai salah satu dari seluruh lampiran-lampiran data dalam pengajuan permohonan kelebihan pembayaran pajak.  Dalam lampiran tersebut terdapat transaksi yang diduga bukan berasal dari PT DNK melainkan oleh PT Investasi Hasil Sejahtera yang ditantatangani oleh Hary.

PT Investasi Hasil Sejahtera juga bagian dari MNC Group setelah diambil alih pada 2010. "Sudah kita tanyakan, sudah ada hasilnya dan masih didalami," terang Armin beberapa waktu.

Dalam pemeriksaan sejumlah saksi-saksi diketahui ada peran Hary Tanoe. Hary diduga memerintahkan Direktur Utama PT Mobile 8, Hidayat Tjandrajaja, untuk mengajukan restitusi pajak. 

Hary Tanoe sendiri telah menyangkal kesaksian Hidayat. "Siapa bilang (ada instruksi)? Tidak ada," kata Hary Tanoe beberapa waktu lalu usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.

Hary mengatakan, persoalan aliran dana perusahaan masuk dalam ranah operasional yang bukan urusannya. "Saya lebih kepada arah kebijakan daripada grup itu harus dibawa ke mana. Operasional saya tidak terlibat," katanya.

Dalam pemeriksaan itu, Hary Tanoe memang lebih banyak menjawab "tidak tahu" atau "lupa" ketika ditanya mengenai beberapa instruksi, laporan dan petunjuk terkait pencairan dan distribusi uang dalam permohonan restitusi pajak.

BACA JUGA: