JAKARTA, GRESNEWS.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta untuk meninjau ulang proses pencalonan dua komisaris PT Bank Sumatera Utara (Sumut) lantaran menabrak banyak prosedur dan aturan terkait pemilihan komisaris sebuah bank milik pemerintah/pemerintah daerah. Dipilihnya dua calon komisaris Bank Sumut yaitu Rizal Pahlevi sebagai calon komisaris utama dan Hendra Arbie sebagai calon komisaris, dinilai banyak "permainan" dan kongkalikong.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Eva Kusuma Sundari mengatakan, OJK harus bisa bersikap tegas membatalkan pemilihan komisaris Bank Sumut lantaran dilakukan tanpa mengindahkan aturan, diantaranya tanpa didahului Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Nama Rizal dan Hendra seperti diketahui diajukan secara sepihak oleh Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi.

Eva menjelaskan, mekanisme pemilihan pengurus bank sudah diatur secara tegas dalam peraturan Bank Indonesia dan OJK. Selain itu, mekanisme serupa juga diatur dalam ketentuan internal bank, misalnya, di anggaran dasar. Dengan pengaturan tersebut, kata Eva, semua pihak harus patuh termasuk pihak pengawas bank.

"Jika diatur pengajuan atau pemilihan melalui RUPS, ya semua pihak harus patuh. Jika tidak dipatuhi maka akan terjadi pelanggaran terhadap prinsip good corporate governance (GCG--tata kelola perusahaan yang baik), yang bisa berdampak pada tingkat kesehatan bank dan hilangnya kepercayaan masyarakat maupun nasabah," kata Eva kepada gresnews.com, Sabtu (14/5).

Karena itu, kata Eva, OJK tak bisa bersikap mendua, di satu sisi mengetahui aturan itu, namun di sisi lain membiarkan proses pemilihan komisaris Bank Sumut berjalan dengan meluluskan Rizal dan Hendra dari fit and proper test. Dia menilai sikap OJK selaku regulator ini sangat memprihatinkan.

Eva menegaskan, seharusnya OJK memberi contoh kepatuhan terhadap ketentuan, bukan berperilaku yang memunculkan budaya hukum kelembagaan yang superior berupa kekuasaan (tidak patuh hukum). "Sikap double standard OJK dalam penerapan ketentuan pemilihan pengurus bank, termasuk di bank daerah, akan kontraproduktif bagi penguatan industri keuangan dan perbankan tanah air," kata Eva.

Selain tidak diputuskan lewat mekanisme RUPS, proses pemilihan komisaris Bank Sumut juga melanggar ketentuan karena hanya memunculkan dua nama. Padahal, kata Eva, seharusnya berdasarkan aturan perbankan, yang diajukan minimal adalah tiga nama.

Sesuai Peraturan Bank Indonesia, Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) minimal harus terdiri dari 3 orang yang terdiri dari 3 unsur yaitu dari pemegang saham pengendali, pemegang saham minoritas dan unsur manajemen.

"Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada, maka hasil kerja KRN itu dipastikan tidak sah. Apalagi jika pengajuan calon pengurus itu langsung oleh gubernur sebagai pemegang saham pengendali. Itu namanya intervensi dan jelas pelanggaran GCG," tegas politisi PDI Perjuangan ini.

Eva mengaku, apabila secara umum, jika terjadi masalah internal mestinya cepat diselesaikan secara internal. "Jangan sampai berlarut-berlarut. Jika berlarut, OJK harus turun tangan menyelesaikannya dengan lebih dahulu melakukan pemeriksaan secara objektif," ujarnya.

Eva mengungkapkan, untuk masalah komisaris Bank Sumut, mestinya OJK sejak awal menolak hasil RUPS atau keputusan Gubernur yang dapat berakibat terjadinya kekosongan komisaris, komisaris utama tanpa ada penggantinya. "Jika sudah terjadi kekosongan itu seperti sekarang ini, sebaiknya dikembalikan dulu komisaris utama yang lama untuk selesaikan masalah atau memproses pemilihan komisaris baru," ujarnya.

Dalam permasalah yang terjadi, OJK harus independen, tidak boleh diintervensi dan tidak boleh pula memihak. Selain independen, OJK juga harus bersikap transparan, akuntabel, responsible dan fairness. Semua prinsip OJK itu sudah diatur secara tegas dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

"Kami anggota DPR, khususnya Komisi XI akan terus mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan fungsi OJK agar tidak menyimpang dari UU dan semangat pembentukannya dahulu, apalagi digunakan untuk kepentingan pribadi pihak-pihak tertentu," paparnya.

Seperti diketahui, Bank Sumut sudah sejak 1 Juli 2015 lalu mengalami kekosongan posisi komisaris utama. Posisi itu kosong lantaran Komisaris Utama Djaili Azwar mundur dari jabatannya yang disetujui tanpa melalui keputusan RUPS. Pemegang saham pengendali pada saat itu Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho tidak menunjuk penggantinya tanpa alasan jelas, sehingga komposisi dewan komisaris hanya diisi dua orang komisaris independen hingga saat ini.

Jumlah dan komposisi keanggotaan dewan komisaris ini melanggar Peraturan BI tentang GCG, Peraturan Daerah Provinsi dan Anggaran Dasar PT Bank Sumut, yang mengatur jumlah anggota dewan komisaris minimal tiga orang dan salah satunya adalah komisaris utama.

Kekosongan ini posisi komisaris ini juga kemudian ikut menyerat OJK yang dinilai melakukan pembiaran dan memperburuk keadaan. Pembiaran pelanggaran tersebut dituding merupakan konspirasi antara OJK dengan pemilik dan pengurus bank untuk kepentingan dan keuntungan pribadi pihak tertentu.

Terlebih dalam kurun waktu itu, Bank Sumut juga dilanda banyak masalah. Diantaranya kasus kredit macet sebesar Rp325 miliar yang akan dihapusbukukan oleh pihak Bank Sumut tanpa penjelasan soal siapa debitur "nakal" yang menyebabkan macetnya dana sebesar itu.

DUGAAN KOLUSI - Ketua Umum Relawan Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) Riano Oscha menilai proses pemilihan komisaris Bank Sumut penuh dugaan kolusi karena tidak mengacu pada aturan yang berlaku. "Harusnya setiap usulan calon komisaris di PT Bank Sumut harus melalui Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN) yang lengkap minimal tiga orang dengan adanya komisaris non independen sebagai salah satu calon anggota yang diatur dalam ketentuan," kata Riano kepada gresnews.com, Sabtu (14/5).

Riano mengatakan, calon anggota komisaris wajib memenuhi persyaratan utama yaitu integritas, kompetensi dan reputasi keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia No.12/23/2010 tentang Uji Kelayakan dan Kepatutan (Fit and Proper Test). "Kalau Rizal Pahlevi sudah tidak memenuhi persyaratan integritas dan kompetensi lagi sebagai komisaris karena telah melakukan berbagai pelanggaran berat GCG, " ujarnya.

Pihaknya mendesak Dewan Komisioner OJK untuk membatalkan dan menyatakan Rizal dan Hendra tidak lulus fit and proper test, karena proses pengajuan dan pencalonan nyata-nyata dilakukan menyimpang dan melanggar peraturan dan ketentuan yang berlaku. "Calon-calon komisaris yang diajukan juga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia dan berpotensi menimbulkan conflict of interest," tegas Riano.

Bahkan berdasarkan track record dan catatan serta bukti yang ada, Rizal Pahlevi sebagai calon komisaris utama jelas tidak memenuhi aspek integritas dan secara nyata telah berkali-kali melakukan pelanggaran berat GCG yang fatal. OJK, kata dia, seharusnya melakukan fit and proper test dalam rangka penilaian kembali terhadap semua anggota Dewan Komisaris dan Direksi PT Bank Sumut karena adanya indikasi permasalahan integritas dan kompetensi berupa terjadinya pelanggaran-pelanggaran GCG dan ketidakmampuan melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan Bank sebagaimana dimaksud PBI No.12/23/2010 tentang uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).

"Jika OJK tidak bersikap tegas sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku, maka LRJ akan melaporkan masalah ini kepada Presiden Jokowi," pungkasnya.

Pada kesempatan terpisah, peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aryo Irhamna mengatakan, OJK meskipun lembaga baru tetapi sumber daya manusianya  memiliki kualifikasi untuk melakukan seleksi pimpinan bank karena SDM OJK mayoritas berasal dari BI dan Bappepam LK.

"Ya pemilihan komisaris atau perusahaan yang sudah terbuka harus melalui proses RUPS kemudian melalui proses fit and proper test oleh OJK," kata Aryo kepada gresnews.com, Sabtu (14/5). Aryo mengaku, sebelum masa jabatan habis, seharusnya sudah ada proses untuk memilih komisasris baru.

Terkait masalah ini, Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Irwan Lubis enggan berkomentar. "Maaf mas saya tidak bisa jawab, silakan tanya saja ke pak Heru Kristiana (Ketua Deputi Komisioner OJK Bidang Perbankan-red)," kata Irwan kepada gresnews.com, Sabtu (14/5).

Seperti diketahui, menurut UU No. 7 Tahun 1992 yang diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan berbagai Peraturan Bank Indonesia, pengelolaan sebuah bank harus berdasarkan prinsip kehatian-hatian (prudential banking), prinsip manajemen risiko dan kepatuhan (risk management and compliance) dan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).

Sebelumnya, elemen masyarakat sipil Sumut yang tergabung dalam Aliansi Sumut juga sempat melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor OJK. Mereka menuntut OJK untuk menindak tegas pejabat OJK regional 5 Sumatera Utara dan OJK pusat yang diduga terlibat dan bertanggung jawab atas permasalahan pelanggaran GCG dan penurunan kerja di Bank Sumut.

Tuntutan terhadap OJK Pusat untuk bisa mengambil sikap maupun tindakan yang diperlukan guna menghentikan intervensi Gubernur Sumut sebagai pemegang saham pengendali yang tidak sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam pergantian pengurus Bank Sumut. Mereka juga menuntut proses fit and proper test calon komisaris utama dan calon komisaris Bank Sumut Rizal Pahlevi dan Hendra Arbi.

BACA JUGA: