JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) bertekad tak akan menggubris rekomendasi Panitia Kerja (Panja) kasus restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom yang dibentuk oleh Komisi III DPR. Kejagung akan tetap meneruskan penyidikan dan segera menetapkan tersangkanya.

Hal itu ditegaskan oleh Jaksa Agung Muhammad Prasetyo saat Rapat Kerja dengan anggota Komisi III DPR, Kamis (21/4). Prasetyo mengakui, dalam penyidikan kasus tersebut memang banyak gangguan. Namun penyidik berkomitmen untuk menuntaskan kasus tersebut.

"Kejaksaan akan berkomitmen menyidik secara serius dengan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat," kata Prasetyo, yang terkesan menganggap rekomendasi itu sebagai intervensi terhadap proses hukum yang tengah dilakukannya.

Sebelumnya Panja Kasus Mobile-8 DPR mengeluarkan sejumlah rekomendasi terhadap penanganan kasus korupsi restitusi pajak Mobile-8 oleh Kejagung. Diantaranya, Panja menilai permasalahan kasus restitusi pajak Mobile-8 adalah permasalahan dalam ruang lingkup perpajakan atau bersifat administrative penal law dan bukan kewenangan dari Kejagung. Oleh Karena itu Panja meminta penanganannya mengacu pada ketentuan Pasal 44 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Kedua, Kejagung perlu menunggu hasil penanganan oleh penyidik tindak pidana di bidang perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan. Ketiga, penyidik Kejagung sebaiknya berkoordinasi dengan penyidik tindak pidana di bidang perpajakan Ditjen Pajak, sambil menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap ada tidaknya kerugian negara.

Keempat, terkait pencekalan kepada pihak yang merasa dirugikan, disarankan untuk menggunakan hak hukumnya. Kelima, Kejaksaan dan Direktorat Jenderal Pajak diminta dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) penegakan hukum untuk selalu berpedoman pada ketentuan perundang-undangan.

Bahkan Panja juga menilai pesan singkat (SMS) bernada ancaman dari yang diduga dikirimkan oleh Hary Tanoesoedibjo kepada penyidik Kejagung dinilai bukan merupakan tindakan melawan hukum.

Namun Prasetyo menegaskan tak akan mundur dalam menangani perkara tersebut. Penyidikan yang dilakukannya, menurut  dia,  didasarkan dugaan adanya niat jahat (mens rea) berupa penyimpangan dari pemeriksa pajak. Dalam melakukan pemeriksaan permohonan restitusi pajak yang tidak didukung dengan bukti yang sah, sehingga terjadi pembayaran restitusi tidak sesuai dengan ketentuan APBN Pasal 12 Keppres Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

Menurut Prasetyo,  penyidik memiliki bukti awal yang cukup. Antara lain dengan adanya transaksi fiktif antara PT Mobile-8 dan PT Djaja Nusantara Komunikasi pada 2007-2008. Dalam pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan tidak terdapat pengusulan untuk dilakukannya bukti permulaan padahal patut diduga telah terjadi tindak pidana perpajakan dengan penggunaan faktur yang tidak sah sehingga bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

Dengan faktur tidak sah maka seharusnya proses pemeriksaan pengembalian restitusi pajak Mobile-8 ditangguhkan sampai pemeriksaan bukti permulaan diselesaikan penyidikannya. Sehingga penyidik meyakini peristiwa tersebut memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi. Terlebih lagi pemberlakuan administrative penal law lebih ditujukan optimalisasi pendapatan negara dan bukan hilangnya keuangan negara.

Terkait permintaan dari salah satu rekomendasi Panja Komisi III DPR untuk menunggu hasil penyidikan perpajakan, Kejagung mengaku tak akan berhenti. Malah dengan dikabulkan dan diterima dananya oleh wajib pajak Mobile-8, peristiwa tersebut telah voltooid (perbuatan yang sudah selesai) sebagai tindak pidana korupsi, sehingga penyidikan yang dilakukan Kejagung sudah sesuai peraturan perundangan dan tidak perlu menunggu penanganan penyidik pajak.

"Jika penyidik pajak akan menyidik maka ruang lingkupnya menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak misalnya transaksi penjualan saham PT Mobile-8 kepada pembeli saham yang berpotensi pada pendapatan atau penerimaan pajak perorangan atau perusahaan," kata Prasetyo.

Kejagung juga mengaku telah berkoordinasi dengan Ditjen Pajak pada 21 Maret 2016 untuk mengungkap secara benar tindak pidana yang terjadi dalam proses penyidikan perpajakan, jika ditemukan pajak penghasilan dari wajib pajak tidak dibayarkan. Pada 11 April 2016, Kejagung juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperoleh data dan bukti yang objektif.

HARY TANOE DIBIDIK - Saat ini Kejagung berupaya menemukan pihak yang paling bertanggung jawab. Sedikitnya ada 25 saksi yang diperiksa termasuk CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) yang telah diperiksa dua kali. Sebab pengakuan salah satu saksi mantan Direktur Utama PT Mobile-8 Hidayat Tjandrajaja menyebutkan ada perintah dari HT untuk mengajukan restitusi pajak fiktif itu.

Bahkan terhadap mantan Dirut PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) Hary Djaya telah dilakukan pencekalan. Hary Djaya merupakan Komisaris PT Bhakti Investama dan adik ipar HT. Awal pekan lalu Hary sedianya diperiksa penyidik Kejaksaan tapi yang bersangkutan mangkir. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto mengatakan, sesuai ketentuan akan dilakukan pemanggilan ulang terhadap yang bersangkutan.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan penyidik menemukan ada dugaan peran HT dalam kasus restitusi pajak PT Mobile-8. Menurut Armin, pemeriksaan HT untuk membuat terang pengakuan saksi Hidayat, mantan Dirut PT Mobile-8 saat itu. Bahwa ada perintah bos MNC Group tersebut. Sayangnya, HT mengelak pengakuan saksi. "Ya lupa, nggak ingat. Lupa karena perusahaannya banyak katanya," kata Arminsyah.

Armin menyatakan masih akan memanggil kembali HT untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Namun soal kapan pemangggilan itu, ia mengaku belum ditentukan,  bergantung waktu para penyidiknya. "Masih kita perlukan lagi, kita lihat dulu kepentingannya dan kesibukan kita," jelas mantan Kajati Jawa Timur ini.

Sementara HT justru menyangkal kesaksian Hidayat bahwa dirinya telah memberikan instruksi pencairan uang dalam permohonan restitusi pajak perusahaan. Kata HT, kesaksian Hidayat tersebut tidak benar. Ia tidak pernah memberikan instruksi pencairan uang kepada Hidayat dan mengatakan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus permohonan restitusi pajak PT Mobile-8. "Yang ngomong siapa? Enggak bener lah, terlalu jauh, orang juga tahu saya tidak terlibat," ujar HT sebelum diperiksa pekan lalu.

Sementara Armin menegaskan penyidik memiliki bukti kuat kasus ini ada korupsi. Termasuk pengakuan saksi. Ada rekayasa transaksi fiktif yang dilakukan Mobile-8 dengan PT Djaya Nusantara Komunikasi (DNK) untuk mendapatkan restitusi pajak. "Memang dalam dokumen ada transaksi, semua ada tapi itu fiktif," kata Arminsyah.

Dugaan rekayasa transaksi itu juga dibenarkan  oleh saksi Eliana Djaya selaku Direktur PT Djaya Nusantara Komunikasi (DNK). "Jadi uang itu dikirim ke DNK tapi kemudian dikirim balik," tandas Arminsyah.

BACA JUGA: