JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Dugaan keterlibatan Chief Executive Officer (CEO) Media Nusantara Citra (MNC) Group Hary Tanoesoedibjo (HT) dalam kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom terus ditelisik oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung). Sebab, sebelumnya, ada pengakuan dari mantan Direktur Utama Mobile-8, Hidayat  Tjandradjaja, yang menyebutkan adanya perintah dari HT untuk mengajukan permohonan restitusi pajak fiktif tersebut.

Penyidik, pada Senin (18/4), sejatinya telah memanggil mantan Direktur Utama PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) Hary Djaja dan staf pembukuan DNK Iswatie, untuk diperiksa. Sayangnya, hanya Iswatie yang hadir, sementara Hary Djaja, yang juga Komisaris PT Bhakti Investama dan adik ipar HT, mangkir dari pemeriksaan tersebut.

"Saksi Hary Djaja tidak hadir memenuhi panggilan penyidik tanpa keterangan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (18/4).

Sementara itu Iswatie, yang hadir dalam pemeriksaan itu, dimintai keterangan terkait verifikasi terhadap dokumen-dokumen transaksi antara DNK dan Mobile-8, termasuk untuk mengetahui ada atau tidaknya penerimaan dana sebesar Rp80 miliar kepada DNK.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Arminsyah mengatakan penyidik menemukan ada dugaan peran HT dalam kasus restitusi pajak Mobile-8. Arminsyah mengatakan, pemeriksaan terhadap HT ditujukan untuk membuat terang pengakuan saksi bahwa ada perintah kepada Hidayat, dirut Mobile-8 saat itu. Sayangnya, sejauh ini HT masih mengelak atas pengakuan saksi tersebut. "Ya, lupa, nggak ingat. Lupa karena perusahaannya banyak katanya," ujar Arminsyah.

Arminsyah menyatakan pihaknya masih akan memanggil kembali HT untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Namun, soal kapan pemanggilan itu, ia mengaku belum ditentukan bergantung waktu para penyidiknya. "Masih kita perlukan lagi, kita lihat dulu kepentingannya dan kesibukan kita," jelas mantan Kajati Jawa Timur itu.

Sementara itu, HT sejauh ini masih menyangkal kesaksian Hidayat yang menyebutkan bahwa dirinya telah memberikan instruksi pencairan uang dalam permohonan restitusi pajak perusahaan. HT mengatakan, kesaksian Hidayat tersebut tidak benar. Ia tidak pernah memberikan instruksi pencairan uang kepada Hidayat dan mengatakan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus permohonan restitusi pajak Mobile-8.

"Yang ngomong siapa? Enggak benarlah, terlalu jauh, orang juga tahu saya tidak terlibat," ujar HT sebelum diperiksa penyidik Kejagung, pekan lalu.

PERLAWANAN HT - Pihak HT berkali-kali menyatakan penyidikan yang dilakukan oleh Kejagung salah sasaran. Mereka berdalih penyidikan kasus restitusi pajak bukanlah ranah Kejagung karena tidak ada unsur korupsi. Malah dalam kasus ini negara justru mendapatkan untung.

Hal itu dikatakan oleh kuasa hukum HT, Hotman Paris Hutapea. Hotman mengatakan, Kejagung tak paham UU Pajak karena mengaitkan dua hal yang tidak ada kaitannya. Uang gratifikasi pajak Mobile-8 sebesar Rp10 miliar yang diterima Mobile-8 pada 2009 adalah pengembalian uang pajak terkait dengan kompensasi kerugian pada masa pajak 2004.

Sebaliknya, transaksi penjualan sebesar Rp80 miliar dari Mobile-8 yang dituduhkan oleh Kejagung sebagai fiktif terjadi pada 2007. Ada peningkatan penjualan sebesar Rp80 miliar. Terlepas apakah itu fiktif atau tidak justru menguntungkan negara.

Uang sebesar Rp10 miliar yang diterima Mobile-8 bukanlah kerugian negara dan restitusi bukan disebabkan transaksi penjualan sebesar Rp80 miliar pada 2007. "Jadi tidak ada kerugian negara dan karenanya bukan perkara korupsi dan bukan kewenangan kejaksaan," kata Hotman.

Dalam kasus pajak Mobile-8, negara malah untung sebesar Rp8 miliar dari hasil peningkatan penjualan sebesar Rp80 miliar yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen.

Kenapa timbul restitusi pajak? Hotman menjelaskan pada masa pajak 2004, Mobile-8 rugi. Karena rugi maka pada akhir tahun tidak wajib bayar pajak. Akan tetapi sebelum kerugian dihitung pada akhir tahun, Mobile-8 membayar pajak (prepaid tax), oleh karena itu Mobile-8 berhak meminta kembali uang yang dibayarkan. "Di sini kekeliruan besar dari Kejaksaan Agung yang tidak memahami tentang apa itu restitusi pajak," kata Hotman.

Selain itu, kata Hotman, restitusi pajak sebesar Rp10 miliar telah sesuai dengan ketetapan dari kantor pajak. Ditjen Pajak beberapa kali menegaskan tidak ada pelanggaran pajak atas restitusi pajak Mobile-8. Kalau surat ketetapan itu salah yang harusnya disidik adalah pejabat pajak yang menandatangani SKP tersebut. "Kenapa justru HT yang diburu oknum kejaksaan?" kata Hotman.

Jampidsus Arminsyah menanggapi santai apa yang disampaikan Hotman tersebut. Menurutnya, penyidik memiliki bukti kuat dalam kasus ini terdapat unsur korupsi. Ada rekayasa transaksi fiktif yang dilakukan Mobile-8 dengan PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) untuk mendapatkan restitusi pajak. "Memang dalam dokumen ada transaksi, semua ada tapi itu fiktif," kata Arminsyah.

Dugaan rekayasa transaksi itu diiyakan oleh Eliana Djaja selaku Direktur DNK. "Jadi uang itu dikirim ke DNK tapi kemudian dikirim balik," kata Arminsyah.

BACA JUGA: