JAKARTA, GRESNEWS.COM – Komisi Yudisial (KY) angkat bicara terkait dikabulkannya permohonan praperadilan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) La Nyalla Mattalitti oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Komisioner KY Farid Wajdi mengatakan, pihaknya mencium adanya aroma tak sedap dari putusan hakim tunggal PN Surabaya Ferdinandus yang membatalkan status tersangka La Nyalla.

Farid menduga ada pelanggaran etik yang dilakukan sang hakim. "Beberapa hal memang ditemukan (dugaan pelanggaran kode etik), namun kami belum bisa mem-publish detailnya," kata Farid kepada gresnews.com, Selasa (12/4).

Ia menuturkan, pihaknya telah hadir langsung untuk memantau jalannya persidangan praperadilan yang memenangkan pria yang juga menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jatim itu. Hanya saja Farid mengaku masih butuh waktu untuk mengkaji proses persidangan yang telah memenangkan buronan Kejati Jatim dalam persidangan praperadilan itu.

"Cuma KY tidak akan terburu-buru untuk publikasi karena ini terkait dengan kajian dan hasil yang lebih dalam," ujarnya.

Ia pun menegaskan, pihaknya sangat berhati-hati dalam menelaah kasus lolosnya La Nyalla dari tudingan dugaan korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur. Seperti diketahui, La Nyalla selaku Ketua Kadin Jatim diduga menggunakan dana hibah Kadin Jatim sebesar Rp5,3 miliar untuk pembelian saham perdana Bank Jatim pada 2012.

Kendati demikian, kata Farid, jika berkaca dari sejumlah kasus praperadilan di Indonesia, dalam prosesnya praperadilan tidak sepenuhnya kedap dari intervensi. Ketika dikonfirmasi apakah sejauh ini KY telah mendapatkan temuan atau laporan terkait adanya dugaan intervensi yang dilakukan oleh pihak luar yang mempengaruhi putusan praperadilan La Nyalla itu, ia pun mengaku tidak ingin gegabah dalam menyimpulkan dugaan tersebut.

"Namun sekali lagi bahwa proses tersebut tidak sepenuhnya kedap intervensi, di mana pun tahapannya, intervensi sangat mungkin datang dari mana pun. Tapi prinsip kehati-hatian KY dalam menyelidiki kasus ini juga diperlukan untuk menjaga sepenuhnya independensi hakim," paparnya.

Sebagaimana diketahui, PN Surabaya kemarin siang telah mengabulkan gugatan praperadilan yang dimohonkan oleh La Nyalla atas penetapan status tersangka terkait kasus dana hibah Kadin Jatim. Dalam putusannya, Ferinandus menyimpulkan bahwa sangkaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim terhadap La Nyalla  tidak cukup bukti.

Menurut Ferinandus, dalam persidangan praperadilan, sejumlah saksi yang dihadirkan oleh pemohon telah menjelaskan bahwa La Nyalla jauh sebelumnya telah mengembalikan sejumlah uang yang dianggap oleh JPU sebagai kerugian negara. Karena itu, Ferdinandus berpendapat, sangkaan yang disandangkan Kejati Jatim kepada La Nyalla tidak dapat dibuktikan.

Selain itu, Ferinandus juga menilai bahwa bukti yang disampaikan oleh JPU dalam persidangan praperadilan adalah bukti-bukti yang selama ini dipakai oleh Kejati Jatim dalam melakukan proses penyidikan atas terpidana Wakil Ketua Kadin Jatim Diar Kusuma dan Nelson Sembiring. Karena itu Ferinandus pun menolak sangkaan JPU terkait adanya kerugian negara atas kasus tersebut yang disebabkan oleh tersangka La Nyalla.

Untuk diketahui, pada 16 Maret 2016, La Nyalla telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Jawa Timur atas kasus korupsi penggunaan dana hibah yang digunakan untuk membeli saham perdana di Bank Jatim sebesar Rp5,3 miliar. Kejaksaan menilai dalam proses penggunaan dana hibah tersebut, La Nyalla mendapatkan keuntungan sebesar Rp1,1 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi.

Namun, sehari setelah La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Jatim, La Nyalla diketahui sudah tidak berada di Indonesia. Ia disinyalir telah melarikan diri ke Singapura dan berpindah-pindah ke Malaysia dan hingga saat ini diketahui belum kembali ke Indonesia untuk menghadapi proses pemeriksaan atas kasus yang menimpa dirinya itu.

PENETAPAN ULANG - Atas putusan hakim PN Surabaya itu, pihak Kejaksaan Agung sendiri telah menegaskan akan mengkaji beberapa opsi. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan, ada beberapa opsi yang akan dilakukan yaitu menempuh jalur hukum atau mengeluarkan surat perintah penyidikan baru untuk La Nyalla. "Kita tunggu, mungkin saja diterbitkan baru atau dikaji dulu. Bisa kita lakukan perlawanan ke Mahkamah Agung (MA) atau kita menerima dan menerbitkan (sprindik) lagi," ujar Arminsyah.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagalung mengatakan, Kejati Jatim akan menerbitkan sprindik baru dan menetapkan lagi La Nyalla sebagai tersangka karena statusnya sebagai tersangka sudah gugur. "Iya kita akan tetapkan lagi nantinya, kita tunggu saja. Saya ingin perkara ini maju ke pengadilan tipikor, bukan praperadilan. Kalau ke praperadilan kan belum masuk ke pokok perkara. Saya ingin ini diperiksa oleh pengadilan tipikor. Kalau praperadilan hakimnya cuma satu susah kan," ujar Maruli.

Maruli mengatakan, sejak awal persidangan, ia melihat beberapa kejanggalan, misalnya, saat mengajukan saksi fakta penyidik yang kemudian ditolak hakim. Namun, pada kasus praperadilan di kasus Lumajang, PT Garam, Kejati Jatim bisa mengajukan saksi fakta.

"Ya, kan dengan adanya saksi fakta itu penyidik bisa menjelaskan kepada hakim. Alat bukti yang kita ajukan surat, hasil keterangan ahli, tapi memang dari awal kita lihat sudah miring kok. Setiap kali persidangan hakimnya selalu memihak pada pemohon. Pemohon sudah selesai bertanya, dia tambahkan lagi," ujarnya.

Jaksa Agung Prasetyo sendiri menegaskan, ia mendukung sikap yang diambil Kejati Jawa Timur untuk mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang baru. "Kami dukung Kejati Jawa Timur. Lagipula, praperadilan kan bukan akhir dari segala-galanya. Biar nanti sampai kapan pun putusan tetap seperti itu, memenangkan La Nyalla, ya tetap keluarkan sprindik baru lagi," kata Prasetyo, Selasa (12/4).

Dengan dikeluarkannya sprindik baru maka penyidik bisa melayangkan panggilan kepada La Nyalla. Bila ia tak datang, maka statusnya sebagai buronan kejaksaan bisa dilanjutkan. Prasetyo mengatakan, kejaksaan akan berupaya untuk mendapatkan La Nyalla. "Tapi kan faktanya La Nyalla masih lolos, kami enggak akan berhenti. Saya mendukung langkah Kejati Jawa Timur," ungkap Prasetyo.

Kejaksaan juga bertekad agar pencegahan terhadap La Nyalla tetap dilakukan. Paspor Ketum PSSI itu sudah dicabut, kejaksaan juga sudah membuat surat kepada beberapa duta besar yang berada di negara ASEAN. Jaksa Agung menyebut La Nyalla tidak akan bisa berlama-lama berada di luar negeri.

"Kan dia enggak bisa lama-lama tinggal di negara lain (dengan paspor ditarik). Kalau pun tidak ditarik (paspornya) kan nanti bisa dianggap penduduk gelap," ujar Prasetyo.

Terkait kasus ini, kejaksaan sudah mengirim surat kepada Kapolri untuk menerbitkan red notice. Dengan begitu, status La Nyalla sebagai buronan akan diberitahukan ke Interpol. "Iya lah, sudah saya sampaikan ke Kapolri kok. Dinyatakan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) Polri sudah tahu apa yang harus dilakukan karena mereka kontak Interpol," ungkap Prasetyo.

Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) meyakini putusan praperadilan yang diketok Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diketok secara profesional. Terkait kritik kejaksaan, MA tidak menanggapi lebih lanjut. "Kalau hakim itu kan profesional, apalagi ini menyangkut perkara publik figur," kata juru bicara MA Suhadi.

Secara teknis, kata Suhadi, MA tidak turut campur dengan putusan yang dibuat oleh PN Surabaya itu. Sebab setiap hakim memiliki independensi masing-masing. "Saya tidak mengawal karena jalannya persidangan kan jauh, di Surabaya," ujar Suhadi. (dtc)

BACA JUGA: