JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemeriksaan bos Media Nusantara Citra (MNC) Group Hary Tanoesoedibjo (HT) oleh penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung belum membuat terang kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom. Penyidik gagal menggali keterangan dari HT soal restitusi pajak PT Mobile-8. Dokumen dan keterangan saksi yang didapat penyidik ketika dikonfrontasi malah tak dijawab oleh HT.

Padahal selama ini HT menyatakan akan buka-bukaan soal restitusi pajak PT Mobile-8 ke penyidik dalam pemeriksaan. Jaksa Agung Mohammad Prasetyo menyayangkan itu. "Ternyata dari sekian banyak pertanyaan yang disampaikan kepada yang bersangkutan, penjelasannya adalah tidak tahu, jadi penjelasan yang diberikan adalah tidak tahu," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (18/3).

Sementara penjelasan penyidik kepada dirinya selama ini, HT merupakan komisaris PT Mobile-8 dan pemiliknya saat itu. Itu bukti dari dokumen dan keterangan saksi bahwa HT yang memutuskan semua termasuk soal restitusi pajak. Saat ini penyidik masih mendiskusikan kelanjutan penyidikan ini, apakah HT masih diperlukan keterangannya atau tidak.

Jaksa Agung Muda Pidana Khsusus (Jampidsus) Arminsyah juga mengaku hasil pemeriksaan HT belum memuaskan penyidik. Pertanyaan penyidiknya banyak dijawab tidak tahu. Termasuk transaksi sebesar Rp80 miliar tak dijawab. Padahal saat itu HT adalah komisaris PT Mobile-8.

HT usai diperiksa Kamis malam mengaku dirinya disoal sebagai komisaris. Menurut HT, dirinya tidak tahu keterkaitan restitusi ini dengan PT Mobile-8 karena itu masuk operasional perusahaan di MNC Group.

Selain itu, HT mengaku disoal pengajuan restitusi pajak oleh PT Mobile-8 ke Kantor Pajak. "Setelah saya coba cari tahu dan konsultasi. Itu adalah restitusi kelebihan bayar pajak bukan korupsi. Jadi seharusnya kasus ini ditangani kantor pajak bukan Kejagung," jelas HT.

Apalagi Panja yang dibentuk Komisi III DPR merekomendasikan kasus ini ranah pajak. Dengan begitu, kata HT, dirinya tak ada kaitan dengan kasus ini.

REKOMENDASI PANJA - Kemarin, usai menggelar pertemuan dengan Kasubdit Penyidikan Kejaksaan Agung Yulianto, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa, mengatakan Komisi III DPR RI menilai kasus ini masuk ke dalam ranah perpajakan. Karenanya masalah penegakan hukum dalam kasus ini harus dilihat lebih jernih oleh Kejagung.

Desmond mengatakan jika dalam kasus restitusi ini ada indikasi window dressing, yang mengusut adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi, kata Desmon, dalam kasus restitusi pajak yang diduga ada rekayasa bukanlah ranahnya Kejagung, melainkan OJK yang lebih berwenang menangani.

"Kejagung harus berhati-hati menyikapinya," ujar politisi Gerindra ini.

Menanggapi rekomendasi Panja Komisi III itu, Prasetyo tak perduli. Penyidikan kasus restitusi pajak PT Mobile-8 terus jalan. "Itu kan pekerjaan politik, kita bicara hukum. Kalau hukum itu tentunya dari fakta dan bukti," kata Prasetyo.

Menurut Prasetyo, dalam kasus restitusi pajak ini, penyidik tidak fokus soal pajak tetapi indikasi korupsinya. Jaksa akan mengabaikan keterangan yang disampaikan Dirjen Pajak dalam Panja. Penyidik, kata Prasetyo, bukan mempersoalkan pelanggaran pajaknya, tapi masalah korupsinya. Termasuk saat PT Mobile-8 ini akan melantai di bursa efek (IPO) saat itu. "Bukti dan fakta yang akan berbicara nanti. Itulah tugas kejaksaan," kata Prasetyo.

ADU BUKTI - Baik Kejagung dan pihak MNC sama-sama punya bukti kuat dalam kasus ini. Kejagung mengaku mengantongi sejumlah bukti rekayasa pengajuan restitusi pajak PT Mobile-8. Keterangan itu disampaikan sejumlah saksi diantaranya Eliana Djaya sebagai Direktur PT Djaya Nusantara Komunikasi (DNK). Eliana menyatakan transaksi itu direkayasa.

Seperti disampaikan Ketua Tim Penyidik kasus ini Ali Nurudin beberapa waktu lalu. Kasus ini terjadi antara 2007-2008 ketika PT DNK tidak mampu membeli produk voucer telekomunikasi. PT DNK hanya bisa membeli voucer telekomunikasi dari PT Mobile 8 mulai Rp2 juta hingga Rp2 miliar.

Agar terjadi penjualan dari PT Mobile 8 ke PT DNK, dibuatlah transaksi fiktif. PT Mobile 8 mentransfer uang ke PT DNK melalui salah satu perusahaan pengelola asetnya, yakni PT TDM Asset Management, pada 17 Desember 2007 senilai Rp50 miliar dan mengirimkan faks purchase order Rp49,2 miliar yang ditujukan ke PT Mobile 8.

Kemudian oleh PT DNK dikirim ulang lagi secara tunai ke BCA cabang Darmo Surabaya ke rekening PT Mobile 8 pada 18 Desember 2007. Transaksi fiktif itu terus dilakukan hingga 2008 dengan nilai total Rp334 miliar. Dari penjualan fiktif itu, PT Mobile 8 mengajukan permohonan restitusi pajak atau kelebihan bayar pada 2007 dan 2008.

Uang hasil restitusi pajak atau kelebihan bayar pajak itu masuk ke PT Mobile 8 lagi. Kemudian dialirkan ke perusahaan milik Hary Tanoe lain, yakni PT Bhakti Investama melalui Bhakti Asset Management. Komisaris Utama PT Bhakti Asset Management ialah Hary Djaja yang juga merupakan Direktur utama PT Bhakti Investama. Kejaksaan juga menemukan indikasi merger perusahaan dalam perusahaan yang kemudian direstitusikan dengan nilai mencapai Rp126 miliar.

Pihak MNC mengaku juga punya bukti. Corporate Secretary MNC Group, Syafril Nasution, mengatakan sebagai pengelola Mobile-8 Telecom sampai pertengahan tahun 2009, sudah memenuhi kewajiban perusahaan sebelum menjualnya kepada pihak ketiga. Itu didasarkan dari dokumen yang dikeluarkan Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB) yang telah memeriksa restitusi pajak yang diajukan PT Mobile-8. Pemeriksaan itu tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKP-LB).

Dalam SKP LB bernomor 00059/406/07/054/09 Tahun 2007 Tanggal Penerbitan 13 Maret 2009 ditetapkan jumlah PPh Mobile 8 yang lebih bayar senilai Rp 12.239.025.011. Kemudian, Mobile-8 juga menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP-KB) Pajak Penghasilan Pasal 21, 23, 4 Ayat 2 dan 26 dengan jumlah Rp 1.490.868.666. Dengan demikian, pengembalian bersih atas lebih bayar tersebut sebesar Rp 10.748.156.345. Selain itu, Mobile-8 juga menerima SKP Kurang Bayar (SKP-KB) Pajak Penghasilan Pasal 21, dan 26 dengan jumlah Rp 10.373.785.873, sehingga tidak ada pengembalian atas lebih bayar tersebut.

BACA JUGA: