JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Rotasi mendadak yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap sejumlah pejabatnya memicu kecurigaan. Spekulasi pun menyeruak, bahwa rotasi sebagai  upaya mengalihkan tuduhan adanya permainan kasus dalam penanganan perkara hibah dan bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara.

Sebab  dua pejabat yang digeser  dan dimutasikan merupakan pejabat yang tengah menangani kasus hibah dan bansos Sumatera Utara. Pertama Jaksa Yudi Kristiana yang selama ini diperbantukan sebagai Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yudi ditarik dan dimutasikan menjadi Kepala Bidang Pusat Pendidikan dan Latihan Kejaksaan Agung.  Diketahui Yudi termasuk jaksa penuntut umum yang menangani kasus suap yang melibatkan Patrice Rio Capella dan Otto Cornelis Kaligis. Kedua kasus ini terkait dengan kasus korupsi hibah dan bansos Sumatera Utara yang menyeret Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.   

Kedua, kejaksaan juga memutasikan Elieser Sahat Maruli Hutagalung. Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung ini digeser menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim). Sebagai penggantinya, Kejagung menunjuk Fadhil Jumhana, mantan Direktur Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Pidama Umum (Jampidum). Padahal sebelumnya Maruli turut dituding menerima uang suap pengamanan kasus Bansos dari Evy sebesar Rp300 juta.

Seperti diketahui, Evy Susanti, terdakwa kasus suap hakim dalam pengurusan perkara  di PTUN Medan, sempat membeberkan ada aliran dana ke Kejaksaan Agung. Pengucuran duit itu dimaksudkan untuk  pengamanan kasus korupsi hibah dan bansos di Provinsi Sumatera Utara yang melilit Gubernur Gatot. Salah satu aliran dana itu, diungkapkan Evy yang merupakan istri kedua Gatot,  mengalir ke eks Direktur Penyidikan Maruli Hutagalung.

Namun Kejaksaan Agung menampik tudingan bahwa rotasi pejabat itu terkait kasus bansos Sumut. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto mengatakan pemindahan Yudi ke Kejaksaan Agung adalah hal yang wajar. Begitu juga promosi terhadap Maruli ke Kejati Jawa Timur.

"Karena kebutuhan organisasi, makanya (Yudi) dipromosikan di eselon tiga," kata Amir di Kejaksaan Agung, Selasa (17/11).

Amir mengatakan Jaksa Yudi Kristiana diakui masa jabatannya  di KPK masih beberapa tahun lagi. Namun karena posisi yang akan diisi oleh Yudi Kristiana masih kosong, maka Kejaksaan Agung perlu menarik jaksa yang terkenal kritis terhadap institusinya tersebut.

Yudi dinilai tepat menduduki posisi sebagai Kepala Bidang  Diklat sekarang. Latar belakang akademiknya yang memadai, sehingga Yudi Kristiana dianggap tepat mengisi posisi tersebut.

BANTAH MENGAMANKAN - Menurut Amir  kepindahan Yudi Kristiana dilakukan bukan untuk pengamanan kasus, lantaran Yudi sedang menangani dua kasus besar yang melibatkan Patrice Rio Capella dan Otto Cornelis Kaligis. "Tidak ada kaitannya dengan masalah itu," tegas Amir.

Demikian juga dengan Maruli yang menjabat Kepala Kejaksaan Jatim, dipindahkan karena Kejaksaan Agung membutuhkan pejabatnya untuk menduduki posisi Kajati Jatim tersebut.  

Sebelumnya  Maruli juga dituding Evy menerima uang suap pengamanan kasus Bansos sebesar Rp300 juta. Namun Amir membantah mutasi Maruli karena   tudingan pengamanan  korupsi hibah dan dana bantuan sosial (Bansos) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

"Itu mutasi biasa, tidak terkait dengan bantuan sosial, mutasi biasa," kata Amir.

Diketahui, nama Maruli saat ini terus disebut-sebut sejumlah saksi sebagai salah seorang pejabat Kejagung yang menerima suap terkait pengamanan kasus dugaan korupsi hibah dan dana bantuan sosial (Bansos) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) tahun 2012-2013.

Nama Maruli mencuat setelah BAP Evy Susanti memuat keterangan, bahwa pengacaranya, Otto Cornelis (OC) Kaligis, sudah menyerahkan Rp500 juta kepada Maruli untuk pengamanan kasus Bansos yang sedang ditangani Kejagung.

"Saya menyampaikan juga bahwa informasi dari OC Kaligis sudah diberikan yang Rp 500 juta kepada Maruli sebagai Dirdik JAMPidsus Kejagung," tutur Evy dalam kesaksiannya.

Namun dalam beberapa kesempatan Maruli membantah tudingan tersebut. Dia tak ambil pusing terkait namanya yang dituding menerima duit Rp 300 juta dari duit Rp 500 juta pemberian OC Kaligis. Menurut dia hal itu sudah biasa terjadi,  namanya dijual-jual.

"Saya tidak mau komentari, no comment. Nama saya dijual kan biasa. Saya tidak ambil pusing," tandas Maruli kepada wartawan di Kejagung, Kamis (12/11).

Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua itu menantang buktikan saja apa yang disebutkan tersebut. "Buktikan. Kalian jangan ngomong saja," tandasnya.

Belum habis soal BAP Evy, saksi lainnya Fransisca Insani Rahesti saat bersaksi untuk terdakwa Patrice Rio Capella di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (16/11), mengungkap fakta baru. Dia menyebut Evy sudah menyiapkan dana US$ 20.000 untuk jaksa agung.

Terkait promosi Maruli, Prasetyo menyampaikan mutasi itu telah berdasarkan persetujuan Rapat Pimpinan (Rapim) yang dihadiri oleh Jaksa Agung, Wakil jaksa Agung dan para Jaksa Agung Muda (JAM). Prasetyo menegaskan promosi diberikan kepada Maruli karena kinerja yang bersangkutan dan bukan sebagai perlindungan karena namanya disebutkan dalam kasus Gatot.

"Sudah dibicarakan dalam Rapim mengenai semua mutasi dan promosi. Bukan putusan perorangan. Tidak ada faktor lain," katanya.

TANTANG KPK USUT  - Jaksa Agung M Prasetyo terus membantah dirinya dan pejabat di lingkungan Kejaksaan Agung menerima duit  dari Evy. Prasetyo bahkan menantang KPK maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk untuk melakukan penelusuran terhadap informasi aliran dana ke Kejagung seperti disampaikan Evy Susanti.

"Bahwa mereka merancang seperti itu (memberikan uang), silahkan saja, tapi bagaimana sikap kita. Jangankan kenal dengan Evy dan Sisca, liat mukanya pun tidak tahu, termasuk dengan OC Kaligis saya tidak pernah bertemu. Dan Rio Capella saya tidak pernah berkomunikasi," kata Prasetyo.

Jaksa Agung menekankan bahwa bisa saja pihak lain mencatut nama Kejagung dalam kasus ini. Ia memastikan akan menindak tegas jajarannya bila memang terbukti ada yang bermain kasus, terlebih dalam perkara hibah dan dana bansos Pemprov Sumut. Termasuk pihak pemberi juga akan diproses hukum.

Disinggung mengenai komunikasi Kejaksaan dengan KPK untuk mengklarifikasi tudingan keterlibatan pihak Kejagung dalam kasus suap ini, Prasetyo menyatakan dirinya tak ingin melakukan hal itu. Prasetyo beralasan tak mau mengganggu kinerja KPK atau pun dituding mencari perlindungan.

"Silahkan saja KPK tindaklanjuti pernyataan Evy. Kalau saya ngomong ke mereka (KPK) artinya saya minta perlindungan," tutur mantan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum ini.

BACA JUGA: