JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait penghentian kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan status bank gagal berdampak sistemik terhadap Bank Century oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin. Namun meski ditolak gugatannya, MAKI bertekad akan terus mengejar penghentian kasus Century dengan  kembali mengajukan gugatan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hakim Sutarjo  yang memimpin persidangan praperadila itun menolak dengan alasan termohon yaitu KPK berada di wilayah Jakarta Selatan. Sehingga PN Jakpus tidak dapat mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan sejak pertengahan Oktober 2015 itu.

"Karena kedudukan KPK di Jakarta Selatan, maka sesuai dengan acara perdata seharusnya permohonan praperadilan ditujukan di Jakarta Selatan. PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara," kata Sutarjo saat menyidangkan perkara tersebut, Senin (2/11).

Kuasa hukum pemohon, Kurniawan Adi Nugroho mengatakan, tidak akan tinggal diam setelah hakim PN Jakpus menolak gugatan praperadilan atas penghentian megaskandal kasus  Bank Century yang dicurigai melibatkan sejumlah petinggi negara ini. Setelah menerima salinan putusan dari PN Jakpus, ia berniat kembali mengajukan gugatan praperadilan itu ke PN Jakarta Selatan.

 "Kita akan ajukan ke PN Jaksel berdasarkan putusan PN Jakpus‎. Paling cepat seminggu setelah kita terima salinan putusan dari PN Jakpus,"ujarnya menegaskan.

Menurutnya dengan adanya putusan pengadilan PN. Jakpus yang secara tidak langsung mengarahkan para penggugat untuk mengajukan gugutannya ke PN. Jaksel, justru merupakan salah satu semangat baru bagi MAKI. Itu artinya, lanjut Kurniawan, KPK harus menyiapkan keterangannya secara terbuka di PN Jaksel nanti, selain itu ia juga meminta agar KPK mempersiapkan sejumlah bukti baru untuk menjawab gugatan "penghentian" kasus korupsi Bank Century ini. "Mereka (KPK) harus siapkan bukti-bukti baru, dan juga saksi-saksi di pengadilan, kenapa kasus ini berhenti sampai disini saja kan," ujarnya.

Gugatan praperadilan ini sebelumnya dilayangkan MAKI sekitar pertengahan Oktober lalu, PN Jakpus menggelar sidang perdana pada tanggal 27 Oktober. Dalam persidangan praperadilan itu MAKI sempat menghadirkan Mantan Menteri Keuangan RI, Fuad Bawazier dan Ahli Penyidikan Simon Munthe.

BUKA KEMBALI KASUS CENTURY – Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) mendesak KPK agar kembali melanjutkan penyelidikan kasus megakorupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan status bank gagal berdampak sistemik terhadap Bank Century. Menurut Kurniawan, upaya gugatan praperadilan atas KPK ini bertujuan mempertanyakan secara terbuka sejauh mana lembaga antirasuah itu memproses penyelidikan kasus korupsi yang merugikan negara sekitar Rp7,5 triliun itu.

Sebab, setelah KPK menjerat Mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia, Budi Mulya, penyidikan KPK terhadap kasus Century seperti terhenti. KPK seperti melempem diduga karena berhadapan dengan lingkaran istana pada Pemerintahan SBY- Boediono itu.

"Praperadilan ini untuk mempertanyakan "penghentian" proses penyidikan kasus ini. KPK harus membuka atau melanjutkan kasus ini, karena kerugian yang dialami negara tidak kecil, dan siapa saja sebenarnya yang terlibat dalam kasus ini,” katanya.

Padahal, penyidik KPK telah menyeret Mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia, Budi Mulya dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Pasal 55 ayat 1 KUHP memiliki makna turut serta atau secara bersama-sama melakukan tindak kejahatan. Hal tersebut yang menjadi pertanyaan besar MAKI melalui permohonan gugatan praperadilan yang diajukannya itu.

"Dalam dakwaannya kan jelas, Budi Mulya terbukti turut serta melakukan korupsi bersama-sama. Tapi bersama-sama siapa?" kata Kurniawan.

Ia menyayangkan jika KPK yang mendapat dukungan rakyat dalam upaya pemberantasan korupsi itu tidak menyelesaikan proses penyelidikan kasus yang merugikan uang negara triliunan rupiah ini. Meski KPK secara formil tidak menghentikan penyidikan kasus ini, menurut Kurniawan, dengan tidak adanya penyidikan lanjutan, KPK dapat dinyatakan telah menghentikan penyidikan.

"Penghentian penyidikan secara formil memang tidak ada. Tapi secara materil dengan tidak adanya pemeriksaan saksi-saksi, maka dianggap telah dihentikan," tuturnya.

Kurniawan mencurigai penyidikan kasus Bailout Bank Century ini, seperti kasus pembunuhan wartawan asal Jogjakarta, Udin Bernas. Ketika Udin ditemukan tewas, kepolisian sempat melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, namun sayangnya hingga saat ini pelaku pembunuh Udin Bernas pun tak pernah tertangkap. Ironisnya, hingga saat ini polisi tidak melanjutkan penyidikan terhadap kasus Udin sehingga memasuki fase kadaluwarsa.

‎"Saya khawatir, seperti kasus Udin Bernas. Ketika polisi mau menyidik lagi, sudah kadaluwarsa. Akhirnya gelap siapa yang bunuh. Itu kan berbahaya. Kasus Century ini bisa seperti itu," tandasnya.

SIAPA DIBALIK KASUS CENTURY? - kasus korupsi megaskandal Bank Century sempat menarik perhatian banyak orang. Bagaimana tidak, dalam kasus ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kerugian negara atas kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik mencapai Rp7,5 triliun.

Laporan Hasil Perhitungan (LHP) BPK menyatakan, total kerugian negara Rp7,5 triliun itu berdasarkan dua kali penyaluran, pertama ditemukan kerugian negara akibat pemberian FPJP dari BI kepada Bank Century sebanyak Rp 689,39 miliar. Nilai tersebut merupakan penyaluran FPJP pada 14, 17, dan 18 November 2008.

Penyaluran kedua, akibat proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp6,76 triliun. Nilai tersebut merupakan keseluruhan penyaluran Penyertaan Modal Sementara (bail out) oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Itu terhitung selama periode 24 November 2008 sampai 24 Juli 2009. Sehingga jika dijumlah, total kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp7,449,39 triliun," kata Ketua BPK Hadi Purnomo kala itu.

Kasus megaskandal korupsi Bank Century ini ditenggarai melibatkan banyak orang di sekitar istana pada masa Pemerintahan SBY-Boediono. KPK sempat melakukan pemeriksaan terhadap mantan Wakil Presiden, Boediono. Namun sayangnya, kasus ini tampak berhenti di pertengahan jalan.

Padahal dalam kasus ini, Budi Mulya dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhi hukuman kepadanya pidana hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan. Lalu, oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta hukuman Budi Mulya ditambah menjadi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan.

Tak puas dengan tuntutan 12 Tahun penjara, Budi Mulya pun mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun,  pada tingkat kasasi,  Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukannya dan mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU). MA serta membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi Jakarta.‎‎ Serta memperberat hukuman Budi Mulya menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan. ‎(Rifki Arsilan)

BACA JUGA: