JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang lanjutan perkara suap dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013 dengan terdakwa Sutan Bhatoegana hampir memasuki tahap akhir yaitu pembacaan surat tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (27/7) kemarin, jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi, Jakarta menghukum mantan Ketua Komisi VII DPR RI ini dengan pidana penjara 11 tahun dan denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Sutan dinilai jaksa bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan pemberian sejumlah barang yang biasa disebut gratifikasi. "Menyatakan terdakwa Sutan Bhatoegana dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana Pasal 12 huruf a dan juga Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 65 Ayat (1) ke-1 KUHAPidana," kata Jaksa Dody Sukmono, membacakan tuntutannya.

Tak hanya itu, Sutan juga dituntut agar dicabut hak politiknya untuk memilih dan dipilih dalam sebuah pemilihan umum, khususnya sebagai wakil rakyat dalam kurun waktu tiga tahun. Terkait hal ini, Sutan menjadi anggota DPR RI memang diusung dari partai politik yaitu Demokrat yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam memberikan putusan, jaksa mempunyai beberapa pertimbangan. Untuk yang memberatkan, perbuatan Sutan sebagai anggota DPR dan Ketua Komisi VII DPR membuat citra lembaga legislatif ini memburuk dan mencederai kedudukan anggota dewan lain sebagai wakil rakyat dan pejabat negara yang sangat mulia dan terhormat.

Atas perbuatannya, Sutan juga dianggap tidak menjaga martabat kehormatan citra dan kredibilitas DPR. Kemudian, dugaan korupsi yang dilakukannya bertentangan dengan semangat masyarakat, bangsa dan negara sebagai program pemberantasan tindak pidana korupsi dan tentunya tidak memberi contoh tauladan kepada masyarakat. "Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga," ujar Jaksa Dody.

Jaksa KPK yakin Sutan telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima duit suap dengan total nilai sebesar US$340 ribu dan Rp50 juta serta menerima rumah dan mobil. Sutan diyakini menerima duit sebesar US$140 ribu itu dari Waryono Karno yang saat itu menjabat sebagai Sekjen Kementerian ESDM sebagaimana dakwaan pertama. Duit ini diberikan untuk memuluskan sejumlah pembahasan program kerja terkait APBN-P tahun anggaran 2013 pada Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR periode 2009-2014.

Duit tersebut disebut jaksa, diterima Sutan dalam sebuah paper bag dan diyakini sampai ke tangan Sutan melalui tenaga ahlinya bernama Muhammad Iqbal pada 28 Mei 2013. Iqbal sebelumnya mendapat titipan paket duit dari staf ahli Sutan Iryanto Muchyi yang mengambilnya dari Kabiro Keuangan ESDM saat itu Didi Dwi Sutrisno Hadi.

KRONOLOGI SUAP - Dalam kesempatan persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan itu, Jaksa KPK lainnya Yadyn membeberkan perbuatan Sutan yang dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur bahwa setiap penyelenggara negara dilarang menerima hadiah atau janji yang berhubungan dengan jabatannya.

Dalam persidangan itu, Yadyn merinci duit-duit yang diterima Sutan. Sutan didakwa menerima uang dengan nilai total US$340 ribu yang berasal dari mantan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini sebesar US$200 ribu. Sementara yang US$140 ribu lainnya yang diberikan oleh mantan Sekjen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Waryono Karno.

Menariknya, Waryono mendapatkan uang tersebut juga dari Rudi. Selain itu, Sutan juga menerima uang "jajan" sebesar Rp50 juta dari mantan Menteri ESDM Jero Wacik. Ketiganya saat ini juga telah dijerat KPK dengan beberapa perkara, salah satunya juga terkait kasus suap ini.

Uang dari Waryono bermula dari pertemuan di restoran Endogin yang terletak di salah satu hotel mewah. Dalam pertemuan itu, pembahasan tiga bahan rapat kerja antara Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR RI yang akan diadakan keesokan harinya mulai tanggal 28 Mei 2013 yaitu pembahasan dan penetapan asumsi dasar migas APBN-P Tahun Anggaran 2013, pembahasan dan penetapan asumsi dasar subsidi listrik APBN-P Tahun Anggaran 2013, dan pengantar pembahasan RKA-KL APBN-P Tahun Anggaran 2013.

Untuk melancarkan pembahasan dalam rapat kerja tersebut Waryono meminta kepada Sutan yang mempunyai tugas memimpin rapat komisi agar mengawal rapat kerja sehingga dapat "diatur". "Dan saat itu terdakwa menyanggupi dengan mengatakan akan mengendalikan Raker antara Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR RI pada tanggal 28 Mei 2013," ucap Jaksa Yadyn.

Tak hanya itu, Sutan juga meminta Waryono untuk menghubungi sekertarisnya yaitu Iryanto Muchyi jika dalam rapat nanti ada yang mempersulit. "Nanti kalau ada apa-apa bisa kontak orang saya yang bernama Iryanto Muchyi," sambung Yadyn.

Pada 28 Mei 2013 sekitar pukul 11.30 WIB sebelum rapat kerja antara Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR RI berlangsung, mantan Kabiro Keuangan ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi disuruh oleh Waryono untuk mengikuti rapat di ruang rapat Sekjen Kementerian ESDM.

Sebelum mengikuti rapat, Didi masuk ke ruangan Waryono dan pada saat itu Waryono mengatakan bahwa ada rapat persiapan dengan DPR. Selanjutnya Waryono menyuruh Didi agar menyiapkan dana untuk Komisi VII DPR RI.

Uang tersebut akhirnya didapat dari Rudi Rubiandini. Waryono menyuruh Didi, Ego dan Asep Permana untuk membuka dan menghitung uang pecahan dollar Amerika Serikat tersebut sedangkan ia sendiri menulis pada papan tulis kertas yang berada di ruang rapat mengenai rincian perhitungan uang yang akan diserahkan ke Komisi VII DPR RI yang seluruhnya berjumlah US$140 ribu.

Mereka pun membagi-bagikan uang kedalam amplop dengan masing-masing kategori. Untuk empat pimpinan Komisi VII masing-masing menerima sejumlah US$7.500, untuk 43 Anggota Komisi VII masing-masing menerima sejumlah US$2.500, Sekretariat Komisi VII sejumlah US$2.500.

Setelah uang selesai dihitung oleh kemudian sesuai dengan permintaan Waryono, uang tersebut dimasukkan ke dalam amplop warna putih dengan kode di bagian pojok kanan atas dengan huruf "A" artinya Anggota sebanyak 43 amplop masing-masing berisi US$2.500, “P” artinya Pimpinan sebanyak 4 amplop masing-masing berisi US$7.500 dan “S” artinya Sekretariat  sebanyak 1 amplop berisi US$2.500.

"Selanjutnya Waryono menyuruh memasukkan semua amplop yang telah berkode dan berisi uang dolar Amerika Serikat tersebut ke dalam satu paper bag dan mengatakan agar segera diberikan kepada terdakwa. Kemudian Didi menelepon Iryanto dan mengatakan ada yang mau disampaikan kepada Sutan," pungkas Yadyn.

GRATIFIKASI DAN BANTAHAN SUTAN - Selain uang suap, Sutan juga didakwa menerima gratifikasi berupa mobil mewah. Ini yang membuat Sutan juga didakwa dengan dakwaan lebih subsidair kedua yaitu Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini dikenakan karena Jaksa tidak dapat membuktikan dakwaan primair kedua yaitu Pasal 12 huruf b dan subsidair Pasal 12 huruf b.

Sutan didakwa menerima sejumlah barang berupa kendaraan Toyota Alphard Tipe G 2.4 dari Direktur PT Dara Trasindo Eltra, Yan Ahmad Sueb. Hal ini pun dianggap janggal oleh Jaksa, sebab perusahaan tersebut memang bergerak di bidang pertambangan. Sutan juga tidak melaporkan penerimaan itu kepada KPK.

Kemudian ia juga menerima sebuah unit tanah dan bangunan dari Saleh Abdul Malik yang merupakan Komisaris PT SAM Mitra Mandiri di Jalan Kenanga Raya Nomor 87 Tanjungsari, Kota Medan. Penerimaan ini menurut Sutan karena Saleh ingin membuatkan posko pada saat pencalonan Sutan sebagai Gubernur Sumatera Utara.

Usai sidang, Sutan meminta Majelis Hakim untuk tegas dalam memberi putusan nantinya. Tentu hal tersebut juga harus mempertimbangkan segala fakta-fakta hukum yang ada berupa barang bukti dan keterangan para saksi dipersidangan.

"Saya mohon kepada Yang Mulia Ibu Hakim, kalau saya salah katakan salah, dihukum saya. Tapi kalau saya benar, katakan benar, dibebaskan saya," tegas Sutan.

Meskipun begitu, Sutan tetap berkeyakinan dirinya tidak bersalah dan tidak terlibat dalam perkara ini. Menurut pria yang dikenal dengan slogan "ngeri-ngeri sedap" ini, apa yang dinyatakan jaksa merupakan fitnah belaka karena dirinya tidak melakukan apa yang dituduhkan.

Kuasa hukum Sutan, Eggi Sudjana pun beranggapan sama. Menurutnya apa yang dibacakan Jaksa KPK ini merupakan cermin ketidakadilan dan ketidakcermatan jaksa dalam menyusun surat tuntutan. Ia bahkan menganggap jaksa memanipulasi apa yang dikatakan dalam undang-undang.

"Secara yuridis, ilmu hukum, tetapi yang anomali dalam persepktif penegakan hukum, memanipulir sah dan meyakinkan. Kalau sah, unsur-unsur seperti jabatan bisa menggerakkan atau tidak menggerakkan. Tidak dijelaskan apa yang digerakkan sehingga berdampak pemberian janji," tutur Eggi.

Kemudian mantan pengacara Budi Gunawan ini juga menyoroti kata meyakinkan yang seharusnya mengacu pada proses bagaimana tindak pidana itu terjadi. Saksi yang dihadirkan, sambungnya, tidak ada yang mengatakan bahwa kliennya terima uang. Bahkan, kata Eggi, Waryono Karno yang disebut sumber uang mencabut keterangannya.

"Kita sangat keberatan, apalagi jumlahnya 11 tahun, saya khawatir ini balas dendam. Karena Sutan pernah menyinggung kasus ini sampah, lalu dituntut 11 tahun. Klien kami tidak bersalah, untuk itu kami minta dibebaskan," imbuh Eggie.

BACA JUGA: