JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) I Tommy Soetomo, layak bersuka cita. Pasalnya Kejaksaan Agung akhirnya mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) perkara dugaan korupsi pengadaan lima unit mobil pemadam kebakaran (damkar) di lingkungan AP I yang menjeratnya beberapa bulan terakhir.

Tommy sebelumnya telah ditetapkan tersangka oleh penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) atas kasus pengadaan mobil Damkar pada 2011, bersana dengan Hendra Liem, Direktur PT Scientek Computindo. Nilai proyek tersebut mencapai Rp63 miliar. Namun setelah dilakukan penyidikan selama hampir setahun, perkara tersebut berujung pada penghentian penyidikan.

Dalam proses penanganan perkara, memang tak dinafikan SP3 bisa dijatuhkan pada proses penyidikan. Sebab penghentian penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik yang diatur dalam pasal 109 ayat (2) KUHAP. Alasan-alasan penghentian penyidikan diatur secara limitatif dalam pasal tersebut. Pertama, karena tidak diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka. Kedua, peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana.

Penghentian penyidikan demi hukum juga bisa dilakukan. Alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan-alasan terhapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu antara lain karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kadaluarsa. Namun SP3 kasus menjadi ganjil ketika dalam proses hukum yang dilakukan tak optimal, apalagi telah ditetapkan tersangka dengan minimal dua alat bukti. Atau memang pada penetapan tersangka tidak ada bukti yang cukup?

Namun untuk penghentian perkara kasus korupsi damkar ini, banyak pihak bertanya-tanya. Sebab sebelumya Kejaksaan Agung optimis bisa mengungkapkan kasus tersebut. Bahkan mereka telah bersiap melimpahkan kasusnya ke penuntutan. Sehingga muncul pertanyaan jika kasus tersebut tiba-tiba di SP3.


GANJIL SEJAK MULA - Kejaksaan Agung sejak awal memang terkesan diam-diam mengusut dugaan korupsi pengadaan ini. Ada rentang waktu sebulan informasi penetapan tersangka ditutupi Kejaksaan Agung. Penyidik telah menaikkan kasus ini ke penyidikan dengan menetapkan dua tersangka pada 16 Juli 2014. Namun pihak Jampidsus baru mengumumkan pada 27 Agustus 2014 setelah dipertanyakan oleh media.

"Sudah ditetapkan tersangka dengan inisial TS dan HL," kata Jampidsus R Widyopramono di Kejaksaan Agung, Rabu (27/8/2014) silam.

Kepada Gresnews.com, seorang jaksa mengungkap fakta jika kasus ini bermuatan kepentingan lain. Terutama untuk menggeser Tommy sebagai Direktur Utama AP I. Namun tak mudah, sebab rupanya Tommy dikenal  dekat dengan Cikeas saat itu. Sehingga penyidik sempat gamang dan menimang-nimang penanganan perkaranya.

Namun tekanan cukup kuat, apalagi melihat eskalasi politik saat itu tak lagi berpihak pada incumbent. Sehingga penyidik menetapkan Tommy dan Hendra Liem sebagai tersangka. Namun penetapan Tommy sebagai tersangka juga terasa ganjil. Salah satunya, Tommy tidak pernah sekali pun diperiksa untuk dimintai keterangan sebelum penetapan tersangka. Selain itu, hal tak lazim lainnya penetapan tersangka ini langsung menjerat pucuk tertinggi sebagai Penggunan Anggaran, bukan staf di bawahnya seperti panitia pengadaan mulai dari Pejabat Pembuat Komitmen dan lainnya.

Tak heran jika manajemen AP I saat itu menilai penetapan tersangka sang Dirut ganjil. Menurut Sekretaris Perusahaan AP I Indra Farid Nugraha hingga ditetapkan tersangka, Tommy tak pernah dimintai keterangan. Farid pun menyatakan proses pengadaan lima unit Damkar tersebut tak ada masalah dan sudah sesuai ketentuan.

Namun Kejaksaan Agung ngotot penetapan Tommy tersangka sah. "Bisa dengan keterangan dan bukti lain-lain," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony T Spontana, saat itu.

Setelah Hampir setahun kasus ini disidik. Penanganannya terlihat seperti maju mundur. Sejumlah saksi diperiksa termasuk Hendra Liem yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Namun penyidik tetap saja tak pernah memeriksa Tommy sebagai saksi maupun sebagai tersangka.

Kepala Subdirektorat Penyidikan Sarjono Turin bahan ketika itu menyebut penanganan kasus Damkar hampir rampung dan akan segera dilimpahkan ke penuntutan. Kapuspenkum Kejagung sempat mengatakan bahwa untuk kasus Damkar telah terbentuk tim Jaksa Penuntut Umut (JPU). Artinya, jelas Tony, berkas perkaranya segera selesai. Bahkan Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, kasus Damkar tetap jalan, menunggu keterangan ahli.

Namun semua itu berbanding terbalik dari faktanya. Karena kasus Damkar berunjung pada penghentian perkaranya. Alasannya Badan Pemeriksaan Keuangan dan pembangunan (BPKP) tidak menemukan ada kerugian negara. "Telah dihentikan karena dari BPKP  tidak ditemukan kerugian negaranya," kata Sarjono Turin.

Dihentikannya penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan kendaraan pemadam kebakaran ini memunculkan sejumlah spekulasi. Diantaranya adanya intervensi atas kasus tersebut. Sebelum kasus ini dihentikan sebuah akun twitter menyoal tentang pertemuan Tommy dengan Menteri BUMN Rini Soemarno. Akub  dengan nama @belabangsa2 itu memposting pertemuan Tommy dan Rini itu membicarakan soal kasus damkar.

Rini Soemarno juga ketika disoal kasus yang menjerat Dirut AP I Tommy Soetomo terkesan membela. Rini mengatakan perlu mendalami kasus yang menjerat AP I. Sebab dalam banyak kasus sering terjadi kesalahan.

"Saya suruh pak sesmen (Imam A Putro) dulu untuk (menangani) masalah itu. Jadi memang dibicarakan dulu, karena sering terjadi kesalahan," jelas Rini.


DITUDING TAK TRANSPARAN - SP3 kasus Damkar yang menjerat Dirut AP I Tommy Soetomo menjadi tamparan bagi kerja penyidik Kejaksaan Agung. Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgasus P3TPK) yang digadang-gadang tuntaskan perkara mangkrak malah memilih menghentikan kasus Damkar.

Komisi Kejaksaan mempertanyakan alasan SP3 kasus korupsi Damkar. Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen meminta Kejaksaan Agung transparan dan menjelaskan alasan SP3 sebuah kasus. Juga perlu dilakukan eksaminasi terhadap jaksa yang menangani kasusnya. Sehingga akan jelas proses dari penyelidikan, penyidikan hingga kemudian di SP3.

"Kita akan minta Kejagung jelaskan penanganan perkaranya," kata Halius, Minggu (21/6).

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga mempertanyakan SP3 kasus Damkar. Alasan tidak ada kerugian negara berdasar perhitungan BPKP tidak bisa dijadikan dasar kuat SP3. Apalagi sudah ada dua tersangka yang dijerat yakni Dirut PT Angkasa Pura (AP) I Tommy Soetomo dan Direktur PT Scientek Computindo Hendra Liem.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengaku prihatin atas tindakan Satgassus bentukan Kejagung itu. MAKI juga akan mempertimbangkan untuk ajukan gugatan praperadilan atas keputusan SP3 kasus dugaan korupsi Damkar tersebut. "Mungkin saja nanti kita akan gugat praperadilan, sehingga bisa teruji apa alasan Kejagung mengeluarkan SP3 perkara Damkar," kata Boyamin kepada Gresnews.com, Minggu (21/6).

Alasan Kejagung tidak menemukan kerugian negara pada kasus Damkar berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dinilai tidak tepat. Karena, dalam hal ini seharusnya Kejagung minta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turun tangan melakukan audit investigatif. "BPKP tidak punya kewenangan lakukan audit investigatif. Karena itu kita pertanyakan, ada apa sebenarnya dibalik SP3 ini?" katanya.


BISA DIBUKA KEMBALI - MAKI mempertimbangkan melakukan gugatan praperadilan. Jika dikemudian hari ditemukan fakta baru, MAKI  juga akan mendesak Kejaksaan Agung membuka kembali kasus ini. Ini akan menjadi tantangan Kejaksaan Agung mengungkap praktik-praktik korup di BUMN.

Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Sarjono Turin juga menegaskan penyidikan bisa dibuka kembali jika tim penyidik menemukan fakta atau bukti baru, jadi bukan berarti SP3  permanen.

‎"Dapat dibuka kembali dan ini sudah SOP (Standar Operasional Prosedur) di Kejaksaan," katanya di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (18/6).

Dia menjelaskan Tim Satgasus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3 TPK) bekerja secara profesional dan proporsional, dengan mengacu kepada alat bukti yang sah sesuai ketentuan perundangan.

"Jadi, bila sebuah perkara tidak cukup bukti, tentu akan diambil sikap (dihentikan penyidikan). Sebaliknya, perkara yang cukup alat bukti, dimajukan ke pengadilan," jelas Turin.

Membuka kembali kasus yang telah di SP3 bukan tidak mungkin. Kejaksaan Agung pernah melakukannya pada kasus kasus korupsi ruas jalan Tol Cawang-Tanjungpriok tahun 1999.

Setelah penemuan sejumlah bukti terbaru, kasus korupsi ruas jalan Tol Cawang-Tanjungpriok dibuka kembali, terhitung sejak 23 Mei 2001. Padahal sebelumnya, kasus yang melibatkan tersangka mantan Direktur Utama PT Marga Nurindo Bakti (MNB) Joko Ramiaji itu sempat dihentikan lewat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada September 1999.

Namun ada bukti baru yang dikumpulkan berupa penjualan Commercial (CP) perusahaan konsorsium pembangunan jalan Tol Cawang-Tanjungpriok. Tujuan penjualan CP itu adalah untuk menambah pembiayaan proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) dan Tol Harbour Road (Cawang-Priok). Sayang, upaya penjualan itu gagal lantaran tak laku di pasaran. Tapi penggunaan CP tersebut bukanlah untuk pambangunan tol, melainkan dibagi-bagikan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan.

BACA JUGA: