KETUA Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahjono meminta pemerintah jangan hanya mendesak industri hilir perkayuan untuk siap menghadapi rencana sertifikasi kayu. Pasalnya, pemerintah seharusnya mendesak industri hulu terlebih dahulu.

"Kalau industri hulu sudah tersertifikasi, maka industri hilir tinggal menerima kayu-kayu halal untuk diolah," ungkap Ambar dalam sebuah kesempatan acara bersama wartawan di Jakarta, Kamis (19/7). Namun untuk menuju kesana, banyak yang harus dipersiapkan pemerintah dan semua pihak.

Pasalnya, industri hulu perkayuan dalam melaporkan kayu-kayu yang didapat, sebenarnya telah memiliki panduan tersendiri, yakni Keputusan Presiden RI Nomor 29 Tahun 1990 tentang Dana Reboisasi.

Dalam Pasal 11 Kepres Nomor 29 Tahun 1990, pemerintah mewajibkan pengusaha industri hilir perkayuan melaporkan kayu yang didapatnya dari hutan dalam pembukuan yang teratur. Tujuannya tak lain untuk menghindari kayu-kayu illegal logging.

Gembar-gembor sertifikasi kayu ini muncul setelah Rachel Butler, dari European Timber Trade Federation mengemukakan, permintaan pasar untuk sertifikasi produk kayu terus menguat. Uni Eropa mewajibkan produk kayu (yang akan mereka impor) sudah memenuhi sertifikasi dan verifikasi legalitas. Bahkan tak cukup disitu, Uni Eropa meminta negara pengekspor kayu menyertakan hasil uji kelayakan dan penelusuran terhadap bukti-bukti.

Menanggapi permintaan pasar dari Uni Eropa, pemerintah Indonesia pun gencar mendorong sertifikasi verifikasi legalitas kayu (SVLK). Sertifikat untuk industri primer kayu rencananya diterapkan mulai tahun 2013, sedangkan industri sekunder mulai tahun 2014. Namun penerapan SVLK masih menuai keraguan dengan alasan kesiapan.

BACA JUGA: