PENERAPAN aturan kenaikan setoran uang muka kredit kendaraan sebesar 25% untuk roda dua dan 30% untuk roda empat dipastikan akan menggerus angka penjualan kendaraan bermotor. Dalam jangka menengah, kebijakan yang diberlakukan Bank Indonesia per hari ini, dikhawatirkan akan meningkatkan gelombang PHK massal pekerja di sektor industri otomotif nasional.

"Tanpa ada kebijakan yang aneh-aneh seperti ini pun, pertumbuhan sektor industri kita sudah rawan karena adanya ancaman resesi ekonomi global yang mau tak mau akan berdampak terhadap perekonomian domestik. Kebijakan ini tidak pas diterapkan dalam kondisi perlambatan ekonomi global," kata Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa kepada gresnews.com, di Jakarta, Jumat (15/6).

Menurutnya, kemungkinan munculnya resesi ekonomi global bakal berimbas terhadap lesunya daya beli masyarakat di Indonesia. Hal itu seiring peluang mandeknya pertumbuhan ekonomi domestik. "Ancaman PHK massal akan semakin besar. Katakanlah, kalau semula industri otomotif berencana merumahkan 10 orang karyawan, dengan adanya kebijakan itu maka PHK akan membengkak dua kali lipat," kata Purbaya.

Meskipun dilanda kekhawatiran akan masa depan industri otomotif nasional, pelaku pasar belum berpikir untuk menempuh kebijakan ekstrem. "Kita belum berpikir untuk merasionalisasi karyawan. Sebab, saat ini kapasitas kita sudah optimal. Kita lihat saja dulu hasilnya nanti. Perlu dicermati dulu dalam enam bulan mendatang, atau paling tidak kita akan memantau dalam tiga bulan pertama pascapemberlakuan aturan uang muka," kata Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor, Joko Trisanyoto, yang diwawancarai secara terpisah.

Kendati demikian, Joko masih menaruh secuil optimisme bahwa pasar bisa meredam dampak buruk dari kebijakan yang kontraproduktif dengan terciptanya keseimbangan baru. "Kita berharap nantinya akan ada keseimbangan yang baru seiring dengan menguatnya daya beli konsumen. Namun, penguatan daya beli masyarakat mesti dipicu oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi," cetusnya.  

Joko mengakui, pemberlakuan aturan baru tersebut bakal berdampak signifikan. "Pasti akan ada dampaknya, terutama untuk produk otomotif di segmen menengah bawah atau di kisaran harga di bawah Rp200 juta. Segmen market ini yang paling banyak mengandalkan dukungan skim kredit dalam transaksi pembelian mobil dan daya belinya sangat rentan," katanya.

Seperti diketahui, aturan baru tentang syarat minimal uang muka kredit pembiayaan kendaraan tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.14/10/DPNP, mulai diberlakukan per hari ini. Dengan aturan baru ini, perbankan diwajibkan untuk mengutip uang muka minimal 25% untuk motor dan 30% untuk mobil.

Outstanding kredit
Lebih jauh Purbaya mengungkapkan, aturan baru tersebut sudah salah kaprah. Pasalnya, pemberlakuan aturan baru terkait batas minimal uang muka itu akan menekan pertumbuhan outstanding kredit perbankan. "Memang belum sampai terjadi kontraksi, tapi yang jelas pertumbuhan outstanding kredit akan melambat sehingga berpengaruh signifikan terhadap portofolio kredit perbankan," paparnya.

Sesuai data, imbuh Purbaya, per Maret 2012 total kredit perbankan mencapai Rp2.200 triliun atau tumbuh sebesar 25% (month to month). Sedangkan kredit konsumsi per April 2012 mencapai Rp714 triliun, atau tumbuh sebesar 20%. "Melihat situasi ini, tidak selayaknya BI terlalu berlebihan karena kekhawatiran bahwa kredit konsumsi akan menimbulkan subprime kredit seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Alih-alih menaikkan uang muka, seharusnya BI memperketat aturan terkait know your customer melalui peningkatan persyaratan calon konsumen," tutup dia.

BACA JUGA: