JAKARTA, GRESNEWS.COM - Referendum yang dilakukan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa atau lebih tenar disebut Brexit (Britain Exit) dinilai tak akan membawa pengaruh besar pada situasi ekonomi di Indonesia. Meski begitu, pemerintah menegaskan, akan tetap mewaspadai dampak sekecil apapun terkait langkah Inggris itu.

"Kita perhatikan dengan cermat karena bagaimana pun ini keputusan dampaknya masih akan kita lihat dalam beberapa waktu ke depan," kata Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan usai menghadiri acara Hari Anti Narkoba Internasional di Tamansari, Jakarta Barat, Minggu (26/6).

Luhut menjelaskan, hal yang paling harus dicermati adalah sektor ekonomi. Menurut Luhut, Indonesia harus sangat berhati-hati agar terhindar dari dampak Brexit. "Mungkin secara langsung ke Indonesia tidak banyak, namun kita harus lebih hati-hati melihat ekonomi kita," tegasnya.

Pemerintah pun sudah menyiapkan beberapa langkah agar Indonesia tidak terlalu terpengaruh dengan keputusan Inggris yang keluar dari Uni Eropa. Apalagi seperti diketahui, akibat dari Brexit, Perdana Menteri Inggris David Cameron mengundurkan diri yang sedikit banyak akan berdampak secara politis.

"Kami sudah menyiapkan beberapa pikiran-pikiran mengenai dampak daripada Brexit dari aspek ekonomi, politik maupun keamanan," urai Luhut.

Terkait dampak pada bidang ekonomi, khususnya keuangan, pihak Bank Indonesia sendiri sudah menegaskan, langkah keluarnya Inggris dari Uni Eropa berdampak relatif terbatas pada perekonomian domestik, baik di pasar keuangan maupun kegiatan perdagangan dan investasi.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam keterangan tertulisnya menegaskan, perekonomian Indonesia saat ini memiliki ketahanan ekonomi yang baik. Stabilitas makroekonomi tetap terjaga yang tercermin dari inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan nilai tukar yang relatif stabil.

Ketahanan ekonomi ini diyakini mampu menjaga perekonomian Indonesia terhadap dampak hasil referendum di Inggris. "Di pasar keuangan domestik, di tengah terjadinya pelemahan di pasar uang Eropa dan Asia, nilai tukar Rupiah relatif stabil," kata Tirta, Minggu (26/6).

Seperti dikutip Reuters, dolar Amerika Serikat (AS) saat ini masih di kisaran Rp13.375. Pasar saham Indonesia juga mengalami koreksi relatif terbatas, terutama apabila dibandingkan dengan negara-negara peers seperti India, Thailand dan Korea Selatan. IHSG pada penutupan perdagangan Jumat kemarin terkoreksi hanya 0,82%.

Terhadap jalur perdagangan, dampak Brexit juga diyakini relatif terbatas. Pangsa ekspor Indonesia ke Inggris hanya sekitar 1% dari total ekspor Indonesia. Hal yang harus dicermati, kata Tirta, adalah dampak lanjutan dari terganggunya hubungan perdagangan UK-Eropa, mengingat pangsa ekspor Indonesia ke Eropa (di luar Inggris) mencapai 11,4% (tahun 2015).

Sebagian besar ekspor Indonesia ke Eropa adalah bahan baku dan mentah. Sementara itu, dampak pada kinerja investasi di Indonesia juga diprediksi terbatas. Dalam lima tahun terakhir, pangsa penanaman modal asing langsung dari Inggris terhadap total penanaman modal asing di Indonesia tercatat di bawah 10%.

"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati potensi risiko yang muncul dari hasil referendum di Inggris. Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memonitor perkembangan perekonomian global, serta tetap mendukung langkah-langkah Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui penguatan stimulus pertumbuhan dan percepatan implementasi reformasi struktural," tuturnya.

PICU PROTEKSIONISME - Sementara itu, Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menilai, dampak langsung terhadap perdagangan dengan Inggris tidak terlalu mengganggu. Meski demikian, semangat Brexit ini dapat mempengaruhi suasana kebatinan negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Asean.

"Dampak perdagangan tidak terlalu mengganggu, sebab nilai perdagangan kita dengan Inggris tidak terlalu signifikan. Namun keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan mempengaruhi suasana kebatinan negara-negara anggota MEA. Ini yang harus kita waspadai sebagai negara inisiator MEA," ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia, dalam keterangan tertulis yang diterima gresnews.com, Sabtu (25/6).

Bahlil mengatakan, kasus Brexit ini dapat menjadi inspirasi kelak bagi beberapa negara Asean untuk keluar dari MEA, bila pakta perdagangan bebas ini ternyata malah merugikan negara tersebut. Namun dalam jangka pendek, ujar Bahlil, dampak Brexit adalah memicu proteksionisme di negara-negara anggota MEA itu sendiri.
Maksud MEA adalah mendorong deregulasi dan mempercepat arus barang, jasa, investasi, dan manusia di antara anggota MEA. “Namun adanya Brexit ini, anggotanya malah akan memicu proteksi di negara-negara masing-masing. Ini yang haris kita cermati,” ujar Bahlil.  

Hipmi, menurut Bahlil, membaca trend (proteksionisme) itu akan bergerak ke sana. Sebab Brexit merupakan inspirator besar bagi semangat arus balik globalisasi yakni lokalisasi yang proteksi domestik yang semakin kuat. "Sejak awal memang, kami melihat ada paradoks di era globalisasi ini, sebab saat perdagangan bebas itu dicanangkan justru proteksionisme dan lokalisme atau nasionalisasi itu menguat," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Bidang Luar Negeri BPP Hipmi Alexander Tio mengingatkan agar pemerintah memperkuat MEA. Terlebih Indonesia dulunya sebagai inisiator. Indonesia, ujar dia, hendaknya memperkuat daya saing dan efisiensi menghadapi MEA.

"Mengingat keluarnya Inggris dari Uni Eropa bagaimana pentingnya bahwa MEA harus lebih kuat lagi dan hal yang sama tidak terjadi di MEA," ujar dia.

Masing-masing negara MEA sebaiknya tidak termotivasi mendorong proteksionisme melainkan meningkatkan persaingan secara adil melalui peningkatan daya saing. "Sejarah adalah bahwa Inggris dan Swiss adalah negara yg tidak begitu antusias terhadap Uni Eropa, makanya sewaktu terjadi pelemahan dinegara tertentu, Inggris merasa terbebani. Di MEA,  tidak boleh memikirkan protectionisme melainkan harus mempromosikan resilience dan efisiensi," ujar dia.

Alex mengatakan, pihaknya akan memasukan isu Brexit ini dalam beberapa pertemuan dengan asosiasi pengusaha-pengusaha muda Asean di Kuala Lumpur dalam waktu dekat. Pasca Brexit, di Eropa sendiri memang mulai banyak seruan-seruan untuk keluar dari ikatan regional.

Di Prancis misalnya, Partai Front Nasionalis Prancis (FN), yang beraliran sayap kanan jauh, juga menyerukan digelarnya referendum keanggotaan Uni Eropa untuk negaranya. FN merayakan hasil referendum Brexit dan mengharapkan hasil itu bisa memajukan agenda euroskeptis.

Ketua FN, Marine Le Pen, merayakan hasil referendum Brexit dengan memasang gambar bendera Inggris di akun Twitternya. "Kemenangan untuk kebebasan! Kita sekarang perlu menggelar referendum yang sama di Prancis dan di negara Uni Eropa lainnya," serunya. "Giliran kita sekarang. #Brexit #Frexit," timpal Wakil Ketua FN, Florian Philippot, merujuk pada istilah ´France exit´.

Di Denmark, partai anti-imigran ternama di Denmark, Partai Rakyat Denmark (DF) telah menyerukan digelarnya referendum untuk menentukan keanggotaan Denmark di Uni Eropa. DF sendiri merupakan sekutu pemerintah Denmark saat ini yang condong ke kanan.

"Saya yakin rakyat Denmark seharusnya mengikuti referendum soal apakah kita ingin mengikuti Inggris atau tetap seperti yang kita miliki sekarang," ucap Ketua DF, Kristian Thulesen Dahl.

Sementara itu di Swedia, partai anti-imigran Demokrat Swedia menyerukan langkah-langkah perubahan usai hasil referendum Brexit diumumkan. Partai ini meraup dukungan 17 persen pemilih menurut polling setempat, bulan lalu. "Kami ingin Swedia segera memulai renegosiasi kesepakatan-kesepakatan (Uni Eropa) yang telah kita buat dan agar rakyat Swedia membuka suara soal pembahasan keanggotaan Uni Eropa di masa mendatang, dalam sebuah referendum," tegas Ketua Demokrat Swedia, Jimme Akesson.

Seruan serupa juga terjadi di Austria dan Italia. Dia Austria, Partai Kebebasan Austria (FPO) yang beraliran sayap kanan, menyerukan agar Ketua Komisi Eropa dan Ketua Parlemen Eropa mengundurkan diri usai hasil referendum Brexit diumumkan. FPO juga menyerukan digelar referendum seperti Brexit untuk Austria, kecuali Uni Eropa direformasi.

Di Italia, partai Five Star Movement, menyebut hasil referendum Brexit sebagai pelajaran untuk demokrasi. Mereka juga menjanjikan untuk mengajukan proposal susunan mereka sendiri bagi digelarnya referendum Italia soal Euro. "Apakah Anda suka atau tidak, rakyat Inggris telah memilih," ucap anggota Dewan Pemimpin Five Star Movement, Alessandro Di Battista, yang juga menjabat Wakil Ketua Parlemen Italia.

Sementara itu, partai sayap kanan Italia, Northern League, yang anggota kelompok oposisi menyatakan seruan lebih terang-terangan. "Terima kasih Inggris Raya, selanjutnya adalah giliran kami," tegas Ketua Partai Northern League, Matteo Salvini, merujuk pada referendum semacam Brexit.

INVESTASI TAK TERPENGARUH - Meski ada dugaan dampak ke depan dari Brexit akan mengguncang ekonomi dunia, namun untuk saat ini dinilai pengaruhnya memang masih kecil. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani keluarnya Inggris dari Uni Eropa tidak berdampak negatif terhadap investasi Inggris ke Indonesia.

Sebaliknya, hal ini menjadi peluang bagi Inggris untuk meningkatkan investasinya ke Indonesia. Franky mengatakan, investasi langsung lebih bersifat jangka panjang, sehingga keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa tidak memengaruhi keputusan bisnis yang sudah dibuat.

"Investasi langsung tergolong dalam investasi yang sifatnya untuk jangka panjang, sehingga sudah melalui pertimbangan-pertimbangan matang bahkan research terlebih dahulu. Jadi, kita tidak perlu khawatir langkah Inggris keluar dari Uni Eropa, karena tidak akan memengaruhi kebijakan-kebijakan bisnis yang sudah ada," ujar Franky dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/6).

Franky berpendapat saat ini paling tepat untuk menarik investasi Inggris ke Indonesia. Terlebih kita sudah punya perjanjian perdagangan negara yang menjadi pasar utama seperti China dan India. "Kita juga sedang mengupayakan FTA dengan Uni Eropa dan Amerika, sehingga perusahaan Inggris dapat menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk masuk ke pasar global," ujarny.

Sementara itu, Deputi Pengendalian Pelaksanaan BKPM azhar Lubis menambahkan yang akan dilakukan BKPM adalah mengintensifkan komunikasi dengan investor potensial terkait berbagai langkah reformasi yang dilakukan pemerintah di bidang investasi.

"Perwakilan BKPM di London dan tim marketing investasi kami untuk wilayah Eropa akan terus berkomunikasi dengan investor dari Inggris terkait peningkatan pelayanan investasi, deregulasi untuk iklim investasi yang ramah investor, pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas SDM tenaga kerja," jelas Azhar.

Inggris merupakan mitra utama investasi Indonesia. Sepanjang tahun 2010-2015, realisasi investasi Inggris ke Indonesia mencapai US$ 4,8 Miliar dan merupakan peringkat 8 negara dengan investasi terbesar. Sementara dari sisi komitmen investasi Inggris periode 2010-2015 mencapai US$ 3,1 Miliar. Sedangkan komitmen investasi Inggris ke Indonesia Januari-Mei 2016 US$ 111 Juta, tumbuh 517% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Para pengusaha juga optimis Brexit tak akan mempengaruhi dunia usaha di tanah air. "Nggak banyak dampaknya pada kita sementara ini," kata Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sanny Iskandar.

Dia menambahkan, perdagangan Indonesia dengan Inggris relatif tak terlalu besar jika dibandingkan dengan China, Amerika Serikat (AS), atau ASEAN. "Kita secara hubungan dagang dengan Inggris relatif nggak besar," imbuhnya.

Secara terpisah, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Moazzam Malik, menjamin bahwa hubungan perdagangan Inggris dengan Indonesia tak akan terganggu oleh Brexit. Dia menuturkan, Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi terbesar Inggris. Sebaliknya bagi Indonesia, Inggris adalah salah satu negara penyumbang investasi terbesar.

Tren perdagangan kedua negara pun terus tumbuh dalam beberapa tahun belakangan. Maka hubungan perdagangan Indonesia-Inggris harus terus dijaga untuk kepentingan bersama. "Hubungan perdagangan Indonesia dan Uni Eropa tumbuh pesat sekali dalam beberapa tahun terakhir. Inggris termasuk dalam lima negara dengan investasi terbesar ke Indonesia. Tidak ada alasan kemunduran," kata Moazzam.

Moazzam menambahkan, para pengusaha dari Inggris terus memperkuat kerja sama dengan pengusaha-pengusaha Indonesia. Hubungan mesra perdagangan kedua negara tampak ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke London, Inggris, April lalu.

Saat itu, ratusan pengusaha Inggris antusias untuk bertemu Jokowi karena melihat besarnya potensi Indonesia. Menurut Moazzam, Brexit tak akan melunturkan kemesraan hubungan bisnis Inggris dan Indonesia.

"Ratusan pelaku bisnis Inggris-Indonesia terus mempererat kemitraan. Ketika Presiden Jokowi berkunjung pada April 2016 lalu, kami membawa delegasi untuk bertemu dengan beliau, ratusan pelaku bisnis bicara tentang Indonesia. Saya tidak melihat akan adanya perubahan fundamental, kita akan melanjutkan kerja sama," dia menegaskan. (dtc)

BACA JUGA: