JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tahun depan Indonesia rencananya akan kembali aktif di Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), sebuah organisasi yang menjadi tempat berkumpulnya para negara pengekspor minyak bumi. Aktif sebagai anggota penuh, padahal, saat ini Indonesia berstatus net oil importer atau negara pengimpor minyak dan bukan lagi negara pengekspor. Atas kenyataan ini, pemerintah dinilai memaksakan diri.

Kabar kembalinya Indonesia ke OPEC itu muncul seiring dengan datangnya surat dari OPEC kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, beberapa waktu lalu. Dalam suratnya, OPEC menyatakan menerima permintaan Indonesia untuk aktif kembali di OPEC. Indonesia akan berstatus anggota penuh pada tahun 2016. Surat ini merupakan jawaban atas permintaan Indonesia kepada OPEC agar status keanggotaannya diaktifkan kembali. Permintaan itu disampaikan pemerintah Indonesia saat OPEC melaksanakan rangkaian kegiatannya di Kota Wina, Austria, Juni 2015.

OPEC, sebenarnya bukan dunia baru bagi Indonesia. Indonesia telah aktif di OPEC sejak tahun 1962, saat usia OPEC baru dua tahun. Setelah 46 tahun aktif, pada tahun 2008, Indonesia akhirnya pamit kepada OPEC untuk keluar. Pasalnya, Indonesia telah bergeser dari negara pengekspor minyak menjadi negara pengimpor minyak. Minyak yang diimpor lebih banyak daripada yang diekspor. Produksi minyak mentah Indonesia juga terus turun. Sehingga, ada perbedaan antara Indonesia sebagai pengimpor, dengan negara-negara lain di OPEC.

Pada September 2008, OPEC menyatakan menerima permintaan Indonesia untuk menghentikan sementara status keanggotaannya. Dalam situs resmi OPEC ditulis, Indonesia dibekukan (suspended) status keanggotaannya efektif sejak Januari 2009.  

Kabar akan kembali aktifnya Indonesia di OPEC juga dibenarkan oleh Kurtubi. Anggota komisi VII DPR RI itu minggu lalu berkunjung ke markas besar OPEC di Kota Wina, Austria. Saat itu dia bertemu dengan Sekretaris Jenderal Abdalla Salem El-Badri. Sekjen OPEC mengatakan  Indonesia dipastikan akan kembali aktif di OPEC. Seluruh negara anggota OPEC sangat gembira menyambut Indonesia yang memutuskan untuk aktif kembali, dengan status anggota penuh.

"Saya sendiri minggu kemarin ke markas besar OPEC, bertemu dengan Sekjen OPEC. Beliau mengatakan 99,9 persen Indonesia sudah pasti aktif kembali," kata Kurtubi kepada gresnews.com, Jumat (11/9).

Sekjen OPEC menjelaskan, pada Desember nanti OPEC akan meminta Indonesia untuk hadir dalam Konferensi OPEC. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia akan diundang. Selain itu, OPEC juga meminta Indonesia untuk segera menunjuk Gubernur OPEC untuk Indonesia atau wakil Indonesia di OPEC. "Wakil Indonesia di OPEC harus segera ditentukan di bulan September-Oktober ini," ujar Kurtubi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan Indonesia tidak pernah keluar dari OPEC. Status Indonesia saat ini di OPEC hanya non-aktif atau suspended. Pada tahun ini Indonesia mengajukan permintaan reaktivasi, untuk kembali aktif menjadi anggota. Permintaan ini sudah dijawab dan direspons  dengan baik oleh seluruh anggota OPEC. Selanjutnya, pada persidangan OPEC berikutnya (4 Desember 2015) Indonesia akan diundang, untuk dimasukkan sebagai anggota penuh.

Hal itu juga dibenarkan oleh Kurtubi. "Dulu sifatnya keanggotaan kita hanya di-suspended, dibekukan. Sekarang sifatnya aktif kembali."

Terkait soal syarat anggota OPEC haruslah berstatus net oil exporter, Menteri ESDM menjawab bahwa tidak ada ketentuan soal itu. "Tidak ada keharusan,” katanya.

BANYAK KEUNTUNGAN - Masuknya Indonesia kembali menjadi anggota OPEC pada saat tidak lagi sebagai pengekspor minyak, dikritik banyak kalangan. Sebab Indonesia dinilai tak akan memiliki peran yang signifikan di lembaga tersebut.  Namun Menteri ESDM mengatakan justru hal itu akan menguntungkan Indonesia jika berstatus anggota aktif di OPEC. Diantaranya akan menjadi lebih dekat dengan para produsen minyak. Ini akan membantu kita untuk mendapatkan suplai minyak untuk kebutuhan dalam negeri, yang selama ini sebagian dipenuhi dari impor.

"Untungnya, kalau punya warung toko beras, kan baik kalau berhubungan dengan pemilik ladang padi. Jadi kita juga, karena sebagian (kebutuhan minyak) masih impor, juga baik kalau berhubungan dekat dengan para produsen," kata Menteri ESDM di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu (9/9).

Apa yang dikatakan Menteri ESDM juga diamini oleh anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi. Menurutnya, Indonesia akan mendapatkan banyak keuntungan jika aktif kembali di OPEC. Pertama, kita bisa berkomunikasi secara langsung dengan setiap negara anggota OPEC, dengan Menteri perminyakan anggota OPEC. Hal itu penting untuk membuka jalan bagi terjalinnya kerja sama antar negara. Misalnya kerja sama Indonesia dengan Aljazair, dengan Arab Saudi, Iran, Venezuela dan lainnya. Kerja sama dalam pola goverment to goverment (G to G).

Kerja sama ini, Indonesia melalui Pertamina bisa membeli minyak mentah dari negara OPEC. Sehingga ada kepastian suplai minyak untuk kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. "Suplai minyak kita biar lebih stabil. Lebih pasti, dan kalau bisa lebih murah. Tentunya ada harga sesama OPEC dong," katanya.

Kedua,  dengan menjadi anggota aktif OPEC, Indonesia bisa memperoleh informasi dari tangan pertama tentang pangsa pasar industri minyak dan gas (migas) dunia. Ketiga, kita bisa mendorong investasi migas untuk masuk ke Indonesia. Pasalnya, Indonesia menjadi perhatian dunia karena menjadi anggota OPEC. "Diperhatikan oleh seluruh dunia. Kita diperhatikan oleh industri migas dunia, itu keuntungannya," ujar Kurtubi.

TAK HARUS MASUK OPEC - Hal yang berbeda disampaikan pengamat energi Komaidi Notonegoro. Dia tidak melihat adanya potensi keuntungan yang bisa didapat Indonesia jika aktif kembali menjadi anggota OPEC. Apalagi saat ini Indonesia berstatus net oil importer,  "OPEC itu kan anggota pengekspor, sementara Indonesia kan sudah net oil importer, bukan negara pengekspor. Jadi saya tidak melihat adanya manfaat itu di situ,” katanya kepada gresnews.com, Jumat (11/9).

Jika pemerintah ingin mendapatkan informasi harga terbaik dan berhubungan baik dengan negara produsen maka tak harus dengan menjadi anggota OPEC.  Hal itu sebenarnya bisa didapat melalui pendekatan goverment to goverment, pendekatan antar pemerintah. "Jadi kalau mau berhubungan dengan Brunei, Malaysia, atau Arab Saudi itu kan nggak harus melalui OPEC," kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu.

Alasan agar bisa membeli minyak dengan kontrak jangka panjang atau long term, juga tak cukup kuat. Sebab negara-negara lain yang tidak pernah menjadi anggota OPEC pun bisa melakukan pembelian minyak dengan kontrak jangka panjang. Hal itu, kembali lagi ke pendekatan yang dilakukan. "Apakah itu satu-satunya? Harus ditempuh melalui keanggotaan OPEC? Yang dipertanyakan kan seperti itu," kata Komaidi.

Selain itu, menjadi anggota OPEC juga tidak gratis ada iuran. Apalagi ada satu perbedaan mencolok, yang membedakan Indonesia dengan anggota-anggota OPEC yang lain. Indonesia merupakan pengimpor, sedangkan negara lain adalah pengekspor. Tentu saja keinginannya berbeda. Indonesia ingin mendapatkan harga impor terbaik, sedangkan mereka ingin dapat harga ekspor minyak terbaik. "Makanya yang dikhawatirkan, antara biaya yang dikeluarkan (untuk iuran) dengan keuntungan yang diperoleh jangan-jangan nggak sebanding," ujar Komaidi.

Terkait iuran yang harus dibayar setiap anggota OPEC, Kurtubi, punya pandangan lain. Memang, sebagai anggota kita harus bayar iuran. Namun iuran itu menurutnya lebih kecil nilainya dibandingkan dengan manfaat yang akan didapatkan. Diantaranya memperoleh informasi terkait minyak dari tangan pertama, terkait penentuan kuota, pengaruhnya terhadap harga minyak dan lainnya. Penentuan kuota OPEC sebagian besar dipengaruhi oleh Arab Saudi dan negara-negara teluk lainnya. Info ini penting mengingat saat ini Indonesia adalah net oil importer. "Kita kembali aktif di OPEC itu lebih banyak untungnya, meskipun kita sudah net oil importer," katanya.

Terkait dengan posisi Indonesia sebagai net oil importir ini, dia saat ini tengah mendorong pemerintah untuk lebih berusaha untuk memproduksi minyak mentah. Yaitu dengan cara memperbaiki sistem tata kelola, memperbaiki undang-undang. "Agar produksi bisa ditingkatkan, agar kembali menjadi net oil exporter," kata Kurtubi.

IBARAT MASUK GENG MOTOR TANPA MOTOR - Menurut Komaidi, terlalu memaksakan diri dengan aktif kembali di OPEC. OPEC adalah organisasi negara-negara pengekspor minyak, sehingga kalau sebuah negara tidak lagi menjadi pengekspor seharusnya otomatis keluar. "Kalau sudah tidak memenuhi kriteria kan secara alamiah harusnya sudah tidak menjadi anggota," katanya.

Komaidi mengibaratkan Indonesia seperti seseorang memaksa masuk geng motor, padahal tidak punya motor. Sama, Indonesia memaksa diri untuk jadi anggota OPEC, padahal bukan lagi pengekspor minyak. Sehingga apapun alasan yang disampaikan pemerintah, Indonesia tetap tidak sesuai menjadi anggota OPEC.

"Kalau orang mau ikutan geng motor itu kan minimal punya motor. Masa kita nggak punya motor tapi mau jadi anggota geng motor, kecuali harus minta dibonceng. Logika Indonesia di OPEC juga kayak gitu. Apapun alasannya, saya kira secara keanggotaan sudah nggak pas," katanya. (Agus Hariyanto)

BACA JUGA: