JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kondisi perekonomian dunia masih gelap, badai belum berlalu. Adalah China yang memulai membuat kondisi global terguncang saat sengaja mendevaluasi mata uang yuan, China kembali membuat dunia guncang karena kejatuhan bursa sahamnya hingga 9 persen, Senin (24/8).

Tak pelak lagi kondisi ini membuat bursa saham di dunia berjatuhan, termasuk juga harga komoditas. Misalnya bursa saham Wall Street di Amerika Serikat (AS) ikut anjlok. Indeks Dow Jones di Wall Street sempat terjun 1.000 poin atau hampir 7 persen, beberapa saat setelah pembukaan perdagangan. Pada penutupan, Dow Jones tercatat turun 3,6 persen.

"Bila belum ada perbaikan di China, pemburukan masih akan terjadi besok (di Wall Street)," kata Analis, Randy Frederick, dilansir dari Reuters, Selasa (25/8).

Tak hanya bursa AS, indeks saham Hang Seng di Hong Kong juga turun 2 persen kemarin. Indeks Nikkei di Jepang turun 6 persen. Lalu, bursa saham di Eropa turun 5,4 persen kemarin. Selain bursa saham, harga minyak juga turun. Minyak produksi AS turun 5,5 persen kemarin menjadi US$ 38,24 per barel. Sementara harga minyak jenis Brent turun 6 persen menjadi US$ 42,69 per barel.

Menurut Reuters, kejatuhan bursa China merupakan yang terparah sejak krisis keuangan 2007 lalu. Banyak pelaku pasar berharap, pemerintah China melakukan kebijakan untuk menahan pelemahan bursa sahamnya, seperti pemangkasan suku bunga acuan.

Dampak China juga dirasakan perusahaan sekelas Apple. Saham Apple yang sempat jatuh 13 persen, akhirnya berhasil naik lagi, dan ditutup melemah 2,47 persen ke level US$ 103,15 per lembar. Ini terjadi setelah CEO Apple, Tim Cook, berkomentar soal masih bagusnya bisnis Apple di China.

Aksi jual di Wall Street menunjukkan, para investor berpikir panjang untuk membeli saham dengan harga tinggi saat ini. Apalagi pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat, demikian juga dengan harga komoditas energi.

Volume perdagangan sangat tinggi, yaitu ada 13,9 miliar lembar saham yang ditransaksikan. Ini di atas rata-rata harian, sebanyak 7 miliar lembar saham per hari sepanjang bulan ini.

KONDISI INDONESIA - Indonesia juga tak lepas kena imbas, kondisi rupiah terus tertekan. Perusahaan investasi global, JP Morgan pun menyarankan investor untuk keluar dari Indonesia dengan melepaskan rupiah dan obligasi Indonesia. Hal ini semakin mengancam nilai tukar rupiah yang hari ini bahkan telah tembus Rp 14.000 per dollar AS.

Sebelumnya, JP Morgan telah memangkas prospek obligasi Indonesia dari Overweight menjadi Sell.  Investor asing sejauh ini mencetak rekor dalam kepemilikan obligasi Indonesia, di samping pada saat yang sama menderita kerugian. Sebagaimana dikutip dari Barrons.com, Senin (24/8), obligasi rupiah dengan lindung nilai telah turun sebesar 5 persen dalam tahun ini, sedangkan yang tanpa lindung nilai melemah hingga 10 persen.

Namun, yang menarik, portofolio investor asing pada obligasi Indonesia sebesar Rp 534 triliun atau mendekati rekor beberapa waktu lalu di posisi Rp 541 triliun. Hal ini lantaran Indonesia lebih baik dari negara emerging market lain, seperti Turki, Afrika Selatan, serta Brasil, pada tahun ini.

"Namun, tiga hal berikut yang membuat kami mengubah rekomendasi (atas Indonesia)," tulis analis JP Morgan, Arthur Luk dan Bert Gochet.

Pertama, langkah China memangkas nilai yuan memperburuk outlook mata uang negara-negara di Asia. JP Morgan menyatakan, rupiah telah anjlok hingga menyentuh level terendahnya dan pada hari ini, Senin, melemah hingga 1,2 persen dan diperdagangkan di posisi Rp 13.995 per dollar AS.  Atas pertimbangan itu, JP Morgan meramal nilai tukar rupiah akan turun lebih dalam hingga Rp 14.300 per dollar AS pada kuartal IV.

Kedua, investor asing juga mulai melepas obligasi dari emerging market, dengan dana yang telah keluar mencapai US$ 2 miliar. Ketiga, kebijakan Pemerintah Indonesia juga tidak terlalu banyak membantu. Alih-alih melakukan reformasi fiskal, justru Pemerintah Indonesia menjalankan kebijakan defisit anggaran.

"Sebelumnya, kenaikan pinjaman sebesar 10 persen telah diumumkan dalam RAPBN tahun depan," tulis analis JP Morgan tersebut.

IHSG MEMBAIK - Kendati nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah di posisi Rp 14.096 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan kemarin di Rp 14.040 per dolar.  Namun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu naik 18 poin di tengah maraknya sentimen negatif. Investor dalam negeri yang kini mulai memburu saham-saham unggulan yang harganya sudah murah setelah ditinggal investor asing.

Pada perdagangan preopening, IHSG naik 18,487 poin (0,44persen) ke level 4.182,216. Sedangkan Indeks LQ45 menguat 4,733 poin (0,68persen) ke level 696,938.

Membuka perdagangan, Selasa (25/8/2015), IHSG bertambah 25,664 poin (0,62persen) ke level 4.189,393. Indeks LQ45 tumbuh 6,788 poin (0,98persen) ke level 698,993.

IHSG terus menanjak secara perlahan berkat penguatan saham-saham unggulan. Investor domestik yang getol berburu saham pagi ini. Hingga pukul 9.05 waktu JATS, IHSG menanjak 63,490 poin (1,52persen) ke level 4.227,692. Sedangkan Indeks LQ45 melonjak 16,385 poin (2,37persen) ke level 708,590.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini rebound cukup tinggi setelah terpuruk dalam dua pekan terakhir. Pelaku pasar semangat berburu saham berkat stimulus yang diberikan pemerintah.

Stimulus tersebut adalah rencana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengguyur pasar saham dengan dana Rp 10 triliun. Dana sebanyak itu akan digunakan emiten BUMN untuk membeli kembali (buyback) saham-sahamnya sendiri di pasar modal.

Menurut Analis First Asia Capital, David Sutyanto, perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini masih mengalami tekanan dari pelemahan rupiah atas dolar AS dan merosotnya kembali harga komoditas.

"Namun di akhir sesi diperkirakan akan berpeluang membaik terutama apabila pemerintah merealisasikan rencana buyback saham sejumlah BUMN untuk meredam kepanikan di pasar saham," katanya, Selasa (25/8).

Tak perlu menunggu sampai akhir perdagangan karena IHSG sudah melesat tinggi sejak pembukaan pagi tadi. IHSG naik 18,487 poin (0,44persen) ke level 4.182,216 pada pembukaan.

Hingga pukul 10.00 waktu JATS, IHSG melonjak 109,144 poin (2,63persen) ke level 4.273,088. Posisi tertinggi IHSG hingga menjelang siang ini ada di 4.301,775.

FUNDAMENTAL EKONOMI MASIH BAIK - Para pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pengusaha nasional swasta telah bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin malam di Istana Bogor. Pertemuan membahas soal ekonomi terkini, termasuk soal nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), Arif Wibowo, yang ikut hadir turut menjelaskan. "Saya pikir ini harus dikomunikasikan ke publik secara masif. Perekonomian Indonesia secara fundamental masih oke," ujar Arif , Selasa (25/8).

Arif menjelaskan, perekonomian Indonesia saat ini tengah dalam kondisi tertekan imbas dari sentimen global yang juga tengah bergejolak. Meski demikian, kata Arif, secara fundamental, perekonomian Indonesia masih kuat terbukti dengan beberapa indikator ekonomi yang dinilai masih baik.

Meski pertumbuhan ekonomi melambat jadi 4,7persen di semester I-2015, namun tingkat laju inflasi masih terjaga. Current Account Deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan yang menjadi beban anggaran juga sudah mulai menurun. Sementara di sisi perbankan, kondisi permodalan bank nasional masih baik, dan angka kredit macet masih dalam batas wajar.

"Beberapa faktor fundamental kita sebenarnya oke, mulai dari inflasi yang masih terjaga, current account defisit yang mulai turun, kredit macet yang rendah, CAR atau permodalan bank yang masih baik, sebenarnya kita punya posisi bagus," katanya.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menjadi fokus pembahasan, dalam rapat yang digelar bersama 16 BUMN dan pengusaha nasional swasta tersebut. Pelemahan mata uang terjadi di seluruh negara di dunia. Ini dampak dari penguatan dolar AS, dan kebijakan China yang dengan sengaja mendevaluasi atau melemahkan mata uang yuan.

Namun, untuk bisa menggairahkan sentimen positif di pasar perlu juga dilakukan kampanye positif. Menurutnya pergerakan rupiah adalah masalah psikologi masyarakat sehingga yang dibutuhkan membangun sentimen positif di masyarakat, membangun opini publik yang baik. (dtc)

BACA JUGA: