JAKARTA, GRESNEWS.COM - Isu eksodus pekerja China ke Indonesia, meski telah ditepis Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, masih diyakini sejumlah kalangan benar-benar terwujud. Baik legal maupun ilegal, para pekerja asal negeri tirai bambu ini masuk ke Indonesia dan menduduki industri-industri penting di Indonesia.

Bahkan berkembang isu, sebanyak 50 ribu tenaga dari China akan masuk ke wilayah Indonesia seperti Medan untuk investasi listrik dan sebanyak 4.800 orang untuk proyek power plant di Bali. Pemerintah diminta mewaspadai terhadap penampungan para tenaga kerja China ini, sebab kedatangan mereka pelan-pelan membawa misi tertentu.

Anggota Komisi VI dari Partai Gerindra Bambang Haryo mengingatkan Indonesia masih kesulitan memberikan lapangan kerja bagi tenaga kerja domestik (TKD), sehingga tak perlu mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA). "Revolusi mental untuk memodernisasi para TKI yang sering diutarakan, tolong segera direalisasikan," katanya kepada gresnews.com, Rabu (8/7).

Menurutnya, hingga saat ini bukti modernisasi TKD ini tak berjalan dan Kabinet Kerja Jokowi hanya omong besar saja. Sebab kenyataannya, walaupun telah ditepis, keberadaan TKA China memang banyak di Indonesia.

Fakta ini memunculkan pertanyaan, ada apa di balik eksodus dan kerjasama-kerjasama Indonesia-China yang cenderung merugikan negara ini? "Saya bingung, apa ada menteri tertentu yang dibayar, disogok Tiongkok?" tuding Haryo.

Apalagi, menurutnya, diketahui, China akan memberikan pinjaman senilai US$ 50 miliar atau setara dengan Rp 646,9 triliun untuk pembangunan infrastruktur di tanah air. Kesepakatan itu tertuang dalam nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antarkedua negara di sela-sela Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di Bandung lalu.

Pendanaan tersebut berasal dari China Development Bank (CDB) dan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC). Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno menyebutkan, pinjaman tersebut bersifat jamak atau multiyears dan akan diberikan kepada perusahaan pelat merah yang akan mengerjakan proyek-proyek infrastruktur.

Sebagian besar dana pinjaman infrastruktur tersebut akan dipakai oleh PT Perusahaan Listrik Negara PLN (Persero) senilai US$ 10 miliar, untuk membangun transmisi dan beberapa pembangkit listrik. Sisanya, diberikan kepada sejumlah BUMN yakni PT Aneka Tambang (Persero) Tbk untuk membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter). Juga untuk membangun tol trans-Sumatera, terutama ruas Bakauheni–Terbanggi Besar. Pembangunan kereta cepat, Light Rail Transit oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk, serta pembangunan Pelabuhan Sorong oleh PT Pelindo II.

LEMAH DALAM ATURAN - Tak luput dari ingatan, skema lease back puluhan pembangkit listrik yang dianggap pemerintah sebagai cara halus menuntut tanggung jawab kontraktor China yang gagal membangun FTP 10.000 MW tahap 1. Namun, tak dinyana, langkah tersebut malah menggiring PLN hanya sebagai service company (perusahaan penyedia jasa ketenagalistrikan). "Kita ini tertipu, mengharapkan untung China tapi malah dirugikan," katanya.

Apalagi, lanjutnya, dalam amanat undang-undang, TKA yang bekerja di Indonesia wajib bisa berbahasa Indonesia. Pengaturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Ketentuan Pasal 31 Ayat (1) UU tersebut menyebutkan: "Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintahan Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia, atau perseorangan warga negara Indonesia.

Selanjutnya pada ayat 2 disebutkan: "Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris”. Pasal tersebut mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam perjanjian dan bila perjanjian tersebut melibatkan pihak asing maka perjanjian tersebut juga ditulis dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

"Nah, mereka jangankan berbahasa Indonesia, bahasa Inggris saja tak lancar. Bagaimana kita mau ajarkan revolusi mental atau moral dengan bahasa berbeda?" ujarnya.

Hanya saja meski peraturan ini mengatur tentang kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia,  undang-undang tersebut tak menyebutkan sanksi terhadap pelanggaran kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam perjanjian.

EKSODUS TERKAIT INVESTASI - Pengamat ekonomi politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng juga membenarkan terdapat banyak TKA China yang sudah bercokol di Indonesia. Utamanya di perusahaan-perusahaan yang dinahkodai China, dalam investasi perkebunan, pertambangan, listrik, hingga jasa.

"Problemnya kita tak punya mekanisme pengawasan tenaga kerja, padahal, jika ingin menancapkan investasi atau pinjaman, maka sudah umum akan disyaratkan satu paket dengan pekerja asal negeri tersebut," katanya kepada gresnews.com, Rabu (8/7).

Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah TKA dari 1 Januari 2014 hingga Mei 2015 sebanyak 41.365. Dari jumlah tersebut, China menyumbang sebanyak 12.837 TKA-nya. Sektor yang banyak diisi TKA China periode 1 Jan 2014 hingga 31 Mei 2015  adalah perdagangan dan jasa 26.579 IMTA, industri 11.114 IMTA dan pertanian 3672 IMTA.

Daeng menduga, jumlah TKA legal ini tak sebanding dengan jumlah TKA ilegal di lapangan yang tak memiliki izin kerja. Lantaran keimigrasian yang lemah, maka TKA asal China ini enggan kembali ke negara asalnya. Dan akhirnya malah menyasar sektor-sektor strategis di Indonesia yakni migas, batu bara, perkebunan, jasa, listrik, dan IT di perkotaan.

Ekonomi China saat ini diketahui tengah mengalami penutunan 7 persen dari tahun sebelumnya, pada tahun 2016-2017 nanti diprediksi turun hingga 6-4 persen. Kredit properti dan hutang pun melilit hingga U$D 28,2 triliun. Selain itu, pada hari ini, Rabu (8/7) sejumlah 500 perusahaan telah dihentikan di bursa efek China.

"Akan ada eksodus terstruktur, piramida emas besar menuju kawasan Asia sebanyak 200 juta orang ke depan," ujarnya.

Eksodus ini dipastikan berhubungan invertasi perdagangan yang ditanamkan di Indonesia. Sebab jika terdapat modal masuk maka sumber daya manusia juga pasti mengikuti, apalagi saat investasi tersebut membawa dan menggunakan alat-alat asli China yang harus dioperasikan tenaga kerja China lantaran tak bisa dialih bahasakan.

Secara ekonomi, keberadaan TKA China ini akan berdampak pada semakin defisitnya neraca transaksi berjalan negara. Sebab. Semakin banyak TKA maka semakin banyak pula uang negara yang harus keluar membiayai upah mereka.

Di bidang sosial tenaga kerja, tingkat pengangguran yang tinggi pasti menimbulkan konflik dengan TKD. Baik itu konflik psikologis yakni kecemburuan sosial hingga konflik fisik. Diketahui pada tahun 2010 terbukti ada konflik antara TKD dengan TKA India di Perusahaan Drydocks Batam lantaran diskriminasi upah.

"Tahun lalu Vietnam pun mengusir TKA China mereka. Ini dikhhawatirkan terulang lagi di kita," ujar Daeng.

JADI SATELIT CHINA - Hal serupa diungkap pengamat ekonomi-politik, Hendrajit, kepada gresnews.com beberapa waktu lalu.  Menurutnya melalui organisasi AFTA, China telah memanfaatkan ruang penguasaan sektor strategis seperti migas, energi, pertanian, dan rumah tangga. Yang perlu dicermati, sistem perjanjian satu paket dengan China biasanya meminta persyaratan seperti bantuan modal tenaga ahli mulai dari top management hingga tenaga kasar.

"Kerjasama sistem bantuan dari soal kerugian jangan dilihat dari yang tersurat, tapi tersirat. Banyak klausul kerjasama yang konsensinya terselubung. Sangat terbuka peluang privatisasi," katanya.

Ia menduga, proyek dengan China ini dijalankan pemerintah guna membuat perimbangan dengan Eropa. Namun, alih-alih membuat perimbangan, daya tawar Indonesia malah jatuh dan membuat negara ini terperangkap menjadi satelit baru China setelah menjadi satelit Amerika dan Uni Eropa.

China pun dianggap telah mengendalikan migas melalui undang-undang, menginvasi hingga ke tingkat managemen di Indonesia. Terkesan menguntungkan, tapi bisa membuka modus mendaftarkan kerjasama di bidang lain.

"Proyek China ini ada design. Praktis Jokowi menjadi penyembah kepentingan Washington dan China," katanya.

BACA JUGA: