JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kenaikan harga daging sapi yang mendadak tinggi meresahkan para pedagang. Harga daging sapi di pasaran beberapa waktu terakhir merangkak hingga menyentuh level Rp 130 ribu hingga Rp 140 ribu per kilogram. Pedagang resah lantaran menurunkan permintaan dan daya serap konsumen.

Harga daging sapi yang melambung bahkan melampau harga saat lebaran yang hanya Rp 100 ribu per kilo jadi perhatian pemerintah. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Sri Agustina mengatakan, melambungnya harga dan kelangkaan stok daging memunculkan dugaan ada permainan mafia di balik peristiwa tersebut.  

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), menurut Sri, sedang menelusuri dugaan adanya permainan mafia ini. Hal itu telah disinergikan di internal Kemendag. Hanya saja, ia enggan menyebut oknum yang diduga pelaku mafia tersebut.

"Wacana ada mafia bisa dibenarkan. Namun, kami sedang menindaklanjuti dugaan itu. Kini, masih koordinasi dan tindak lanjut dengan Pak Menteri Perdagangan," kata Sri dihubungi gresnews.com, Senin (10/8).

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga tengah melakukan investigasi dan penyelidikan terkait naiknya harga daging secara tidak wajar di pasar.  "KPPU akan segera update data dan informasi harga daging di pasar," kata  Komisioner KPPU Nawir Messi kepada gresnews.com, Senin (10/8).

Nawir mengatakan, dari sisi persaingan usaha, fluktuasi harga sudah menjadi dinamika pasar. Namun untuk kondisi yang terjadi saat ini, ia menilai, ada indikasi penumpukan daging menjelang perayaan hari raya Idul Adha.

"Jelang perayaan Idul adha, peredaran daging sapi terhambat dan bisa juga kecenderungan menjual ke Rumah Potong Hewan (RPH) dengan harga tinggi," kata Nawir.

Perusahaan penggemukan sapi (feedloter), kata Nawir, menjadi salah satu penyebab terjadinya gejolak harga di pasar. Dimana, ada permainan perusahaan dengan menahan distribusi dan pasokan daging sapi ke RPH terhambat.
"Kondisi minimnya ketersediaan daging ini membuat harga mahal," jelas Nawir.

Untuk itu, KKPU siap melakukan analisis dan monitoring dari konteks kebijakan khususnya penegakan hukum bagi feedloter.

DAMPAK KENAIKAN HARGA DAGING - KPPU menemukan, kondisi kenaikan harga benar-benar memberatkan pedagang daging sapi. Khususnya di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (JABODETABEK). "Di sebagian daerah juga terganggu akibat kondisi ini. Namun, yang paling terasa di Jabotabek karena permintaan persentasi konsumsi daging cukup tinggi. Situasi ini benar-benar urgent," lanjut Nawir.

Nawir menyebut, saat ini harga daging sapi di sejumlah daerah di JABODETABEK menyentuh angka Rp 130 hingga Rp 135 ribu per kilogram. Bahkan, disebutkan ada beberapa tempat yang harganya sudah mencapai Rp 140 ribu per kilogram.

Sebagai langkah pencegahan, KPPU menyambut baik inisiatif pemerintah melakukan swasembada daging. Namun, menurut Nawir, langkah tersebut perlu direncanakan secara baik dengan dukungan data kapasitas dalam negeri.

Untuk alasan keberlanjutan, KPPU juga mengimbau tidak perlu ada tindakan mengurangi ketersediaan sapi perah untuk daging potong konsumsi. Sebab, hal tersebut berdampak buruk bagi keberlanjutan pangan dalam negeri.

"Perlu informasi dan data yang akurat menyangkut volume konsumsi dan kebutuhan masyarakat dalam menjalankan swasembada daging," ujarnya.

Sebab, tanpa langkah pencegahan dan antisipasi, pemerintah diprediksi akan menghadapi gejolak harga yang sama di kemudian hari. Yakni tidak sebandingnya permintaan dan ketersediaan.

SUBSTITUSI PANGAN - Menyikapi kondisi ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan pemerintah  perlu memiliki strategi subtitusi pangan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Hal itu untuk mengurangi ketergantungan konsumsi pada satu komoditas pangan tertentu.

Menurut Susi, kenaikan harga daging sapi dapat menyadarkan masyarakat tentang bahaya ketergantungan impor. "Daging sapi mahal. Masyarakat akan cari substitusi. Situasi ini mendesak adanya substitusi pangan," kata Susi ditemui gresnews.com di KKP, Jakarta, Senin (10/8).

Bahaya ketergantungan pada satu komoditas tertentu, kata Susi, akan semakin memberatkan sektor konsumen dalam negeri. Untuk itu, perlu ada pergantian sumber protein agar pola pikir masyarakat berubah dan tidak menilai daging sapi sebagai satu-satunya sumber protein utama.

"Sumber protein itu tidak hanya daging sapi saja. Ada ikan yang juga memiliki kandungan protein yang besar," sebut Susi.

Terkait strategi memenuhi kebutuhan pangan dengan impor, menurut Susi, bukan solusi terbaik. Caranya, dengan mendukung peternak lokal lebih produktif memproduksi sapi, ayam, dan ikan.

Namun, menurut Susi pemrintah tidak bisa secara sepihak melarang kegiatan ekspor,  karena dalam keadaan mendesak hal itu perlu dilakukan untuk memenuhi konsumen dalam negeri.

Susi menyebut ada sejumlah dampak kenaikan sebuah komoditas produksi pangan. Pertama, menguras kantong konsumen karena membayar lebih mahal. Kedua, naiknya harga dapat memaksa orang untuk mencari dan membuat substitusi misalnya beternak.

"Kalau dibutuhkan daging impor yah itu tugas pemerintah," katanya.

Akan tetapi kalo harganya terlalu mahal, pemerintah harus mencari strategi pemberdayaan produksi pangan nasional. Sebab, jika tidak dilakukan, maka dapat dipastikan keberlanjutan pemenuhan pangan secara konstan akan terganggu.

BUKA KRAN IMPOR - Menghadapi kondisi melambungnya harga dan aksi mogok pedagang daging, telah memaksa pemerintah untuk membuka kran impor daging sapi. Padahal selama ini pemerintah telah sekuat tenaga untuk tidak mengumbar impor daging dan memilih memperbanyak impor sapi bakalan.

Menko Perekonomian Sofyan Djalil kemarin telah memerintahkan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, Mendag Rahmat Gobel, dan Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti untuk membuka impor daging lebih besar. Penugasan untuk impor ini diberikan kepada Bulog.

Namun Menko Perekonomian mengaku tidak bisa merinci kepastian berapa jumlah daging yang akan diimpor oleh Perum Bulog. Ia hanya menyebut, Bulog diberikan wewenang lebih besar untuk melakukan tindakan itu (impor) untuk menstabilkan harga daging.

Selain memberikan kewenangan Bulog untuk melakukan impor. Bulog juga diperintahkan  untuk melakukan intervensi pasar untuk menstabilkan harga daging.  "Bulog sekarang melakukan intervensi ke pasar. Mereka siap melakukan intervensi ke pasar terutama mengatasi kelangkaan yang terjadi di pasar,” ungkap Sofyan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (10/8) seperti dikutip setkab.go.id.

Namun menurut Sofyan, itu untuk jangka pendek . Untuk  jangka menengah dan panjang menurutnya harus dibereskan supply-nya. "Dalam kasus tingginya harga daging sapi saat ini kuncinya adalah supply. Kita bereskan supply dulu,” pungkasnya.

BACA JUGA: