JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak menerima eksepsi (keberatan) enam terdakwa perkara korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Keenam terdakwa tersebut yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. (TRAM) Heru Hidayat, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hendrisman Rahim, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Syahmirwan, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hary Prasetyo, Direktur Utama PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto dan Direktur PT Hanson International Tbk. (MYRX) Benny Tjokrosaputro.

"Menimbang bahwa karena seluruh keberatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima maka pemeriksaan perkara aquo harus dilanjutkan dan tentang biaya perkara yang timbul dalam perkara ini ditangguhkan sampai dengan putusan akhir," kata Ketua Majelis Rosmina dalam persidangan yang diikuti Gresnews.com, Rabu (24/6/2020).

Majelis justru menilai dakwaan penuntut umum telah diuraikan secara lengkap dan jelas. Jaksa dipersilakan melanjutkan perkara bagi setiap terdakwa. "Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan perkara dengan memerintahkan penuntut umum menghadirkan saksi-saksi dan barang bukti," kata Rosmina.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara ini antara lain Bima Suprayoga, Ardito Muwardi, Yanuar Utomo, dan Petrus Andri Napitupulu.

Menurut JPU, keenam terdakwa melakukan kesepakatan pengelolaan investasi saham dan reksadana yang tidak transparan dan akuntabel. Analisis yang mereka lakukan dalam pengelolaan investasi saham serta reksadana tersebut hanya formalitas. Contoh yang disebut Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan telah melakukan pengelolaan investasi saham dan reksadana tanpa analisis berlandaskan pada data yang objektif dan analisis yang profesional dalam Nota Intern Kantor Pusat (NIKP).

Ketiga pimpinan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) itu juga disebut melakukan pembelian saham PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR), PT PP Properti Tbk. (PPRO), dan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. (SMBR) meskipun kepemilikannya melewati ketentuan dalam Pedoman Investasi, yaitu 2,5% dari saham yang beredar. Keenamnya didakwa bekerja sama untuk membeli dan/atau menjual saham BJBR, PPRO, SMBR dan PT SMR Utama Tbk. (SMRU).

Menurut JPU, transaksi tersebut bertujuan untuk mengintervensi harga yang akibatnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas untuk menunjang kegiatan operasional.

Kemudian keenamnya didakwa mengendalikan 13 manajer investasi untuk membentuk produk reksadana khusus bagi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksadana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dapat dikendalikan oleh Joko Hartono.

Bukannya melakukan verifikasi yang memadai, ketiga mantan pimpinan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) malah menyetujui hal tersebut. Meskipun mengetahui bahwa produk reksadana yang dikendalikan Joko tidak menguntungkan dan tidak dapat menunjang operasional perusahaan.

Lalu terdakwa Heru dan Benny, melalui Joko, didakwa telah memberi uang hingga fasilitas kepada ketiga mantan pimpinan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) berkaitan dengan pengelolaan investasi dan reksadana yang terjadi pada 2008-2018 tersebut.

Dalam dakwaan primair, mereka dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU 31/1999 jo. UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dakwaan subsidair dikenakan Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perbuatan keenamnya juga disebutkan melanggar UU Perasuransian, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, dan sejumlah peraturan internal PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Untuk Heru, selain tindak pidana korupsi, JPU menambahkan dua dakwaan lagi yakni Pasal 3 ayat (1) huruf c UU 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU 25/2003 tentang Perubahan atas UU 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU Pencucian Uang). Dakwaan ketiga, Heru dikenakan pasal primair yaitu Pasal 3 UU Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Kemudian, pasal subsidair Pasal 4 UU Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Benny Tjokro juga didakwa dengan pasal UU Pencucian Uang.

Benny juga memberikan tanggapan terkait kasus yang membelitnya dan memberikan pernyataan kepada wartawan. Ia akan memaparkan fakta-fakta di persidangan untuk membela diri.

Benny yakin dirinya tidak bersalah. Terlebih lagi semua data sudah dibuka dan publik sudah mengetahui saham-saham apa saja yang menjadi portofolio investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"100% tidak bersalah, saya kambing hitam. Kalau kambing hitamnya cari tukang becak mana laku! Kambing hitam harusnya asetnya banyak," kata Benny.

Lalu saat ditanya siapa yang bersalah, ia menjawab: "Yang bolong tahun 2006 menurut Anda siapa? Bakrie jelas-jelas," ujar Benny.

Ia menuding Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menutup-nutupi keterlibatan Grup Bakrie dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Yang nutupin ketua dan wakil ketua BPK, yang pasti kroninya Bakrie memang yang nutupin. Memang ketua dan wakil ketua BPK itu yang nutupin," katanya.

Menurut Benny, pada 2006, harga saham-saham Grup Bakrie sedang berada pada titik tinggi-tingginya dan sekarang harganya Rp50. Pada 2008, kerugian grup mencapai Rp6,7 triliun. "Mereka (Bakrie) pakai uang berbunga. Karena gak didrop, mereka pakai JS Saving (Jiwasraya)," ujarnya.

Sebagai informasi, emiten-emiten yang merupakan bagian dari Grup Bakrie antara lain PT Bakrie & Brothers Tbk. (BNBR), PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL), PT Bakrieland Development Tbk. (ELYT), PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BMRS), PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG), PT Darma Henwa Tbk. (DEWA). 

(G-2)

 

BACA JUGA: