JAKARTA - DPR dan pemerintah sedang kejar tayang untuk mengesahkan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtan Siber) pada September mendatang alias sebelum periode 2014-2019 berakhir. Namun masih banyak hal yang perlu diperjelas dalam aturan itu agar tak ada tumpang tindih kewenangan dan mendapat masukan dari banyak pihak.

"Ini harus dibahas karena banyak sekali stakeholder yang terlibat," kata Managing Director Maxplus Indonesia Anugerah, Abang Suluh Husodo, kepada Gresnews.com, Rabu (21/8).

Menurutnya, sejumlah pasal dalam RUU Kamtan Siber banyak yang overlapping antara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dengan lembaga lain seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan lembaga lainnya. Pemangku kepentingan seperti Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) juga keberatan dengan isi RUU tersebut. RUU Kamtan Siber tak perlu terburu-buru disahkan tahun ini.

Namun lembaga seperti BSSN ini tetap dibutuhkan untuk mengkontrol bila terjadi serangan siber. Ada beragam infrastruktur dalam upaya menangkal serangan siber ini. Intinya melakukan proteksi baik dari dalam maupun dari luar salah satunya dengan memasang firewall. Abang berpendapat memang tidak mudah menghalau serangan siber ini. Perbankan saja bisa mengalokasikan dana hingga triliunan rupiah untuk menjaga data nasabahnya. "Anggaran keamanan IT di bank bisa Rp5 triliun per tahun," ujarnya.

Setidaknya ada lima tindakan yang wajib dilakukan untuk menjaga dan mengatasi serangan siber: pemantauan, penangkalan, penindakan, penanggulangan dan pemulihan. (G-2) 

BACA JUGA: