JAKARTA - Indonesia Budget Center (IBC) mengkhawatirkan terjadinya pemborosan anggaran jika kedudukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) ditingkatkan melalui pengesahan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU Kamtan Siber). Diperlukan audit khusus untuk menilai efektivitas dan kepatuhan hukum dalam proses pengadaan barang dan jasa di BSSN. Direktur IBC Roy Salam meminta disamakan dulu persepsi tentang keamanan dan ketahanan siber. Jika BSSN berfungsi sebagai sinkronisasi, tak perlu anggaran triliunan.

Reporter Gresnews.com Ach. Haqqi mendatangi kantor BSSN di Ragunan, Jakarta Selatan, Senin (19/8), untuk menanyakan tentang alokasi dan rencana penggunaan anggaran BSSN, namun pihak BSSN tidak bersedia menjawab langsung dan meminta daftar pertanyaan dikirim melalui email. Hingga berita ini turun, jawaban BSSN belum kami peroleh.

Riset yang dilakukan oleh Gresnews.com, Senin (19/8), mengutip publikasi APBN KITA: Kinerja dan Fakta edisi Mei 2019 yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan tentang Realisasi Belanja Modal Kementerian Negara/Lembaga 2019, anggaran BSSN dalam APBN 2019 sebesar Rp2,31 triliun dan Nilai Kontrak per Mei 2019 sebesar Rp1,07 triliun.

Berdasarkan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk periode 2018-2019 (setelah BSSN berdiri dalam payung hukum Perpres), untuk pengadaan melalui tender yang nilainya terbesar adalah Paket Pekerjaan pembangunan infrastruktur assesment center SDM siber dan sandi di Bojongsari, Depok, senilai Rp205,1 miliar, yang menggunakan anggaran 2018 dengan pemenang tender PT Wijaya Karya Bangunan Gedung. Sementara itu untuk non-tender/penunjukan langsung, Paket Pekerjaan dengan nilai terbesar adalah pengadaan aplikasi pengujian keamanan berbasis web di Sentul, Bogor, senilai Rp22 miliar yang menggunakan anggaran 2019 dengan pemenang PT Otka Tekno Aditama (Lihat tabel diolah).

 

Dalam Draf terbaru RUU Kamtan Siber per Mei 2019, pada BAB IX Pasal 62-67, diatur hal  mengenai pengadaan dan pendanaan. Sumber utama pendanaan berasal dari APBN, APBD, Dana Pengembangan Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional, dan hibah. Sebesar 50% komponen pengadaan wajib menggunakan komponen dalam negeri. Wilayah yang rawan terjadi penyelewengan/korupsi adalah pada penunjukan langsung yang menurut RUU itu bisa dilakukan dalam hal keadaan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat, pekerjaan yang kompleks dan sangat terbatas dilakukan oleh penyedia jasa tertentu, pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara, dan pekerjaan berskala kecil. (G-1)

BACA JUGA: