JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang pra peradilan penetapan tersangka kasus rekening mencurigakan yang diajukan Budi Gunawan memang digelar esok hari. Tetapi, perdebatan mengenai kuat tidaknya aspek hukum pra peradilan kasus ini masih terus menjadi perdebatan.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana menyebut upaya pra peradilan yang dilakukan Budi Gunawan melalui kuasa hukumnya merupakan upaya perlawanan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sayangnya upaya ini sebenarnya tidak memenuhi hukum acara pidana pra peradilan.

"Pra peradilan Budi Gunawan ini seperti jurus pendekar mabuk, sayang sekali ini calon Kapolri yang mengajukan," ujar Denny saat diskusi di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/2).

Menurut Denny seharusnya Budi Gunawan mengerti prosedur hukum acara dalam mengajukan pra peradilan. Karena proses itu juga tidak akan menghanguskan status tersangka yang tersemat pada dirinya. Menurut Denny, pra peradilan hanya bisa dilakukan jika Budi Gunawan langsung ditahan KPK.

Hal itu kata Denny mengacu pada Pasal 95 KUHAP, bahwa pra peradilan tidak bisa membatalkan status seseorang sebagai tersangka. Tetapi hanya bisa menggugat perihal ganti rugi jika seseorang ditangkap tanpa adanya alasan yang kuat.

"BG (Budi Gunawan-red) ini kan enggak ditangkap, ditahan, masih jadi tersangka, harusnya enggak usah pra peradilan, ini aneh," terangnya.

Denny pun memaparkan, salah satu alasan yang dijadikan pra peradilan ini adalah kasus PT Chevron pada 2012 lalu, Ketika itu tersangka Bachtiar Abdul Fatah memang menang di pra peradilan, tetapi ada dua catatan penting dari sidang tersebut.

Pertama, pra peradilan ini tidak membatalkan status tersangka kepada Bachtiar dan Hakim Tindak Pidana Korupsi tetap memutuskan bahwa ia bersalah dan dihukum dua tahun penjara, bahkan hukuman itu diperberat di tingkat kasasi menjadi empat tahun penjara.

"Kedua Hakim tunggal yang menyidangkan, Suko Harsono di pindah ke Maluku," cetus Denny.

Hal senada dikatakan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting. Menurut Miko, alasan pra peradilan yang diajukan Budi Gunawan terkesan mengada-ada, sebab tidak berdasarkan peraturan yang berlaku, sayangnya, pengadilan tidak bisa menolak adanya pengajuan pra peradilan ini.

"Terkait pasal 95 KUHAP, pra peradilan itu kalau ada upaya paksa. Kalau terkait pasal 77 KUHAP pra peradilan itu jika ada penangkapan, penahanan, proses penyidikan, jika secara fisik itu penangkapannya ada kerugian," terangnya.

Sedangkan jika kuasa hukum Budi Gunawan menggugat Pasal 63 UU KPK, menurut Miko konteksnya adalah upaya paksa. KPK berwenang melakukan penyadapan, penyidikan dan penuntutan. Oleh karena itu, tidak ada wewenang KPK harus merehabilitasi nama Budi Gunawan yang jelas-jelas melakukan korupsi.

"KPK juga tidak berwenang menghentikan penyidikan. Alasan kuasa hukum BG ini tidak dapat dibenarkan," imbuhnya.

BACA JUGA: