JAKARTA, GRESNEWS.COM - Revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) sempat terhambat di paripurna karena tidak melibatkan DPD dalam pembahasan di tingkat I. Padahal menurut sejumlah fraksi dalam paripurna lalu, DPD memiliki hak dalam pembahasan UU MD3. Untuk menghindari lemahnya prosedural revisi UU ini, kini Badan Legislasi (Baleg) dan pimpinan DPR mempertimbangkan pelibatan DPD dalam pembahasan di tingkat I.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menuturkan sesuai rapat paripurna memang ada usulan untuk melibatkan DPD. DPD juga telah mengingatkan pimpinan DPR bahwa ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan ada peran DPD dalam revisi. Selain itu, Menteri hukum dan HAM pun telah menyetujui usulan tersebut.

Dijadwalkan Senin depan (1/12) Baleg akan bertemu DPD untuk menerima masukan revisi UU MD3. Setelah menerima masukan DPD, pembahasan revisi akan dibawa ke Badan Musyawarah dan dilanjutkan ke paripurna. "Tadinya kita hanya ingin revisi dengan sangat terbatas. Tapi kita juga belum tahu usulan resminya seperti apa, ini masih akan on schedule," ujar Fadli di DPR, Jakarta, Jumat (28/11).

Ia melanjutkan, pembahasan revisi UU MD3 harus masuk program legislasi nasional (Prolegnas). Menurutnya akan lebih bagus kalau revisi ini bisa kuat dari segi materi dan prosedur. "Sehingga jangan sampai UU yang telah direvisi dibatalkan karena tidak mengikuti prosedur," ujar Fadli.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan dalam UU MD3 sudah ada aturan harus melibatkan DPD. Sehingga kalau tidak melibatkan DPD ada kemungkinan revisi UU MD3 menjadi batal. Fahri pun berharap agar semua pihak terakomodir dalam revisi. "Kita tidak ingin setelah revisi, UU ini dibawa ke MK," kata Fahri di DPR, Jakarta, Jumat (28/11).

Menanggapi hal ini, Anggota DPD asal Bali Gede Pasek Suardika menjelaskan DPD hanya ingin memasukkan sejumlah pasal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 92/PUU-X/2012 tentang MD3. Putusan tersebut mengembalikan fungsi DPD bersama DPR dan pemerintah (tripartit) dalam pembahasan rancangan undang-undang. MK telah mengatur juga bahasan apa saja yang menjadi kewenangan DPD. "Ada beberapa pasal. Jadi tidak tripartit secara utuh," ujar Pasek di DPR, Jakarta, Jumat (28/11).

Pasek menambahkan materi yang ingin diajukan DPD dalam revisi hanya terkait soal DPD dan tidak intervensi kewenangan DPR. Apalagi materi yang diajukan berdasarkan keputusan MK yang wajib dipatuhi. Lalu revisi UU harus menenuhi ketentuan formil dan materil. Secara materil DPR bisa merevisi UU, tapi secara formil harus melibatkan DPD. Unsur ini yang harus dipenuhi. Karena itu DPD sudah mengingatkan DPR agar melibatkannya. "Kalau unsur formil tidak dipenuhi maka revisi ini akan dianggap cacat secara hukum," ujarnya.

DPD sendiri mengaku bisa mengimbangi DPR untuk membahas revisi UU MD3 secara cepat. DPD dan DPR juga tidak akan saling ´ngotot´ karena dalam pembahasan karena pasal yang akan ditambahkan DPD materinya sudah diberikan MK. Revisi UU ini juga tidak boleh dilakukan di luar prolegnas karena harus ada kondisi luar biasa. Tapi juga tidak bisa dimasukkan ke prolegnas 2014 karena masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014. Sehingga tetap harus masuk prolegnas 2015.

Cara untuk mempercepat pembahasan, revisi ini bisa menjadi prolegnas prioritas. "Yang penting mekanisme harus dilewati semua. Masa produk UU pertama cacat, kan malu. MK juga pasti memihak kita karena dia yanh buat keputusan," kata Pasek.

BACA JUGA: