JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ditetapkannya Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Provinsi Banten tahun anggaran 2012/2013 dan kasus suap terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar dalam pengurusan perkara Pilkada Lebak, boleh jadi menandai surutnya dominasi politik dinasti Atut di Banten. Namun bukan berarti kasus-kasus korupsi di Banten juga akan surut dari provinsi yang berpisah dari Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000 itu. Sebab disinyalir setelah dinasti Atut masih ada dinasti-dinasti lain yang siap menguasai Banten. Salah satunya adalah dinasti Mulyadi Jayabaya yang diusung PDIP yang juga merupakan pesaing berat Partai Golkar yang mengusung Atut

Sinyal itu sudah tampak dari adanya pertarungan antara dinasti Atut dengan Mulyadi sejak tahun 2011 lalu. Ketika itu Mulyadi maju berhadapan dengan Atut pada kancah pemilihan Gubernur Banten periode 2012-2017. Di ajang itu, Mulyadi harus mengakui kedigdayaan Atut. Namun pertarungan antara dua dinasti itu belumlah usai. Pada pemilihan anggota legislatif tahun 2014 nanti, pertarungan kedua dinasti itu kembali memanas. Sebab, anak-anak dari kedua dinasti itu akan saling bertarung memperebutkan kursi di Senayan pada 2014 nanti.

Dalam daftar calon tetap, terdapat dua anak dan menantu Atut untul level DPR, DPD maupun DPRD. Kedua anak Atut itu adalah Andiara Aprilia Hikmat yang akan maju sebagai calon anggota DPD RI dan Andhika Hazrumy, yang berstatus sebagai anggota DPD, kini mencalonkan diri menjadi anggota DPR dari Partai Golkar dan terdaftar dengan nomor urut 1 di daerah pemilihan Banten 1. Sementara itu menantu Atut, Adde Rosi Khoerunnisa (istri Andhika-red) yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua DPRD Kota, terdaftar sebagai caleg nomor urut 1 dari Golkar untuk DPRD Provinsi Banten dari Daerah Pemilihan Banten 1 (Kota Serang). Menantu Atut lainnya Tanto Warbono Arban (suami Andiara-red) terdaftar sebagai caleg untuk DPRD Provinsi Banten di dapil Kota Tangsel dengan nomor urut 1 dari Partai Golkar.

Dari klan Jayabaya, tercatat ada dua anak Bupati Lebak itu yaitu Iti Oktaviani Jayabaya dan M. Hasbi Assidiqi Jayabaya. Iti Oktaviani saat ini menjabat sebagai anggota DPR dari partai Demokrat, dan sedang mencalonkan diri sebagai bupati Lebak periode 2013-2018. Tetapi Iti juga terdaftar menjadi caleg lewat Partai Demokrat dari dapil 1 dengan nomor urut 1. Sementara Hasbi mencalonkan diri sebagai anggota DPR dari Partai PDIP di dapil 1 dengan nomor urut 2.

Selain soal kecakapan membangun dinasti politik, dalam urusan dugaan keterlibatan pada kasus-kasus korupsi di Banten, Mulyadi Jayabaya pun lumayan santer terdengar. Dalam kasus korupsi tanaman jarak yang merugikan negara sebesar Rp 4,5 miliar tahun 2006 misalnya, nama Mulyadi disebut-sebut oleh Fachri Hidayat mantan Kepala Kantor Koperasi dan UKM, Kabupaten Lebak yang kini sudah dipidana penjara delapan tahun. "Jika persoalanya rekomendasi agar diturunkannya program tersebut, kan bukan saya saja yang membuat rekomendasinya, tetapi bupati Lebak dan Dinas Koperasi Banten juga mengeluarkan rekomendasi itu," kata Fachri ketika itu.

Selain itu kencang juga desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus dugaan rekening gendut milik Mulyadi Jayabaya. Desakan ini berawal dari adanya laporan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat transaksi mencurigakan di rekening Mulyadi. Rekening milik Mulyadi kedapatan menerima setoran tunai sampai sebesar Rp 1 miliar. Karena itulah para aktivis yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lebak dan Elemen Mahasiswa Bersatu untuk Banten (Embun), mendesak KPK mengusut rekening Mulyadi. Nama Mulyadi Jayabaya juga disebut dalam kasus dugaan korupsi RSUD Adjidarmo Lebak dan kasus dugaan korupsi bantuan sapi untuk masyarakat Lebak.

Paparan di atas menunjukkan, meski nantinya dinasti Atut lengser dari kekuasaan politik di Banten bukan bukan berarti kasus-kasus korupsi bakal ikutan lengser. Sebab selama politik dinasti masih ada, korupsi masih akan potensial mencengkeram provinsi muda itu. Ketua KPK Abraham Samad pernah mengatakan, politik dinasti rawan korupsi. "Itu sangat rentan dengan perilaku dan kejahatan korupsi," kata Samad beberapa waktu lalu. Celakanya kata Samad, politik dinasti justru semakin marak setelah desentralisasi kekuasaan pemerintah.

Ini terbukti dari banyaknya pengaduan masyarakat dan laporan Badan Pemeriksa Keuangan menyangkut dugaan korupsi di provinsi Banten. Indonesia Corruption Watch (ICW) menempatkan Provinsi Banten sebagai Provinsi ke-15 terkorup di Indonesia.

BACA JUGA: