Iklan fakta Asia Pulp and Paper (APP/Sinar Mas Group) yang menyebutkan bahwa APP hanya memiliki izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 1,31% dari luas daratan Indonesia, merupakan pernyataan yang sangat keterlaluan.

Pasalnya, kata “hanya” itu dilekatkan oleh APP  terhadap luas izin HTI yang dimilikinya seluas 2,5 juta hektar.  Tentu saja penyebutan kata “hanya” tersebut sangat sensitif terhadap isu penguasaan lahan di Indonesia.

Perlu dicatat bahwa izin konsesi HTI APP seluas 2,5 juta hektar tersebut setara dengan 39 kali lipat luas wilayah daratan Ibu Kota Negara Indonesia, Jakarta.

Bayangkan saja, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) Nomor : P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (2011-2030) tertanggal 28 Juni 2011, Kementerian Kehutanan hanya mengalokasikan 5,6 juta hektar hutan untuk pengusahaan hutan skala kecil – dalam hal ini hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, dan hutan desa.
 
Dari 5,6 juta hektar tersebut, Kepmenhut tersebut menyebutkan, hanya 670.000 hektar yang telah diberikan izin kepada masyarakat hingga awal 2011.

Jika dibandingkan dengan luas izin konsesi HTI yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan grup APP yang mencapai 2,5 juta hektar tersebut, maka luas izin pengelolaan hutan berbasis masyarakat, tertinggal mencapai 3,73 kali lipat.

Bayangkan saja, APP itu hanya satu grup bisnis, sementara 670.000 hektar izin pengelolaan hutan berbasis masyarakat tersebut tentunya bukan diberikan untuk satu keluarga masyarakat yang hidup di sekitar hutan, melainkan untuk kelompok-kelompok masyarakat.

Perlu juga digarisbawahi lagi bahwa izin-izin pengelolaan hutan berbasis masyarakat, terutama hutan kemasyarakatan dan hutan desa, tentu bukan untuk mengkonversi hutan alam.

Sementara, areal konsesi HTI APP tersebut, secara cukup signifikan menjadi ajang konversi hutan alam dan lahan gambut untuk penyiapan lahan pembangunan HTI; baik itu sebagai sumber bahan baku industri pulp dan kerta APP maupun sumber penerimaan bagi perusahaan-perusahaan HTI APP.

Berdasarkan Kepmenhut Kepmenhut Nomor: P.49/Menhut-II/2011, kawasan hutan yang dialokasikan untuk izin-izin pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang masih belum diberikan izinnya adalah seluas 4,9 juta hektar dari total 5,6 juta hektar. Artinya, izin-izin pengelolaan hutan berbasis masyarakat tersebut baru “mengambil jatahnya” sebesar 12,5% dari 5,6 juta hektar tersebut.

Artinya, jika 5,6 juta hektar kawasan hutan yang dialokasikan untuk izin-izin pengelolaan hutan berbasis masyarakat tersebut terserap seluruhnya, maka luasannya hampir setara dengan setengah dari total luas izin konsesi HTI APP yang seluas 2,5 juta hektar tersebut. Bayangkan, 5,6 juta hektar itu itu masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Sementara 2,5 juta hektar izin konsesi HTI hanya untuk APP.

Kepmenhut Nomor : P.49/Menhut-II/2011 juga menyebutkan bahwa target pembangunan hutan tanaman rakyat hingga 2030, seluas 1,7 juta hektar. Artinya, target 20 tahun ke depan tersebut, masih di bawah total luas izin konsesi HTI APP saat ini. 

Kata “hanya” yang dipakai APP untuk menjelaskan izin konsesi HTI-nya yang mencapai 2,5 juta hektar tersebut,  mungkin ada relevansinya dengan Kepmenhut Nomor : P.49/Menhut-II/2011 yang menyebutkan bahwa areal konsesi HTI akan diekspansi lagi hingga 6,5 juta hektar.

Pertanyaan yang muncul di sini adalah; apakah APP masih berniat mengambil bagian lagi dari 6,5 juta hektar tersebut sebagai bagian dari ekspansi bisnis industri pulp dan kertasnya di Indonesia?

Elfian Effendi
Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia

BACA JUGA: