Taswa Witular, Pemerhati Sosial Politik

Pada masa Orde Baru dikenal Hari Kesaktian Pancasila yang peringatannya ditetapkan setiap 1 Oktober. Namun sejak 1 Juni 2017, melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016, Presiden menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.

Pancasila adalah jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana seseorang harus hidup (etika) dan seperti apa ciri esensial manusia (metafisik).

Banyak dari kita yang mengetahui dan hafal Pancasila. Tapi fenomena menunjukkan sulitnya meresapi, mengimplementasikan nilai pancasila. Generasi muda terinfeksi kebiasaan mabuk-mabukan, seks bebas, konsumsi narkoba, hedonisme, hingga bullying.

Sisi lain kita melihat suara radikal menjadi sedemikian nyaring. Sentimen ketidakpuasan publik dieksploitasi agar sekelompok masyarakat mau bertindak. Sentimen agama dimanfaatkan agar sekelompok masyarakat mau bergerak. Pun kalangan pejabat, di antaranya banyak yang secara nyata melakukan praktik antipancasila. Korupsi, sulit menerima gagasan, bahkan disinyalir masih ada yang turut serta dalam penggalangan massa pada momen pesta politik.

Gagasan dari Pancasila masih menjadi cita-cita yang belum bisa sepenuhnya digapai. Padahal Pancasila merupakan pemikiran yang telah mendapatkan persetujuan dari komunitas akademis untuk menjadi dasar legitimasi, kritik, maupun rekayasa sosial.

Bahkan muncul anggapan Pancasila sebagai puncak perkembangan pemikiran bangsa Indonesia yang menjadi paradigma pemikiran, serta dianggap sebagai ideologi yang final. Seolah-olah tidak mungkin lagi diutak-atik oleh pemikiran kritis. Pancasila menjadi terputus dari realitas sehingga dirasakan tidak relevan lagi untuk dibicarakan. Dari situlah, Pancasila nampak telah dilupakan dan seakan kehilangan relevansinya.

Lunturnya nilai-nilai Pancasila harus diakui pula sebagai akibat dari kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Pembiasaan oleh orang tua hendaknya ditingkatkan karena anak terlahir dalam keadaan tidak mengetahui batas maupun ketentuan moral.

Pembentukan moral yang berkarakter tidak cukup dengan penghafalan tetapi dengan cara pembiasaan. Selain sekolah, masyarakat juga hendaknya turut berperan serta membina dan menciptakan lingkungan yang efektif.

Pemerintah dapat membuat regulasi dalam domain pendidikan, misalnya dengan melibatkan mahasiswa untuk melakukan pendidikan berbasis Pancasila  di setiap daerah, menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila yang semakin hilang. Memikirkan kembali strategi yang efektif agar nilai-nilai Pancasila terinternalisasi dengan baik dalam kurikulum pendidikan nasional, bukanlah hal yang tabu.

Jika memperingati Hari Lahir Pancasila adalah penting maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila secara simultan dan terus menerus adalah keharusan.

Idealnya kita memahami Pancasila tidak secara teoritisnya saja, namun lebih kepada praktik yang sesuai dengan nilai-nilai dasar, karena makna Pancasila sesungguhnya mempersatukan Indonesia dengan segala perbedaan yang ada serta menjadi arah kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan ketuhanan sehingga menjadi modal kuat dalam mencapai kesejahteraan rakyat. 

Saatnya kita merevitalisasi semangat diawali dari diri masing-masing sesuai perannya dalam berbangsa dan bernegara.

Khusus untuk sahabat muda, ingatlah bahwa pemuda adalah agent of change, pemuda adalah social control, pemuda adalah iron stock.

Mari kita kembalikan lagi jiwa-jiwa pemuda pembawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Di tangan pemuda tergenggam arah dan tujuan bangsa Indonesia.

BACA JUGA: