Oleh: A’an Efendi *)

Pertumbuhan minimarket di Kota Surabaya sungguh luar biasa bak jamur di musim hujan. Ibaratnya tak ada sejengkal tanah pun di Kota Pahlawan yang di situ tidak berdiri yang namanya minimarket. Dari pusat kota sampai pinggiran kota berdiri minimarket sambung menyambung menjadi satu menghiasi wajah ibukota Provinsi Jawa Timur itu. Tidak hanya berlokasi di pinggir jalan besar kini minimarket pun dengan mudahnya dapat kita temui di kompleks perumahan dan jalan-jalan perkampungan.

Kehadiran minimarket-minimarket itu tentu saja membawa banyak dampak positif bagi warga kota yang tahun ini akan menggelar pemilihan kepala daerah itu. Minimarket menjadi tempat belanja yang nyaman dengan harga yang kompetitif dan tidak dibatasi waktu karena banyak minimarket yang buka 24 jam untuk melayani para pelanggannya. Minimarket juga banyak menyerap banyak tenaga kerja yang otomatis dapat mengurangi jumlah pencari kerja di Surabaya yang jumlahnya melimpah. Bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kehadiran banyak minimarket itu tentu saja dapat menjadi sumber baru penerimaan daerah melalui pajak dan pungutan retribusi.

Namun demikian, hadirnya banyak minimarket itu juga dapat membawa beragam dampak negatif baik yang potensial maupun telah terjadi. Minimarket yang lokasinya seringkali dijumpai berdekatan dengan pasar tradisional dapat menjadi ancaman bagi para pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan berdagang di pasar tradisional itu. Kebanyakan orang tentu saja lebih suka berbelanja di minimarket yang lebih nyaman dibandingkan harus ke pasar tradisional yang panas, pengap, dan seringkali becek setelah turun hujan.

Minimarket yang telah banyak merambah wilayah perkampungan juga dapat mematikan usaha kecil warga sekitar yang membuka usaha toko-toko kecil sebagai sumber kehidupannya. Banyak minimarket kerapkali juga tidak menyediakan lahan parkir yang memadai sehingga seringkali menggunakan bahu jalan untuk parkir kendaraan konsumennya dan tentu saja itu dapat mengganggu kelancaran arus lalu lintas.

Pada saat potensi dan dampak buruk faktual kehadiran minimarket belum mendapatkan perhatian yang serius dari pihak yang berwenang, kini fakta mengejutkan terungkap bahwa banyak minimarket di Surabaya ternyata tidak berizin alias ilegal. Seperti diketahui saat ini di Surabaya terdapat 667 minimarket terdiri atas Alfamart 234, Indomaret 293, Alfa Xpress 3, Rajawalimart 9, Superindo 7, Alfamidi 42, Circle K 15 dan lainnya berjumlah 64. Dari jumlah itu yang tidak memiliki izin sebanyak 411, 104 yang dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), 107 yang hampir sesuai dengan peruntukannya dan sisanya tidak jelas (www.lensaindonesia.com, 24/2/15).
 
Fakta yang sangat mencengangkan ternyata lebih dari setengah jumlah minimarket di Surabaya adalah ilegal. Sungguh ini bentuk pelecehan kasatmata terhadap Pemkot Surabaya sebagai pemegang otoritas untuk menerbitkan izin bagi kegiatan minimarket-minimarket tersebut. Pemkot Surabaya harusnya tersinggung bahkan marah dan segera mengambil tindakan cepat dan tegas dengan menutup minimarket ilegal itu dan sekaligus memidanakan para pemiliknya karena melakukan kegiatan wajib izin tanpa dilengkapi izin adalah tindak pidana. Namun sayang sampai saat ini tindakan itu belum ada dan baru sebatas menggertak untuk menyegel minimarket ilegal tersebut. Baru tahap menebar "ancaman" sanksi belum mengeksekusinya.

Masalah Perizinan

Izin pada prinsipnya adalah suatu pembolehan yang diberikan oleh otoritas yang berwenang kepada seseorang untuk melakukan beberapa tindakan tertentu, yang mana tanpa kewenangan itu, suatu tindakan yang dilakukan adalah tindakan ilegal atau melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Di Bidang Perdagangan dan Perindustrian (Perda No.1/2010), Pasal 36 Ayat (1) menyatakan: "Setiap orang atau badan yang akan melakukan kegiatan usaha di bidang toko modern wajib memiliki Izin Usaha Toko Modern". Ayat (2) menyatakan: "Izin usaha toko modern diajukan kepada kepala daerah" .

Artinya tanpa memiliki izin usaha toko modern yang diterbitkan oleh kepala daerah maka haram hukumnya bagi orang atau badan mendirikan apalagi menjalankan usaha minimarket. Izin diwujudkan dalam bentuk dokumen yang memuat petunjuk atau syarat-syarat khusus bagi pemegang izin untuk melakukan tindakan-tindakan khusus dalam jangka waktu tertentu. Izin selalu terbatas jangka waktunya dan harus diperbarui oleh pemegang izin jika jangka waktunya itu sudah habis.

Ketika izin telah terbit maka perlu dipastikan bahwa suatu kegiatan dilaksanakan sesuai dengan izinnya itu. Pengawasan menjadi sarana untuk memastikan bahwa pemegang izin bertindak sesuai dengan syarat yang ada dalam izin dan sekaligus bertujuan mencegah dilakukannya pelanggaran terhadap syarat izin oleh pemegang izin. Dengan demikian, setelah izin diterbitkan tidak menjadikan kewenangan pejabat pemberi izin berakhir. Pejabat yang mengeluarkan izin harus memastikan bahwa pemegang izin melaksanakan kegiatannya sesuai dengan syarat-syarat yang dimuat dalam izin.

Jika dari pengawasan yang dilakukan ditemukan pelanggaran syarat izin oleh pemegang izin maka dikenakan sanksi oleh pejebat yang berwenang. Sanksi pada umumnya bertujuan untuk: merubah perilaku pelanggar, menghapuskan keuntungan finansial yang bersumber dari tindakan pelanggaran, sebagai reaksi kepada pelanggar yang dapat bewujud hukuman pidana, menyeimbangkan sifat pelanggaran dengan bahaya yang ditimbulkannya, memperbaiki kerusakan yang timbul dari tindakan pelanggaran, dan mencegah pelaku pelanggaran pada masa mendatang.

Sesuai ketentuan Pasal 60 Ayat (2) Perda No.1/2010 sanksi terhadap pelanggaran syarat izin usaha usaha toko modern dapat berupa: peringatan; penghentian sementara kegiatan usaha; pencabutan izin; penutupan tempat kegiatan usaha; dan/atau denda administratif paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Tindak Pidana

Melakukan suatu kegiatan atau usaha yang wajib izin tanpa memiliki izin adalah tindak pidana dan pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Termasuk tindak pidana adalah melanggar syarat-syarat yang dimuat dalam izin. Sesuai ketentuan Pasal 62 Ayat (1) Perda No. 1/2010 maka bagi setiap orang atau badan yang mendirikan dan menjalankan usaha minimarket ilegal dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Jika pelanggaran dan aturan yang dilanggar telah jelas lalu kapan action penegakan hukumnya? Bukankah Pemkot Surabaya tahu bahwa tanpa penegakan hukum maka aturan yang telah dibuatnya sendiri menjadi tidak berarti? Jack Vance pun mengingatkan bahwa "law cannot reach where enforcement will not follow". Hukum tanpa penegakan hukum tidak akan pernah mampu mencapai apa yang dicita-citakannya.

Apakah Pemkot Surabaya hanya bertaring saat menertibkan pedagang kaki lima dan berubah menjadi macan ompong ketika harus menghadapi minimarket ilegal? Jika benar demikian maka sungguh tepat apa yang telah dikatakan Honore de Balzac bahwa "law are spider webs through which the big flies pass and the little ones get caught". Hukum itu bak jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat serangga kecil tetapi tidak untuk serangga besar. Semoga saja tidak demikian.

*) Penulis adalah mahasiswa doktoral Universitas Airlangga.

BACA JUGA: