JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kinerja Kejaksaan Agung dalam dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla ini patut jadi sorotan. Kejaksaan Agung mengklaim kerja kejaksaan meningkat signifikan. Namun publik menyorot sejumlah kasus korupsi banyak mengendap di Gedung Bundar.

Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menyebutkan, kinerja bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan mengalami peningkatan pada periode Januari hingga September 2016. Dalam rentang waktu sembilan bulan, Pidsus mampu menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp4,1 triliun. Jumlah ini meningkat pesat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp642,6 miliar.

Melonjaknya nilai aset negara yang berhasil diselamatkan Bidang Pidsus pada 2016 itu, menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Moh Rum tidak terlepas dari kejaksaan yang melaksanakan tugas secara optimal. "Nanti masyarakat yang akan menilai atas kinerja kejaksaan selama ini," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Mohammad Rum dalam keterangannya, Kamis (20/10).

Untuk penanganan perkara, selama tahun 2016 ini, ada 1200 perkara yang disidik oleh bidang Pidsus Kejaksaan. Dari jumlah tersebut, sudah 948 berkas yang masuk tahap penuntutan.

Kata Rum, dengan peningkatan ini, kejaksaan akan berupaya berbenah mengingat khususnya perkara pidsus itu bukan hanya ditangani oleh Kejagung saja namun ditangani juga oleh seluruh kejaksaan yang ada di tanah air.

Tak hanya Bidang Pidsus yang performanya meningkat, Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) juga mengalami kenaikan yang signifikan terkait penyelamatan keuangan negara. Jamdatum mengaku mampu menyelamatkan uang negara sebesar Rp10,1 triliun.

Bidang Datun juga mencatat prestasi yang membanggakan terkait pemulihan uang negara. Di tahun 2016, Datun mampu memulihkan keuangan negara senilai Rp36,6 miliar.

Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P) Kejaksaan Agung juga mencatat prestasi yang membanggakan. Tim yang dibentuk Oktober 2015 silam itu telah mendampingi empat belas proyek strategis nasional. Dari jumlah tersebut empat sudah selesai dilaksanakan dan tiga diantaranya mendapat apresiasi karena diselesaikan lebih cepat dari tenggat waktu yang ditentukan.

Tiga proyek itu adalah pengadaan penyewaan pembangkit listrik terapung, Leasing Marine Vessel Power Plant (LMVPP) di lima lokasi di Sulawesi Utara, pembebasan jalur 40 meter jalan By Pass Kota Padang dan pembangunan transmisi Tanjung Uban - Sri Bintan - Air Raja - Kijang dan Gardu Induk Sri Bintan dalam rangka penyediaan tenaga listrik yang berkelanjutan di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Pencapaian yang membanggakan juga diraih Adhyaksa Monitoring Center atau AMC. "Dalam rentang waktu kurang dari setahun, AMC telah berhasil menangkap 57 orang buronan," terang Rum.

KASUS MANGKRAK - Penanganan kasus korupsi dalam setahun terakhir memang meningkat. Sejumlah kasus baru disidik Gedung Bundar. Di antaranya kasus penjualan aset oleh PT Adhi Karya seluas 4,8 hektar; kasus pembayaran fiktif Handling BBM PT Patra Pertamina; kasus pengelolaan dana pensiun PT Pertamina; pengadaan rompi Badan Pusat Statistik (BPS), kasus kredit fiktif PT PANN, Penyelewengan dana Bansos Sumsel dan kasus penyelewengan dana swakelola banjir DKI Jakarta.

Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Fadil Zumhana, sejak dilantik akhir tahun 2015, dirinya telah melimpahkan lebih dari 60 kasus ke tingkat penuntutan. Fadil juga ‎mengatakan telah membentuk tim khusus untuk menyelesaikan tunggakan perkara (mangkak).

"Tim tunggakan ada sendiri, tapi dibawah kendali saya juga, semua akan kita selesaikan, kan pak Jaksa Agung punya program zero outstanding," kata Fadil.

Mantan Kajati NTB ini juga menjelaskan, dengan adanya program zero outstanding tersebut, jajaran Jampidsus terus melakukan evaluasi atas penangan-penanganan perkara yang menunggak.

Bahkan, kata Fadil, keseriusan untuk menyelesaikan tunggakan perkara, pimpinan dalam hal ini Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah ikut turun langsung ke berbagai daerah.

"Pak Jampidsus telah turun ke daerah untuk mendorong penyelesaian (perkara), kalau mau ke penyidikan naikkan ke dik, kalau mau naik tut segera ke tut (penuntutan), kalau mau diberhentikan segera dihentikan (SP3) agar ada kepastian hukum," katanya.

Namun Ketua Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menyebut sebaliknya. Hasil amatannya, kerja Kejaksaan Agung di bawah Prasetyo kian buruk. Tak hanya banyaknya kasus mangkrak, tapi banyak jaksa yang tertangkap KPK.

"Menurut saya itu harus potong satu generasi. Apalagi Jaksa Agungnya begitu, jangan harap deh," kata Boyamin ditemuan di Kejaksaan Agung.

Kata Boyamin, keberhasilan Kejaksaan Agung bukan dilihat dari banyaknya kasus yang ditangani tapi menuntaskan hingga ke pengadilan. Ada banyak kasus-kasus besar yang tak jelas penangannya. Penuntasan kasus tersebut yang jadi prioritas Jampidsus.

Sejumlah kasus mangkrak di Kejaksaan Agung. Di antaranya kasus jaringan sampah di Dinas PU DKI, berkas perkara mantan Kepala Dinas PU DKI Jakarta Ery Basworo tak jelas. Padahal tersangka lain telah dibuktikan bersalah di pengadilan.

Juga kasus kasus BJB Tower dengan tersangka Dirut PT Comradindo Lintasnusa Perkasa Tri Wiyasa. Status Tri Wiyasa tak jelas setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan dari Tri Wiyasa atas penetapan tersangkanya.

Kemudian kasus manipulasi restitusi pajak PT Mobile-8. CEO MNC Grup Harry Tanoesoedibjo telah diperiksa. Namun kasus ini tak kunjung ada tersangka.

Lain lagi kasus, kasus korupsi pemanfaatan spektrum 2,1 Ghz untuk jaringan 3G oleh PT Indonesia Mega Media (IM2) Tbk, anak usaha PT Indosat dengan 4 tersangka. Empat tersangka yang sejak 2012 tidak diajukan ke pengadilan yakni mantan Dirut PT Indosat Tbk., Johnny Swandi Sjam, Hary Sasongko ‎dan dua tersangka korporasi PT IM2 Tbk dan PT Indosat Tbk.

Johnny Swandi Sjam dan Hary Sasongko‎ dalam putusan Indar Atmanto (mantan Presdir PT IM2) disebut secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Indar divonis 8 tahun penjara dan mewajibkan korporasi membayar uang pengganti Rp 1,3 triliun.

BACA JUGA: