JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hari Raya Idul Fitri yang semakin dekat tidak membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendurkan kewaspadaannya. Sebagaimana diketahui, justru di hari-hari menjelang lebaran ini, modus-modus tindak pidana korupsi diwaspadai meningkat. Salah satunya adalah modus pemberian parcel lebaran yang di luar batas kewajaran.

Karena itu seperti tahun-tahun sebelumnya, KPK tahun ini juga mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya memiliki risiko sanksi pidana. Hal ini didasari Undang-undang No 20 tahun 2001 jo UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

"Namun, apabila dalam keadaan tertentu terpaksa menerima gratifikasi, maka wajib dilaporkan kepada KPK dalam 30 hari kerja sejak diterimanya gratifikasi tersebut," kata Juru Bicara KPK JOhan Budi dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Sabtu (26/7).

Johan mengatakan imbauan ini juga berlaku terkait perayaan hari-hari besar keagamaan dan hari besar lainnya, yakni Hari Raya Idul Fitri 1435 H, Hari Natal 2014 dan Tahun Baru 2015. KPK juga berharap, para penyelenggara negara dan pegawai negeri bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dengan dengan menghindari, baik permintaan maupun penerimaan gratifikasi dari rekanan atau pengusaha atau masyarakat yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.

Pada penjelasan pasal 12B UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.

Bila bingkisan tersebut berisi makanan yang mudah kadaluarsa dan dalam jumlah wajar, KPK menganjurkan agar dapat disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak-pihak lain yang lebih membutuhkan. "Namun, hal itu harus disertai laporan kepada masing-masing instansi disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi penyerahannya. Selanjutnya masing-masing instansi melaporkan seluruh rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK," sambung Johan.

Imbauan ini, kata Johan, ditujukan kepada ketua/pimpinan lembaga tinggi negara, menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima TNI, kepala lembaga pemerintah non pemerintahan, Gubernur, Bupati serta Wali Kota. "Dari sini, diharapkan, mereka dapat memberikan imbauan internal kepada pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya untuk menolak pemberian dalam bentuk apapun," ujarnya.

Agar fungsi unit pengendalian gratifikasi dan pengawasan internal dapat optimal, maka KPK juga mengimbau agar masing-masing instansi dapat melakukan pemantauan dan pendataan atas laporan gratifikasi yang disampaikan pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya. "Laporan hasil kegiatan tersebut agar segera disampaikan kepada KPK dengan melampirkan rekapitulasi data penerimaan laporan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja setelah penerimaan gratifikasi tersebut," kata Johan menegaskan.

Selain itu, KPK juga mengimbau pimpinan kementerian atau lembaga atau organisasi atau pemerintahan daerah dan BUMN atau BUMD untuk dapat menerbitkan surat terbuka atau iklan melalui media massa atau bentuk pemberitahuan publik lain yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan sesuatu apapun kepada para pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya.

"Bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," tutup Johan.

Imbauan serupa juga diserukan Malang Corruption Watch (MCW). MCW mengingatkan pada pejabat publik untuk berhati-hati pada masa Hari Raya Idhul Fitri. Karena, momen fitrah, kerapkali dinodai oleh perilaku koruptif yang dipraktikkan oleh para pejabat publik.

Divisi Pengaduan dan Pelayanan Publik Al Machi Ahmad, mengatakan setidaknya ada dua bentuk pemborosan dan gratifikasi yang marak saat Lebaran. "Yaitu penggunaan mobil dinas dan parcel Lebaran," katanya.

Penggunaan mobil dinas (mobdin) untuk kepentingan pribadi di luar tugas pokok dan fungsi jabatannya merupakan pemborosan yang tidak dibenarkan. Termasuk untuk mudik Lebaran. Karena itu mobdin harus dikandangkan.

"Penggunaan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi merupakan wujud nyata tidak adanya etika dan moralitas yang dilakukan oleh pejabat publik," terangnya.

Itu sesuai Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 87 Tahun 2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan efisiensi, Penghematan dan Disiplin Kerja Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Dalam aturannya ada pembatasan penggunaan kendaraan dinas operasional, yaitu kendaraan dinas hanya untuk kepentingan dinas yang menunjang tugas pokok dan fungsi, dibatasi penggunaannya pada hari kerja kantor dan hanya digunakan di dalam kota.

 
BACA JUGA: