JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lazimnya perilaku korupsi tidaklah berdiri sendiri. Seringkali para koruptor dibantu dan membantu banyak pihak saat menggangsir harga kekayaan negara. Begitu pula yang terjadi dalam kasus yang melibatkan para petinggi negeri, seperti Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memahami kasus korupsi tak mungkin berdiri sendiri. Mereka pun terus mendalami keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus dugaan suap pada para hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Salah satu pihak yang disinyalir tengah ditelisik perannya adalah mantan anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) asal PKS, Zulkarnain alias Zul Jenggot.

"Kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang bertanggung jawab atas sumber uang suap itu selain gubernur dan ES," kata Plt Wakil Ketua KPK lndriyanto Seno Adji saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (3/8).

Zulkarnain menjabat sebagai Ketua Wilayah Dakwah II yang meliputi Asahan, Tanjung Balai, Lab. Batu, Labura, Labusel di bawah komando DPW PKS Sumatera Utara. Ia juga merupakan anggota DPRD Sumatera Utara yang menjabat sekretaris dan Ketua Komisi C dalam kurun waktu 2009-2014. Ia mendulang suara pada pemilu legislatif 2009 di Dapil Sumatera Utara IV Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung Balai.

Pendalaman pihak lain dalam kasus ini ditelusuri melalui pemeriksaan Gatot dan istri mudanya, Evy Susanti. Di mana lembaga antirasuah mengagendakan pemeriksaan terhadap keduanya hari ini.

Zul Jenggot disebut sebagai kolega dekat sang Gubernur Gatot. Zulkarnain diduga turut terlibat perkara ini. Ia disebut sebagai salah satu donatur uang suap yang diberikan Gatot yang dikelola Evy kepada Otto Cornelis Kaligis melalui M Yagari Bhastara Guntur atau Gerry kepada para pejabat PTUN Medan.

Ia diketahui merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi bangunan sekaligus supplier yang kerap bekerjasama dengan Pemprov Sumatera Utara. Zulkarnain merupakan caleg PKS yang gagal melaju sebagai anggota DPR pada Pemilu 2014 lalu.

Kader PKS lainnya, Mustafa, sebelumnya membenarkan bahwa Zul merupakan teman dekat Gubernur Gatot. Dia mengakui bahwa Zul Jenggot pernah menjabat sebagai anggota Komisi C DPRD Sumut asal PKS.

"Iya. Iya," kata Mustafa mengungkap sosok Zul Jenggot seusai menjalani pemeriksan sebagai saksi untuk tersangka M. Yagari Basthara alias Gerry, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/7) malam.

Meski mengaku mengenal dekat, Mustafa mengklaim tak mengetahui soal keterlibatan Zul Jenggot dalam kasus suap itu. Dia juga mengklaim tak mengetahui soal kabar Zul Jenggot jadi ´sponsor´ suap tersebut.

IKUT PERTEMUAN - Meskipun demikian, Mustafa tak menampik jika Zul ikut dalam pertemuan di sebuah rumah makan sebelum Ahmad Fuad Lubis melayangkan gugatan ke PTUN Medan. Pertemuan itu merupakan awal dari gugatan yang berakhir dengan proses suap dan operasi tangkap tangan.

Selain dirinya, Zul dan Fuad Lubis, kata Mustafa, hadir juga Gerry dalam pertemuan tersebut. Dalam pertemuan itu, Gerry menyodorkan dokumen ke Fuad yang kemudian langsung ditandatanganinya.

"Ya itulah yang mereka tandatangani itu, apakah itu kemudian yang mereka kan ada tandatangan di situ," ujar Mustafa.

Mustafa mengklaim tak mengetahui soal dokumen yang ditandatangani itu. "Saya pun tidak baca, mereka tanda tangan langsung selesai makan sudah bubar. Saya gak tau, gimana isi dari surat," ujar dia.

Gresnews.com mencoba menghubungi Zul untuk mengonfirmasi hal ini, tetapi, telepon selulernya yang tertera dalam salah satu situs informasi mengenai kader PKS yang akan ikut pilkada beberapa waktu lalu, tidak dapat dihubungi.

Gatot sendiri seusai diperiksa KPK pada Senin 27 Juli 2015 mengaku tidak kenal dengan Zul. Padahal keduanya berasal dari partai yang sama serta daerah pemilihan yang sama yaitu Sumatera Utara.

Indriyanto tidak menampik adanya keterlibatan Zul dalam perkara ini. Pihaknya mengaku sedang mendalami berbagai informasi mengenai pria yang mempunyai sembilan orang anak tersebut. "Masih pendalaman," ucap Indriyanto saat dikonfirmasi gresnews.com.

INDIKASI PENAHANAN - KPK untuk pertama kali melakukan pemeriksaan kepada Gatot sebagai tersangka. Gatot ditetapkan penyidik sebagai tersangka pada 28 Juli 2015.

Selain Gatot, penyidik juga memeriksa istri keduanya yaitu Evy Susanti. Keduanya bersamaan hadir memenuhi panggilan KPK dan datang pada pukul 11.55 WIB. Gatot mengenakan kemeja batik cokelat, sedangkan Evy mengenakan gamis yang dipadukan dengan kerudung hijau.

Keduanya turun dari mobil Toyota Innova warna putih. Gatot turun lebih dulu didampingi pengacaranya, Razman Arief Nasution. Evy kemudian turun belakangan.

Saat ditanya soal kemungkinan akan langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan, Gatot dan Evy kompak diam. Mereka enggan bicara sepatah kata pun kepada para awak media termasuk mengenai kemungkinan ikut ditahan dalam perkara ini.

Besar kemungkinan, penyidik akan langsung menahan Gatot dan Evy seusai pemeriksaan karena kasus ini merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan semua tersangka lain juga sudah ditahan KPK. Kabar penahanan terhadap Gatot dan Evy memang telah beredar ke media.

Indriyanto saat dikonfirmasi mengindikasikan hal yang sama. Terlebih lagi unsur obyektif yaitu ancaman hukuman pidana lebih dari lima tahun sudah tersemat kepada keduanya. "Semua unsur mengenai penahanan akan dikaji," kata Indriyanto kepada gresnews.com, Senin (3/8).

Saat ini, menurut ahli hukum pidana yang kini menjabat Plt Wakil Ketua KPK tersebut, penahanan kepada Gatot dan Evy tinggal menunggu unsur subyektifitas penyidik. Unsur-unsur itu meliputi apakah akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, ataupun melakukan tindak pidana yang sama dengan yang dilakukannya saat ini.

"Tentang ada/tidaknya penahanan, sangat tergantung bagaimana tim penyidik melakukan evaluasi atas pengembangan kasus ini," ujar Indriyanto.

Indikasi penahanan pasangan ini semakin kuat atas pernyataan Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha. Menurut Priharsa, saat ini segala unsur obyektif telah dipenuhi dan tinggal menunggu subyektifitas dari penyidik.

"Kalau secara obyektif (penahanan), sudah terpenuhi. Karena sangkaannya memiliki ancaman hukuman yang lebih dari lima tahun. Jadi tergantung penyidik, karena ini lebih ke pertimbangan subyektif," ucap Priharsa.

Priharsa menjelaskan, karena ini pemeriksaan pertama sebagai tersangka, keduanya akan dikonfirmasi mengenai temuan penyidik terhadap tindak pidana suap kepada empat pejabat termasuk kepala PTUN Medan.

BACA JUGA: