JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung menerima surat kuasa khusus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menggugat dua perkara korupsi terkait pengembalian kerugian negara (uang pengganti). Salah satunya perkara korupsi pengadaan alat pemadam kebakaran dengan terpidana Hengky Samuel Daud yang telah meninggal saat proses kasasi di Mahkmah Agung.

Atas tuntutan pidananya sesuai Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP telah gugur. Namun uang pengganti atas kerugian negaranya KPK tetap menagihnya. Namun sayangnya ahli warisnya enggan membayar uang pengganti atas kasus ini.

Dan sesuai perundangan Kejaksan Agung adalah lembaga pengacara negara yang dapat mewakili kepentingan negara, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) untuk menggugat secara perdata kepada para pihak, yang dianggap merugikan negara.

"Ya, kami sudah terima (kuasa) dari KPK untuk menggugat dua perkara untuk pengembalian kerugian negara, salah satunya perkara Damkar)," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi usai menutup rapat kerja teknis (Rakernis) bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun), di Kejagung, Rabu (28/9).

Hengky merupakan bos PT Istana Sarana Raya dan PT Satal Nusantara yang menjadi rekanan Kementerian Dalam Negeri untuk proyek pengadaan mobil damkar di pemda provinsi, saat Hari Sabarno masih menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Karena itu, Hengky merupakan tokoh penting dalam kasus damkar yang melibatkan banyak kepala daerah.

Pengadilan Tipikor memvonisnya dengan 15 tahun penjara, denda Rp 150 juta dan diminta membayar ganti rugi sebesar Rp 82 miliar.

Pada awal 2010, Hengky mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, hukuman pidananya justru diperberat menjadi 18 tahun penjara, dengan denda dan uang ganti rugi yang sama.

Tak tinggal diam, Hengky langsung mengajukan kasasi ke MA. Namun, ajal sudah lebih dulu memanggilnya. Hengky meninggal dunia di RS Pondok Indah Jakarta, pada Selasa (1/6/2010) akibat komplikasi penyakit liver dan jantung.

Juru Bicara KPK saat itu Johan Budi mengatakan, dengan meninggalnya Hengky sebagai terpidana yang tengah mengajukan kasasi, maka pidana hukuman pidananya, gugur demi hukum. Namun, mengenai vonis ganti rugi di tingkat banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebesar Rp 82 miliar, maka KPK tetap akan melakukan upaya hukum untuk menariknya.

"KPK akan melakukan upaya hukum untuk menarik uang ganti rugi atau pengganti," kata Johan Budi kepada wartawan, Jakarta, Rabu (2/6/2010).

Dalam kasusnya, Hengky dengan bermodal radiogram dari Kemendagri, menawarkan mobil damkar miliknya ke para kepala daerah. Namun banyak daerah yang melakukan pengadaan damkar tanpa melewati proses tender dan harganya pun digelembungkan (mark-up).

Sejumlah kepala daerah telah ditahan dalam kasus ini, antara lain mantan Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, mantan Gubernur Riau Saleh Djasit, mantan walikota Makassar Baso A Maula, serta mantan wakil walikota Medan Ramli Lubis. Terakhir, adalah mantan Kepala Otorita Batam yang juga Gubernur Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah.

KASUS DI GEDUNG BUNDAR - Bambang, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut ini menambahkan selain menerima kuasa dari KPK, juga telah menerima kuasa dari Gedung Bundar untuk beberapa perkara.

"Saya lupa jumlahnya, tapi ada beberapa perkara yang sudah (diberikan kuasa) kepada kita," terang Bambang.

Dari catatan banyak perkara di Gedung Bundar, uang pengganti belum tuntas dengan beberapa sebab. Mulai, terpidana pasang badang hingga faktor lain Seperti perkara korupsi Dana Asabri, dengan terpidana Henry Leo dan Subarda. Diduga uang pengganti Rp70 miliar masih ´menggambang´ karena Henry beranggapan sudah banyak asetnya disita dan nilainya hampir Rp1 triliun dan belum diaudit. Kerugian negara perkara Asabri adalah Rp410 miliar.

Lalu, kasus Balongan dengan terpidana Thabrani Ismail yang diharuskan membayar uang pengganti sebesar US$ 189, 5 juta sampai kini masih menguap. Thabrani adalah satu-satunya tersangka yang diseret ke meja hijau.

Kasus gagal bayar obligor BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) Bank BDNI Sjamsul Nursalim sekitar Rp4,758 triliun dan perkara Bank Mandiri.

Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014 tercatat tunggakan uang pengganti perkara pidana dan perkara perdata yang belum dieksekusi jumlahnya mencapai Rp13,146 triliun. Bahkan jumlah tersebut bisa terus bertambah karena bertambahnya kasus yang telah berkekuatan hukum, namun uang penggantinya tak kunjung dieksekusi.

Tunggakan uang pengganti Rp13,146 triliun tersebut berasal dari perkara pidana korupsi khusus senilai Rp3,5 triliun dan bidang perdata Rp9,6 triliun. Sementara berdasarkan data 2016 Kejaksaan Agung, penerimaan uang pengganti yang disetor ke negara baru Rp1,1 triliun.

Kejaksaan Agung pun menyatakan mulai menginventarisir kasus uang pengganti yang belum berhasil dieksekusi.

"Kami evaluasi tunggakan-tunggakan eksekusi uang pengganti yang belum dieksekusi," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejaksaan Agung, Selasa (21/6).

Arminsyah mengaku telah mengumpulkan Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Kajari se DKI Jakarta, untuk mengetahui kendala-kendala eksekusi uang pengganti oleh jaksa eksekutor. Salah satunya kasus di Jakarta Utara, dimana terpidananya telah buron, namun uang penggantinya sebesar Rp32 miliar belum dieksekusi. "Kami ingin semua clear soal uang pengganti," kata Arminsyah.

BACA JUGA: