JAKARTA, GRESNEWS.COM - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah menjerat banyak para pengguna media sosial yang kerap disebut netizen sejak diberlakukan pada 2008 lalu. Dari 72 kasus, sebanyak 92 persen dilaporkan dengan pasal defamasi (pencemaran nama baik), baik dari ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE maupun penggunaan Pasal 310-311 KUHP.

Bedanya, pengertian penghinaan atau pencemaran nama baik pada UU ITE subyektif. Sementara bila merujuk pada pasal KUHP, pembuktian atas kasus pencemaran nama harus lebih dulu dijelaskan mengenai niat. "Itu artinya, mereka yang tidak melakukannya secara sengaja tidak bisa dikenakan pasal pencemaran nama dengan mudah," kata Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET) Damar Juniarto kepada Gresnews.com, Kamis (27/11).

SAFENET, lanjut Damar, mendesak pemerintah untuk membenahi atau merevisi pasal yang kerap membuat netizen masuk wilayah tindak pidana itu. Seperti, Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sangat mengancam kebebasan berekspresi warga negara pengguna Internet. Sebab, Pasal 27 ayat (3) ITE ini bisa ditafsirkan sesuai dengan keinginan pengguna pasal itu. Hal ini terutama berlaku bagi orang yang mempunyai kekuasaan (power).

Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik." Dengan pasal ini, penyidik bisa langsung menahan tersangka karena ancaman hukuman pidananya di atas 5 tahun penjara, yaitu 6 tahun.

Menurut Damar, penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE lebih menguntungkan mereka yang tidak ingin dikritik daripada melindungi mereka yang benar-benar telah dihina lewat internet. Selain Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 29 UU ITE juga mempunyai masalah bagi netizen di Indonesia.

"Pasal kriminalisasi terhadap pendapat netizen jelas salah," tegasnya. Karena itu ia mendorong UU ITE perlu dikembalikan ke semangat yang benar, melindungi netizen secara hukum. Terkait  pencemaran nama baik sudah diatur dalam pasal 320 KUHP.

Belum lama ini, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara membuka peluang untuk membahas kembali UU ITE. Sebab tidak sedikit masyarakat yang mengadukan aturan ini, utamanya Pasal 27. Rudiantara menjanjikan pembahasan  UU ITE akan menjadi prioritas program 100 hari kerjanya. "Revisi khususnya pasal 27 UU ITE baru opsi bagi saya, karena kan nantinya masih masuk dulu ke DPR. Tapi ini akan menjadi program 100 hari kerja saya," kata Rudiantara di Jakarta, Rabu (19/11).

"Peluamg revisi khususnya pasal 27 UU ITE menjadi opsi bagi saya," kata Rudiantara. Alasannya, revisi harus masuk ke DPR. Namun, ia berjanji, hal ini akan menjadi program 100 hari kerjanya.

BACA JUGA: