JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar menghukum I Gede Ari Astina alias Jerinx dengan hukuman penjara 14 bulan dan denda Rp10 juta. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai putusan hakim kontradiktif hingga menghasilkan putusan pidana bersalah terhadap pentolan band Superman is Dead (SID) itu.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Jerinx melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia lolos dari Pasal 27 ayat 3 mengenai penghinaan terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Hal ini berbeda dengan dakwaan semula, yakni Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Adapun Pasal 28 Ayat (2) berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA".

Sedangkan, bunyi Pasal 27 Ayat (3), yakni: "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

Jerinx divonis bersalah karena cuitnya di Twitter yang mengkritik Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kebijakan pemerintah mengenai kewajiban rapid test. Namun majelis hakim menilai Jerinx telah menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap dokter.

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan hal itu jelas merupakan sebuah kontradiksi. "Di satu sisi majelis hakim menyatakan tidak ada penghinaan terhadap IDI sebagai organisasi. Namun, majelis hakim sepakat adanya penyebaran kebencian terhadap antar golongan, termasuk profesi dokter," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Gresnews.com, Kamis (19/11/2020).

Menurutnya pernyataan Jerinx itu ditujukan kepada IDI sebagai organisasi yang memiliki dimensi kepentingan publik. Hal itu harus dipisahkan dengan perasaan personal dokter.

"Terlalu jauh untuk menyatakan organisasi profesi sebagai `antargolongan` yang dilindungi oleh Pasal 28 Ayat (2) UU ITE. Menyamakan profesi dengan suku, agama dan ras jelas merendahkan standar yang ingin dituju oleh Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan Pasal 156 KUHP," ucap Erasmus.

Erasmus menambahkan, IDI merupakan lembaga berbadan hukum yang tidak serta merta sama dengan golongan dokter pada umumnya. Karena itu, Erasmus menegaskan putusan majelis hakim sangat membahayakan karena sebuah profesi dengan suku, agama, dan ras. "Lebih berbahaya, Hakim dalam kasus ini menyamakan profesi dengan suku, agama dan ras," kata dia.

Jerinx dinyatakan terbukti bersalah menyebarkan ujaran kebencian karena menyebut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai kacung World Health Organization (WHO) dalam akun Instagram-nya @jrxsid.

"Mengadili, terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas antargolongan sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama penuntut umum," kata majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Adnya Dewi, di PN Denpasar, Kamis (19/11/2020).

"Dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun dua bulan dan pidana denda Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan," ucapnya.

Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, Jerinx dituntut tiga tahun penjara dalam perkara "IDI kacung WHO". Tuntutan itu dilayangkan karena JPU yakin Jerinx terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

JPU menambahkan, hal yang yang memberatkan yakni terdakwa tak menyesali perbuatannya dan telah melakukan walk out saat persidangan. Kemudian, perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan melukai perasaan dokter seluruh Indonesia yang menangani Covid-19. Sementara itu, hal yang meringankan terdakwa yakni mengakui perbuatannya dan terdakwa masih muda sehingga masih bisa dibina.

Kasus ini bermula saat IDI Bali melaporkan Jerinx terkait unggahan di akun media sosialnya. Dalam unggahannya, Jerinx menuliskan, "gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan Rumah sakit dengan seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan tes Covid-19." Jerinx sempat menawarkan mediasi kepada IDI Bali. Namun, tidak ada respons dari IDI hingga kasus disidangkan di meja hijau dan Jerinx ditetapkan sebagai terdakwa. (G-2)

BACA JUGA: