JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan, polisi tak dapat sembarangan menetapkan pelanggaran pidana terhadap sosok mirip artis yang ada dalam video asusila.

"Kami mengingatkan, bahwa siapa pun dalam video tersebut, yang sama sekali tidak menghendaki adanya penyebaran ke publik, tidak dapat dipidana," tutur Peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Selasa (10/11/2020).

Ia menjelaskan ada sejumlah alasan yang membuat pemeran dalam video syur tidak bisa dipidana. Seperti dalam konteks keberlakuan Undang-Undang Pornografi, orang dalam video yang tidak menghendaki penyebaran video, tidak dapat dipidana.

Menurutnya terdapat batasan penting dalam UU Pornografi, bahwa pihak-pihak yang melakukan perbuatan membuat pornografi tidak dapat dipidana, apabila dilakukan untuk tujuan diri sendiri dan kepentingan sendiri.

Hal itu sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Pornografi. Kemudian Pasal 6 Undang-Undang Pornografi menyebutkan, larangan memiliki atau menyimpan tidaklah termasuk untuk kepemilikan diri sendiri dan kepentingan sendiri.

Dalam risalah pembahasan UU Pornografi, lanjutnya juga dijelaskan bahwa yang didefinisikan sebagai perbuatan kriminal adalah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di ruang publik, ada aspek mendasar yaitu harus ditujukan untuk ruang publik.

Maka selama konten tersebut adalah kepentingan pribadi, ketentuan hukum dan konstitusi di Indonesia melindungi hak tersebut," beber Maidina.

Kemudian, dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, harus didudukan kembali sesuai tujuan pembentukannya.

Tujuan pengaturan Pasal 27 ayat (1) UU ITE adalah mencegah penyebaran konten melanggar kesusilaan di ranah publik digital. Untuk itu, mutlak pasal tersebut harus merujuk pada ketentuan dalam Pasal 282 ayat (2) KUHP tentang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, serta merujuk pula pada ketentuan UU Pornografi.

Batasan untuk dapat dijerat pasal ini bahwa konteks tersebut harus benar-benar ditujukan kepada publik, harus juga telah diketahui oleh pelaku sebagai konten melanggar kesusilaan. Pembuatan konten atau pun korespondensi pribadi sama sekali tidak dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (1).

"Hal ini harus dipahami oleh aparat penegak hukum dan menjadi catatan mendasar bagi revisi UU ITE ke depannya," katanya.

Maidina menekankan, aparat penegak hukum harus kritis, paham ketentuan hukum, dan mendasarkan tindakannya pada penghormatan hak korban. Orang yang diduga mirip dalam video syur tersebut harus dinilai sebagai korban, yang mengalami kerugian atas peristiwa ini.

"Maka terhadapnya harus ada upaya perlindungan. Yang pertama bisa dilakukan kepolisian adalah dengan memastikan konten tersebut mencegah penyebarannya dari semua ranah digital," tandas Maidina.

Polisi hingga kini masih menerima laporan terkait kasus video syur mirip artis Gisella Anastasia alias Gisel. Hingga saat ini, dua laporan telah diterima Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.

Kedua pelapor berprofesi sebagai pengacara. Mereka menyeret akun-akun media sosial yang menyebarluaskan rekaman video asusila mirip Gisel ke jalur hukum.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus menerangkan, pelapor pertama berinisial FD melaporkan lima akun yang menyebarkan video asusila mirip Gisel. Pelapor kedua berinsial PRN melaporkan tiga akun yang melalukan hal serupa.

Yusri menyatakan, laporan sedang diteliti oleh penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Salah satu laporan bahkan telah masuk ke tahap penyelidikan. FD dijadwalkan menjalani pemeriksaan hari ini.

"Saudara FD, saat ini sedang dilakukan pemeriksaan di Unit Cyber," kata dia di Polda Metro Jaya, Senin (9/11/2020). (G-2)

BACA JUGA: